![Muhammadiyah Berkemajuan](https://suaraaisyiyah.id/wp-content/uploads/2021/08/Muhammadiyah-Berkemajuan-200x300.jpg)
Muhammadiyah Berkemajuan
Judul : Muhammadiyah Berkemajuan
Penulis : Ahmad Najib Burhani
Penerbit : Mizan
Tahun : Oktober 2016
Halaman : 216
ISBN : 978-979-433-997-8
Muhammadiyah tidak lahir di tengah ruang hampa. Ia lahir melalui pergumulan antara ruang dan waktu, antara teks dan konteks, antara sejarah dan masa depan. Melalui pergumulan itulah Muhammadiyah menegaskan identitasnya sebagai gerakan Islam Berkemajuan.
Di Muhammadiyah, gagasan berkemajuan seringkali dirujuk ke spirit dan terutama ungkapan Kiai Ahmad Dahlan, “dadijo kjai sing kemadjoean, odjo kesel anggonmu njamboet gawe kanggo Muhammadijah”. Ungkapan ini ditafsirkan oleh Ahmad Najib Burhani dengan “selalu berpikir ke depan, visioner, selalu one step ahead dari kondisi sekarang” (hlm. 39).
Sementara itu, istilah kosmopolitan (cosmopolitan) menurut Oxford English Dictionary berarti “having or showing a wide experience of people and things from many different countries” (mempunyai atau menunjukkan pengalaman luas mengenai masyarakat dan berbagai hal dari berbagai negara).
Dari ungkapan dan definisi di atas, nampak ada pertautan dan/atau kesinambungan antara konsep berkemajuan dan kosmopolitan. Jika merujuk pada literatur sejarah, sejak awal kelahirannya Muhammadiyah memang telah menjalin hubungan dengan orang dari agama, ideologi, suku, dan daerah yang berbeda.
Baca Juga: Muhammadiyah Menyemai Damai
Seiring berjalannya waktu, Muhammadiyah menyadari bahwa jangkauan hubungan itu perlu diperluas. Dalam rapat tahunan (Jaarvergadering) Muhammadiyah pada 1923, seorang utusan dari Muhammadiyah Bajarnegara dan Betawi mengajukan usulan menarik terkait perluasan jangkauan hubungan itu.
Sebagaimana dicatat Sekretaris HB Muhammadiyah, R. Ng. Djojoseoegito, utusan dari Banjarnegara mengusulkan “soepaja Moehammadijah berhoeboengan dengan perserikatan Islam di mana-mana”. Tak cukup dengan itu, utusan dari Betawi mengusulkan “soepaja Moehammadijah meloeaskan toedjoeannja terhadap kepada doenia Islam segenapnja, jalah menghoeboengkan toedjoean dengan pergerakan Islam di benoea Europa, Britisch, India, Mesir, dan lain-lainnja”.
Dua usulan itu menunjukkan bahwa sejak dulu warga Muhammadiyah telah mempunyai kesadaran kosmopolitan. Alam pikiran mereka tidak hanya terbatas pada Jawa dan Indonesia, tapi sudah menjangkau dunia.
Menjadi Bagian dari Warga Dunia
Dalam konteks globalisasi, warga Muhammadiyah merupakan bagian dari warga dunia. Oleh karenanya, perbedaan golongan, suku, etnis, ideologi, agama, bahkan negara tak lagi menjadi alasan apalagi penghalang untuk saling menjalin kerja sama, dialog, dan membangun solidaritas kemanusiaan.
Kesadaran kosmopolitan yang dimiliki Muhammadiyah itu meniscayakan adanya tanggung jawab kemanusiaan universal. Menurut Najib Burhani, “…karakter kosmopolitanisme yang dikembangkan Muhammadiyah diharapkan menjadi wahana untuk dialog antarperadaban” (hlm. 60).
Baca Juga: Fonds-Dachlan: Program Internasional Pertama Muhammadiyah
Upaya menjalin hubungan dengan warga dunia, serta bekerja sama dan bersolidaritas atas nama kemanusiaan universal itu merupakan implementasi dari ajaran Islam yang terkandung misalnya dalam QS. al-Hujurat [49]: 13 dan QS. al-‘Ashr [103]: 1-3. Bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang bertakwa, berbuat kebaikan, dan saling mengingatkan kepada segenap manusia. (brq)