Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Gagasan tentang Catahu (Catatan Tahunan) pada 2001 berangkat dari kebutuhan mendesak untuk menghadirkan data secara nasional mengenai kasus kekerasan terhadap perempuan yang saat itu belum tersedia. Apalagi, situasi Indonesia pada awal masa reformasi belum terlalu kondusif; berbagai konflik terjadi di banyak wilayah di tanah air.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam Peluncuran Hasil Kajian 21 Tahun Catahu Komnas Perempuan Tahun 2001 s/d 2021 yang diselenggarakan pada Selasa (20/6) secara hybrid. Menurutnya, Catahu dimaksudkan untuk membuka ruang pengetahuan berbasis pengalaman perempuan sebagai korban dari berbagai konteks persoalan yang ia hadapi.
Catahu mulanya dilansir/diluncurkan dalam waktu yang beragam tiap tahunnya. Baru sejak tahun 2004, peluncuran itu secara rutin dilakukan pada bulan Maret, berbarengan dengan Hari Peringatan Perempuan Internasional pada 8 Maret. Bahwa ia bisa hadir secara rutin dan konsisten selama lebih dari 2 dekade, menurut Andy, adalah karena ada kerja bersama yang terus dibangun dengan rekan-rekan mitra Catahu, lembaga pelayanan, institusi penegak hukum, dan sebagainya.
Saat ini, hampir 1800 organisasi yang terlibat dalam penyusunan Catahu. Andy mengatakan bahwa keterlibatan berbagai organisas itu dilakukan atas nama suka rela yang sejati, sebab Komas Perempuan tidak menawarkan apapun sebagai imbalannya. “Atas semua kesediaan dan kerja sama itu, Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya dan berharap kerja sama ini dapat dilanjutkan di masa mendatang,” ungkapnya.
Untuk dapat membangun pemahaman yang utuh tentang persoalan kekerasan terhadap perempuan, Andy menambahkan, Catahu sedari awal sangat mawas untuk tidak hanya menghadirkan data-data kuantitatif, karena data tersebut seringkali menjadi jebakan informasi. Data kuantitatif dipakai untuk membaca tren atau kecenderungan, tapi untuk pendalaman dilakukan analisis kualitatif dari sejumlah isu-isu utama.
Andy mengungkapkan bahwa dokumentasi selama 21 tahun mengenai capaian, stagnansi, bahkan kemunduran dari upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, serta modalitas hambatan, tantangan, dan strategi yang dibangun oleh gerakan perempuan menjadikan Catahu punya peran strategis dalam merekam jejak juang gerakan perempuan.
Baca Juga: Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan tantangan terbesar yang dihadapi dalam proses penyusunan Catahu ini, yakni mengkompilasi data berskala nasional. Tantangan itu disebabkan setiap lembaga punya instrumen dan sumber daya yang berbeda dalam penanganan kasus. Kondisi faktual ini memengaruhi naik atau turunnya data kekerasan yang dilaporkan kepada Komnas Permepuan.
Sebagai pungkasan, Andy menyampaikan sebuah refleksi 21 tahun Catahu. Menurutnya, dari informasi yang terkumpul selama 21 tahun, salah satu fitur atau karakteristik yang bisa langsung dilihat adalah bahwa jumlah pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender terus bertambah setiap tahunnya.
“Hal ini perlu kita maknai secara positif, yaitu meningkatnya keberanian korban dan dukungan serta akses korban untuk melaporkan kasusnya. Keberanian dan dukungan bagi korban untuk melaporkan kasusnya ini erat dengan kepercayaan di dalam masyarakat yang bertumbuh bahwa akan ada tindak lanjut pada laporan yang diberikan,” kata Andy.
Pelaporan perempuan korban itu juga berkait erat dengan pengetahuan tentang ke mana dia bisa melaporkan kasusnya, kehadiran lembaga layanan yang terjangkau, dan kemudahan melaporkan kasusnya. “Tapi penting dicatat, bahwa meskipun dia bertambah, lebih banyak lagi korban yang sebetulnya belum mau atau belum berani melaporkan kasusnya,” imbuhnya.
Oleh karena itu Andy , mewakili Komnas Perempuan, Andy Yentriyani berharap bahwa dalam pengembangan indikator pembangunan hukum di Indonesia, penurunan jumlah pelaporan kasus tidak boleh dijadikan target pembangunan. Indikator keberhasilan, menurutnya, adalah dengan menunjukkan perkembangan keberhasilan penyikapan, baik dari aspek pencegahan maupun penanganannya. (sb)