Sebuah film yang disadur dari kisah nyata AR Fachruddin muda. Sarat nilai perjuangan dalam menyemai kebaikan serta kesederhanaan hidup. Seperti filmnya yang dibuat sangat sederhana.

“Jiwa Hizbul Wathan adalah jiwa yang pantang menyerah. Saya memutuskan untuk tidak membatalkan keberangkatan kita ke Medan!” Di depan para anggota Hizbul Wathan Abdur Razak Fachruddin (Andreanto Wibisono) memekik dengan percaya diri. AR Fachruddin memahami kekecewaan anggotanya, dan sadar betapa pentingnya hadir pada Kongres Muhammadiyah di Medan. Mereka terancam batal memenuhi undangan untuk hadir di kongres karena kapal yang sedianya ditumpangi urung berlabuh.
Sekawanan anak muda pandu Hizbul Wathan (HW) itu akhirnya memutuskan untuk berangkat menggunakan sepeda ke Medan. AR Fachruddin dkk. mesti bersepeda menembus hutan, pemukiman penduduk, dan menghadapi rintangan di sepanjang perjalanan. Ditolak kehadirannya di sebuah desa, menyelamatkan sawah warga yang terendam air, hingga bertemu seekor harimau yang siap memangsa adalah beberapa potong kisah yang mereka dapati.
Film Meniti 20 Hari diadaptasi dari kisah nyata perjalanan AR Fachruddin muda bersama kawan seperjuangannya di kepanduan HW, dalam menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan. Demi hadir di arena kongres, para pemuda tangguh itu rela bersepeda dari Palembang untuk menempuh jarak sekitar 1.200 km. Meski tak seheroik perjalanan menjajal Siberia sejauh 6.400 km yang dilakukan Janusz dalam The Way Back (2010), petualangan AR muda mengandung nilai perjuangan yang bisa diadopsi oleh anak muda hari ini. “Film ini memang menyasar anak-anak muda,” kata Syukriyanto AR, putra AR Fachruddin, di tengah kerumunan awak media pada peluncuran dan pemutaran perdana film tersebut di Sportorium UMY.
KH. AR. Fachrudin, Ketua PP Muhammadiyah terlama (1968-1990) adalah tokoh legendaris di Muhammadiyah. Pak AR terkenal karena sosoknya yang sederhana dan jenaka selama memimpin Muhammadiyah. Ya, sosok sederhana dan jenaka, yang sangat jarang kita temukan di kalangan elite Muhammadiyah akhir-akhir ini.
Keunikan film garapan Sutradara Arimus Bariyanto ini justru mengangkat babak dakwah Pak AR jauh sebelum menjadi Ketua PP Muhammadiyah, yakni saat tinggal di Palembang tahun 1939. Namun disinilah keunggulan Meniti 20 Hari yang tidak terjebak menjadi film biografi seperti kebanyakan film tentang tokoh. Film biografi rentan mengurangi nilai ketokohan, karena harus memangkas hidup seseorang dari lahir sampai wafat ke dalam durasi 1-2 jam.
Tidak demikian dengan film ini, yang hanya fokus pada satu babak kehidupan AR Fachruddin di waktu belia. Selain adegan utama yang berupa kisah inspiratif menghadapi tantangan sepanjang perjalanan, film ini juga dibumbui adegan roman anak muda dan cerita jenaka. Tujuannya tiada lain untuk menambah daya tarik penonton, mengingat film ini tidak dibuat oleh rumah produksi besar di Jakarta untuk tujuan komersil. Sehingga kualitas akting para pemeran, pengambilan gambar, hingga setting lokasi hadir dengan sangat sederhana.
Film untuk Rakyat
Namun lagi-lagi hal tersebut menjadi keunggulan film produksi Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah ini. Film dibuat dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki masyarakat. Produksi murni 100 % dilakukan oleh unsur dan kader-kader Muhammadiyah.
Selain itu, rencananya pemutaran film dilakukan dengan model layar tancap sehingga dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Pemutaran diadakan dengan menggandeng jaringan Amal Usaha Muhammadiyah, seperti yang dilakukan saat pemutaran perdana di UMY. Menurut Syukriyanto, yang juga Ketua LSBO PP Muhammadiyah, harga tiket pun disesuaikan dengan kondisi setempat. Bahkan saat pemutaran perdana menggunakan sistem infak sukarela.
Syukri menegaskan pula bahwa tujuan utama film ini dibuat bukan untuk mengeruk untung. Justru kisah ini diangkat dengan tujuan mereformasi kebudayaan masyarakat. Dalam rangka tujan tersebut, setelah film Meniti 20 Hari LSBO PP Muhammadiyah tengah merencanakan produksi film tentang Jenderal Sudirman.
Hadirnya kisah tokoh-tokoh Muhammadiyah yang diangkat ke layar lebar semakin menegaskan dakwah pencerahan dan berkemajuan. Sebelumnya kisah pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan diurai dalam Sang Pencerah (2013) garapan sutradara Hanung Bramantyo. Mundur lebih ke belakang, ada film Laskar Pelangi (2008) arahan Riri Riza yang secara tersirat mengangkat perjuangan pengajar SD Muhammadiyah Gantong yang gigih mendidik murid-muridnya, termasuk Ikal sang tokoh utama. Bahkan sedang dalam proses produksi adalah film Nyai Ahmad Dahlan, istri dan mitra dakwah Kiai Dahlan.
Tulisan ini pernah dipublikasikan pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 5, Mei 2017, Rubrik Aksara
Sumber Ilustrasi : https://mejikucreative.wordpress.com/portfolio/poster-film-meniti-20-hari/