Keluarga Sakinah

Komitmen Keluarga Sakinah Aktivis ‘Aisyiyah

Aisyiyah
Aisyiyah

Aisyiyah

Oleh: Siti ‘Aisyah

Keluarga merupakan institusi sosial terkecil yang memberikan landasan pembinaan kepribadian bagi anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Dari keluargalah seseorang mendapatkan pendidikan pertama dan utama.

Bayi mungil yang lahir dari rahim seorang ibu, disambut oleh ayahnya untuk dilantunkan kalimah thayyibah, dimohonkan perlindungan dari godaan setan, dan didoakan agar mendapatkan hidup barakah, hidup penuh keutamaan dan kebermaknaan. Lantunan kalimah thayyibah memberikan stimulasi potensi tauhid yang telah ditanamkan Allah semenjak dalam rahim ibu sebagai pijakan awal pendidikan.

Seiring dengan tumbuh kembang anak, orang tua memberikan pendidikan melalui stimulasi, keteladanan, pemberian pengetahuan, pengasahan kepekaan spiritual dan jiwani, pemberian pengalaman, serta pembiasaan sikap keberagamaan dalam kehidupan kesehariannya.

Dalam Islam, keluarga bukan saja memikirkan dan mendorong untuk terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan anggota keluarga, tetapi juga memikirkan dan mengupayakan kepentingan dan kemajuan umat Islam, masyarakat, dan bangsa.

Allah swt. berfirman (yang artinya), “Yaitu tatkala ia (Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia Ya Tuhanku, seorang yang diridhai (QS. Maryam [19]: 3-6).

Ayat tersebut di atas mengabadikan rintihan munajat Nabi Zakaria as. yang menggambarkan kegalauan karena belum adanya kader penerus risalah kenabian meskipun beliau telah memasuki usia senja. Beliau pun berdoa mohon kepada Allah swt. agar dianugerahi putra yang akan mewarisi perjuangan dakwahnya. Pentingnya kader penerus perjuangan dan dakwah juga diisyaratkan dalam doa Nabi Musa as., ketika mohon kemudahan dalam berdakwah dan mohon kader pendamping dalam dakwah.

Baca Juga: Aspek-aspek yang Harus Dipenuhi dalam Membina Keluarga Sakinah

Allah swt. berfirman (yang artinya), Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) harun saudaraku (QS. Thaha [20]: 25-30).

Nasihat Luqman kepada putranya juga mengisyaratkan pentingnya kader keluarga dalam menunaikan amar makruf nahi munkar yang merupakan bagian dari dakwah. Dengan demikian, pendidikan kader dakwah merupakan bagian penting dalam pendidikan keluarga yang seiring dengan pendidikan tauhid, ibadah, mu’amalah, dan akhlak (QS. Luqman [31]: 13-19).

Keluarga Aktivis Generasi Awal Muhammadiyah-‘Aisyiyah

Dalam sejarah, tokoh-tokoh Muhammadiyah-‘Aisyiyah mencerminkan dinamika keluarga aktivis yang saling menguatkan dalam menunaikan tanggung jawab dakwah dan perjuangan melalui persyarikatan. Pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan, mendorong istri dan keturunannya untuk aktif berdakwah dan berjuang memajukan organisasi Muhammadiyah-‘Aisyiyah.

Sebagai pendiri Muhammadiyah, Kiai Dahlan senantiasa bermusyawarah dan melibatkan istrinya dalam membesarkan Muhamamdiyah. Kepentingan maupun kebutuhan organisasi dan dakwah juga merupakan kepentingan serta kebutuhan keluarga. Keteladanan Kiai dalam memimpin Muhammadiyah dengan mengerahkan seluruh potensi keluarga, baik istri, putra putri, keluarga besar maupun semua yang dimiliki menjadi buah bibir yang baik (lisāna idqin fil ākhirīn) di kalangan warga Muhamamdiyah dan umat Islam dari generasi ke generasi.

Kisah nyata di mana beliau menjual seluruh harta yang dimilikinya untuk membayar gaji guru Muhammadiyah merupakan nilai-nilai dasar keutamaan yang sampai abad kedua terus diwariskan. Istri beliau, Nyai Walidah, menjadi Ketua ‘Aisyiyah.

Putri beliau, ‘Aisyah Hilal, juga turut  meneruskan perjuangan ibundanya memimpin PP ‘Aisyiyah selama tujuh periode (1931, 1937, 1939, 1940, 1941, 1944, dan 1950). Selain itu, Siti Busyro, putri beliau, merupakan salah satu dari enam aktivis ‘Aisyiyah generasi awal yang dididik langsung oleh Kiai dan Nyai Dahlan.

Keteladanan keluarga Siti Bariyah (Ketua ‘Aisyiyah pertama) yang juga lahir dari keluarga aktivis patut menjadi inspirasi keluarga penggerak ‘Aisyiyah masa kini. Beliau merupakan sepuluh bersaudara, putra Kiai Haji Hasyim bin Isma’il, lurah Kraton Ngayogyakarta yang cukup disegani. Sebagian besar saudara Bariyah berhidmat sebagai aktivis Muhammadiyah-‘Aisyiyah generasi awal.

Baca Juga: Siti Bariyah, Sosok Perempuan Pertama Penafsir Ideologi Muhammadiyah

Di antara yang tampil sebagai tokoh sentral Muhammadiyah-‘Aisyiyah adalah Kiai Syuja’ yang mendapat amanah Kiai Dahlan merintis PKO Muhammadiyah. Kiai Fachrudin, murid Kiai Dahlan, menurut Adabi Darban (Sejarawam UGM), merupakan pengusul nama ‘Aisyiyah sebagai pengganti Sopo Tresno. Pada masa kepemimpinan Kiai Ibrahim, beliau menjabat sebagai Wakil Ketua PPM.

Ki Bagus Hadikusumo, tokoh dan wakil Muhammadiyah di BPUPKI dan PPKI bersama Prof. Kahar Muzakkir dan Mr. Kasman Singodimejo berperan penting dalam proses perubahan Piagam Jakarta menjadi UUD 1945 sekaligus mengemban amanah sebagai Ketua PP. Muhammadiyah tahun 1942-1953. Sementara itu, saudara perempuannya, Siti Munjiyah, adalah tokoh Kongres Perempuan yang mewakili ‘Aisyiyah bersama Siti Hayinah.

Profil keluarga aktivis Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang mencerminkan kesetaraan dalam keluarga dan berdakwah, diilustrasikan oleh Siti Badilah yang terpilih memimpin ‘Aisyiyah pada tahun 1938. Beliau merupakan salah seorang di antara 4 redaktur Suara ‘Aisyiyah pertama bersama Siti Juhainah/Pemred, Siti ‘Aisyah, dan Siti Jalalah). Beliau menyampaikan bahwa “Seorang Bapak mengorbankan seluruh waktunya untuk Muhammadiyah dan si ibu berjuang memenuhi keperluan hidup rumah tangga. Sebaliknya bila ibu yang berdakwah untuk Muhammadiyah, maka si bapak yang mencukupi segala keperluan rumah tangga” (dikutip dari buku Srikandi-Srikandi ‘Aisyiyah).

Keluarga Aktivis dalam Konsep Keluarga Sakinah

Konsep Keluarga Sakinah yang diusung ‘Aisyiyah dan telah menjadi keputusan tarjih mencerminkan keluarga aktivis yang gigih terhadap dakwah, perjuangan, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dapat dilihat paling tidak dari tiga sisi, yaitu dari sisi fungsi, tujuan, dan pembinaan Keluarga Sakinah.

Pertama, dari sisi fungsi,  keluarga bukan saja sebagai media pengantar kesuksesan anak-anak dan anggota keluarga, tetapi juga memiliki fungsi kemasyarakatan serta kaderisasi dan dakwah. Dalam fungsi kemasyarakatan, keluarga aktivis ’Aisyiyah berkomitmen menempatkan keluarga sebagai wahana pengembang nilai-nilai kemasyarakatan dan mengantarkan anggota keluarga agar dapat hidup harmonis dan aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang lebih luas.

Keluarga-keluarga perlu memiliki kepedulian sosial dan membangun hubungan sosial yang ihsan, ishlah, dan ma’ruf dengan tetangga-tetangga sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang lebih luas di masyarakat, sehingga tercipta qaryah thayyibah dalam masyarakat setempat. Melalui fungsi kaderisasi, keluarga aktivis ’Aisyiyah berkomitmen untuk menyiapkan anak-anak dan anggota keluarga lainnya agar tumbuh menjadi generasi muslim yang dapat menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan dakwah.

Baca Juga: Memperkuat Keluarga dengan Komunikasi Takarum (Saling Memuliakan)

Dalam hal ini, perlu dikembangkan kembali perkaderan keluarga melalui dzawil qurba, yaitu perkaderan bagi putra-putri keluarga Muhammadiyah-’Aisyiyah. Dzawil qurba dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga secara informal dalam kegiatan ’Aisyiyah, atau secara formal diikutkan dalam pelatihan khusus bagi kader keluarga. Perkaderan nonformal dengan melibatkan secara aktif sesuai dengan peran dan fungsinya dalam kegiatan-kegiatan ’Aisyiyah dan Ortom putri.

Kedua, dari sisi tujuan pembentukan Keluarga Sakinah. Pada prinsipnya, terdapat dua orientasi terkait dengan eksistensi kemanusiaan dan kemasyarakatan. Kedua tujuan tersebut merupakan sarana terealisasinya misi utama kehadiran manusia di dunia, yaitu misi ubûdiyyah dan  kekhalifahan. Kedua tujuan utama itu adalah mewujudkan insan bertakwa dan masyarakat berkemajuan. Orientasi kemasyarakatan dalam tujuan keluarga sakinah, merupakan isyarat bahwa keluarga ideal adalah keluarga aktivis yang peduli terhadap kepentingan masyarakat luas.

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, sejatinya mencerminkan masyarakat yang ideal yaitu masyarakat yang berkemajuan, berdaya, dan bahagia lahir-batin. Dengan demikian, dari keluarga-keluarga sakinah ini akan terwujud masyarakat yang berkemajuan, berdaya, dan bahagia lahir-batin. Sejalan dengan ungkapan dalam QS. Saba [34]: 15, yaitu ”baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafûr” yang secara harfiah berarti suatu negeri yang baik dan adalah Tuhan Maha Pengampun (atas mereka).

Keluarga aktivis ’Aisyiyah berkomitmen untuk mewujudkan masyarakat berkemajuan, berdaya, dan bahagia lahir-batin, sebagai perwujudan dari masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang dicita-citakan oleh persyarikatan Muhammadiyah, termasuk di dalamnya, ’Aisyiyah. Dalam pesan al-Quran surat Ali Imran [3]: 110 dan al-Baqarah [2]: 143, masyarakat Islam yang diidealkan merupakan perwujudan khaira ummah (ummat terbaik) yang memiliki posisi dan peran ummatan wasathan (ummat tengahan) dan syuhada ‘ala al-nâs (pelaku sejarah) dalam kehidupan manusia.

Baca Juga: Pendidikan Pra-Nikah untuk Meraih Keluarga Sakinah

Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang di dalamnya ajaran Islam berlaku dan menjiwai seluruh bidang kehidupan yang dicirikan dengan bertuhan dan beragama, bersaudara, berakhlak dan beradab, berhukum syar’i, berkesejahteraan, bermusyawarah, berihsan, berkemajuan, berkepemimpinan, dan berketertiban.

Keluarga aktivis senantiasa berusaha untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan serta memajukan masyarakat. Tanpa adanya upaya melakukan layanan untuk mengentaskan kemiskinan, kebodohan, memberdayakan, dan memajukan masyarakat, maka salat yang merupakan perbuatan terpuji dapat berubah menjadi perbuatan mendustakan seperti difirmankan Allah dalam surah al-Ma’un [107]: 1-7.

Ketiga, dari sisi pembinaan Keluarga Sakinah, aspek sosial, hukum, dan politik merupakan salah satu aspek dari lima pilar pembinaan Keluarga Sakinah bersama aspek spiritual (agama), pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup, serta ekonomi. Kelima aspek dimaksud sejatinya merupakan kebutuhan dasar manusia.

Dalam hal ini, kebutuhan dasar manusia belum terpenuhi dengan sempurna bila aspek sosial, hukum, dan politik yang merupakan kebutuhan bersama masyarakat luas dan bangsa belum terpenuhi.  Pemenuhan kebutuhan sosial ini merupakan fitrah kemanusiaan bahwa dirinya sebagai makhluk sosial tidak dapat dilepaskan dari manusia lain dan kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan situasi kehidupan bermasyarakat atau pergaulan antarmanusia yang harmonis, Islam menuntunkan prinsip dasar pergaulan antarmanusia dan bagaimana perilaku hidup bertetangga, bertamu serta hidup bermasyarakat dan berbangsa. Terkait dengan prinsip dasar pergaulan antar manusia,  terdapat sembilan prinsip yang perlu dibina dalam kehidupan bermasyarakat yaitu toleransi, kedamaian, memenuhi janji, menghargai kehormatan manusia, kesatuan, persamaan dan persaudaraan umat manusia, memegang teguh nilai keutamaan, kasih sayang dan menghindari kerusakan, menegakkan nilai keadilan serta mempertahankan kebebasan.

Keluarga aktivis, dalam pergaulan dan kehidupan bersama, berkomitmen untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut: Pertama, ikut memikirkan dan memperhatikan baik dan buruknya masyarakat. Kedua, rela serta ikhlas menyumbangkan tenaga, pikiran, dan harta bendanya dalam batas-batas yang digariskan syariat untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Ketiga, berusaha memakmurkan dan meramaikan masjid, musala, pesantren, dan tempat-tempat pengajian lainnya. Keempat, mengikuti peraturan yang berlaku karena peraturan dan undang-undang pada hakikatnya adalah alat untuk mengatur  kehidupan suatu masyarakat.

Kelima, terlibat dalam aktivitas organisasi kemasyarakatan, khususnya Muhammadiyah-’Aisyiyah dan ortom persyarikatan sebagai alat dakwah untuk mewujudkan visi ideal tegaknya ajaran Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Dalam kehidupan masyarakat, keluarga aktivis perlu melandasi diri dengan semangat persaudaraan dan semangat kekeluargaan sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa setiap muslim antara yang satu dengan yang lainnya adalah bersaudara. Pernyataan ini diperkuat firman Allah di dalam al-Quran surat al-Ma’idah [5]: 2 (yang artinya), “bertolong-tolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan sekali-kali bertolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.

Related posts
Berita

Dambakan Keluarga Sakinah, PRA Tirtonirmolo Barat Adakan Pengajian Keluarga

Bantul, Suara ‘Aisyiyah – “Doa sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 200 s.d. 201 menjadi landasan bagi umat Islam dan khususnya segenap…
Berita

Irman Gusman Berkomitmen Jadikan Masjid Taqwa Muhammadiyah Ikon Religius Sumatera Barat

  Padang, Suara ‘Aisyiyah – Anggota DPD RI, Irman Gusman, mengadakan kegiatan reses di Masjid Taqwa Muhammadiyah, Sumatera Barat, pada Senin (16/12)….
Lensa OrganisasiSejarah

Di Mana Aisyiyah Ketika Masa Revolusi Indonesia?

Oleh: Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi* Tahun ini, Indonesia telah memasuki usia yang ke-79. Hal ini menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan para pendahulu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *