Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Konferensi Mufasir Muhammadiyah III pada Kamis–Ahad (28-31/8/25) di Kulonprogo, DIY. Forum strategis ini diselenggarakan sebagai upaya mempercepat penyusunan Tafsir at-Tanwir.
Tafsir ini merupakan sebuah karya monumental Muhammadiyah yang ditargetkan rampung pada tahun 2027 sekaligus bertepatan dengan seratus tahun Majelis Tarjih dan Tajdid.
Dengan mengusung tema “Mewujudkan Tafsir at-Tanwir Muhammadiyah sebagai Landasan Gerak Pemikiran Tajdid yang Responsif dan Dinamis untuk Memajukan Indonesia dan Mencerahkan Semesta”, konferensi ini menghadirkan para mufasir Muhammadiyah dari dalam dan luar negeri.
Tujuannya tidak semata memperkuat jejaring mufasir, tetapi juga merumuskan gagasan penafsiran Al-Quran yang kontekstual, moderat, dan berkemajuan.
Dalam Khutbah Iftitah, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan bahwa urgensi utama penyusunan tafsir ini bukan hanya untuk kepentingan internal Muhammadiyah, melainkan juga kontribusi besar bagi khazanah tafsir Al-Quran di dunia Islam.
Menurutnya, Tafsir at-Tanwir akan menjadi panduan umat memahami Al-Quran secara utuh sebagai sumber nilai Islam yang membimbing manusia membangun peradaban khairu ummah.
“Lewat tafsir ini kita bisa menghadirkan Islam yang mencerahkan, yang bukan hanya relevan bagi umat dan bangsa, tetapi juga memberi rahmat bagi kemanusiaan semesta,” ujarnya pada Kamis (28/8/25).
Haedar juga menyinggung isi Tafsir at-Tanwir jilid pertama yang mengulas epistemologi dan kosmologi Al-Quran, khususnya penafsiran atas Q.s. Al-Baqarah ayat 29–30, sebagai kunci penting dalam merelasikan ajaran ilahi dengan realitas kehidupan.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menjelaskan bahwa konferensi ini menjadi sarana seleksi sekaligus penguatan kapasitas mufasir Muhammadiyah.
Dari 89 naskah tafsir yang masuk, sebanyak 51 terpilih untuk dipresentasikan dan disempurnakan melalui forum ini.
“Konferensi Mufasir ini bertujuan menjaring penulis Tafsir at-Tanwir yang kompeten, sekaligus memperkuat kolaborasi dalam penulisan 30 juz secara sistematis,” jelasnya.
Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan Seminar Nasional yang menghadirkan Menteri Agama, Nazaruddin Umar, yang menekankan pentingnya memahami Al-Quran secara kontekstual dan transformatif.
Baca Juga: Mohammad Diponegoro: Pionir Puitisasi Terjemahan Al Quran
Menurutnya, Al-Quran bukan hanya kitabullah tetapi juga kalamullah, sebuah himpunan makna yang luas seperti halnya bangunan yang tersusun dari beragam elemen.
Ia menyayangkan masih banyak kalangan yang memahami Al-Quran secara kaku dan tekstual, sehingga sulit menghadirkan tafsir alternatif yang dinamis.
“Kelemahan umat kita hari ini adalah sangat paham masalah fikih, tapi tidak paham usul fikih. Mereka ibarat memanjat sebuah pohon, namun berpegang pada ranting rapuh ketimbang batang yang kokoh,” tegasnya.
Di sinilah pentingnya mengembangkan tafsir yang tidak berhenti pada tataran tekstual, melainkan menuntun umat pada pemahaman yang transformatif.
Senada dengan itu, Din Syamsuddin, dalam paparannya mengangkat tema “Manhaj Tafsir al-Qur’an Transformatif”, menekankan perlunya metode penafsiran yang mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga keotentikan pesan Al-Quran.
Selain itu, konferensi juga menghadirkan Parallel Session pada Jumat-Sabtu (29-30/8/25) yang menjadi ruang bagi para peserta untuk mempresentasikan sekaligus menyempurnakan naskah tafsir yang mereka tulis.
Dalam forum ini, para pemakalah tidak hanya menyampaikan gagasannya, tetapi juga diuji argumentasinya oleh para pakar agar lahir penafsiran yang kokoh secara metodologis.
Peserta konferensi ini meliputi pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid, para mufasir Muhammadiyah, serta penulis terpilih dari call for paper.
Melalui forum ini diharapkan lahir jejaring mufasir yang solid, bertambahnya penulis Tafsir at-Tanwir yang berkompeten, serta tersusunnya strategi penulisan 30 juz secara sistematis, termasuk rencana penyelesaian juz 25–30.
Setelah seluruh sesi selesai, pada Sabtu (30/8/25) konferensi akan ditutup dengan rapat pleno yang merangkum hasil diskusi sekaligus merumuskan tindak lanjut penyusunan Tafsir at-Tanwir ke depan.
Konferensi Mufasir Muhammadiyah III menandai langkah penting bagi Muhammadiyah dalam mempercepat penyusunan Tafsir at-Tanwir.
Melalui forum ini, para mufasir dihimpun untuk memperkuat kerja kolaboratif sekaligus memastikan lahirnya tafsir Al-Quran yang relevan dengan kebutuhan umat dan tantangan zaman. (Aan)-sa

