Oleh: Mufdlilah*
Menyusui merupakan kegiatan pemberian air susu ibu (ASI) kepada anak secara langsung tanpa menggunakan dot atau botol. Banyak manfaat menyusui bagi bayi dan ibu, seperti mengurangi stres dan menghindari kecemasan pada ibu. Menyusui menjadi sebuah intervensi untuk memelihara kelangsungan hidup bayi. Asupan ASI pada bayi dapat mencegah terjadinya stunting yang tak jarang diikuti dengan kematian.
Kecukupan asupan ASI merupakan salah satu hal penting dalam masa pengasuhan krusial 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dimulai sejak dalam kandungan sampai usia dua tahun (tetapi kemudian karena rumusan 1.000 HPK itu belum memadai, maka diperkenalkan konsep pengasuhan 8.000 HPK, yakni dimulai sejak anak masih dalam kandungan sampai usia 19 tahun). Waktu selama 8.000 HPK merupakan fase sensitif yang menentukan perkembangan seseorang dalam pencapaian potensi penuh sebagai orang dewasa.
Oleh karena pentingnya pemberian ASI pada bayi, pemerintah terus mendorong dan menggencarkan pemberian ASI, terutama ASI secara eksklusif, yakni pemberian ASI untuk bayi sejak baru lahir hingga berumur 6 bulan tanpa digantikan oleh minuman serta makanan lain. Sejauh ini cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia sudah mencapai target 80%.
Kendala Menyusui
Dalam masa-masa menyusui, ibu sering mendapati kendala. Salah satunya ialah munculnya rasa pegal atau nyeri di daerah pinggang, punggung, leher, lengan atas, pergelangan tangan, bahkan nyeri pada kaki. Berbagai keluhan ini dapat disebabkan oleh posisi saat menyusui yang salah atau tempat duduk yang kurang ergonomis.
Pada ibu primipara (melahirkan anak pertama), kendala dan masalah itu menjadi lebih besar kemungkinannya untuk muncul. Hal ini karena mereka umumnya belum mendapatkan informasi dan edukasi pada masa kehamilan tentang hal ihwal menyusui, bahkan hingga pada masa menyusui pun pengetahuan itu sering belum mereka dapatkan.
Baca Juga: Cara Membangun Bonding dengan Anak untuk Ibu Pekerja
Mereka, misalnya, kurang mengetahui masalah kelancaran ASI dan posisi menyusui yang benar. Saat menyusui kebanyakan ibu cenderung memajukan leher, tidak bersandar pada kursi sehingga terjadi ketegangan otot punggung. Selain itu, ibu juga sering membungkuk sehingga menekan persendian dan otot yang menyebabkan pegal, nyeri leher, bahkan sakit kepala. Oleh karena itu, mereka perlu mendapat pengetahuan tentang cara menyusui dengan benar.
Masalah penting lain yang biasanya kurang diketahui oleh ibu primipara ialah perlunya membangun bounding attachement (kelekatan ibu dan anak) terkait dengan peran barunya sebagai orang tua. Kadang kala terjadi ibu primipara enggan atau bahkan tidak mau memberikan ASI kepada bayinya. Jika masalah ini dibiarkan, tentu sangatlah merugikan bagi kesehatan bayi juga si ibu sendiri. Kekurangan ASI dapat membuat bayi rentan sakit, bahkan menjadi pemicu utama terjadinya stunting.
Mengingat pentingnya memberikan ASI kepada bayi, diperlukan upaya untuk mendukung ibu agar dapat menyusui secara lancar, nyaman, dan tetap sehat. Salah satu upaya tersebut adalah mencegah atau mengurangi keluhan atau gangguan kenyamanan fisik ibu.
Kiat dan Inovasi Mendukung Ibu Menyusui
Setelah melahirkan atau sedang dalam masa menyusui, ibu rentan untuk mengalami beberapa keluhan otot dan sendi. Hal ini dapat mengurangi aktivitas fungsional sehari-hari seperti kesulitan duduk dan berdiri lama, kesulitan aktivitas lain, seperti memasak, menyapu, mengangkat benda, dan lainnya.
Untuk menghindari keluhan selama masa menyusui, ibu menyusui dapat melakukan latihan peregangan (stretching) sebelum dan sesudah menyusui. Peregangan merupakan suatu tindakan atau latihan untuk meminimalisasikan risiko dan bahaya. Latihan peregangan pada ibu menyusui dapat meningkatkan kebugaran fisik, mengoptimalkan gerakan, meningkatkan relaksasi fisik, serta mengurangi risiko cedera sendi dan otot. Stretching dapat menghindari gangguan fungsional tubuh seperti ketidaknyamanan dan mudah lelah.
Selain itu, ketidaknyamanan saat menyusui dapat diatasi dengan mengambil posisi menyusui yang benar, memperhatikan faktor ergonomi tempat dan cara duduk, mengusahakan lingkungan yang nyaman, menjaga asupan gizi ibu secara memadai, dan adanya dukungan keluarga.
Akan tetapi, pada kenyataannya masih ada kendala lain dalam pemberian ASI, terutama ASI Eksklusif. Salah satunya ialah jumlah ASI yang keluar tidak mencukupi atau tidak lancar. Untuk membantu memecahkan permasalahan ini ialah dengan memberikan rangsangan pijat oksitosin. Pijat oksitosin adalah pemijatan dengan teknik-teknik tertentu untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin.
Apa Itu Hormon Oksitosin?
Oksitosin adalah hormon yang berperan dalam mempelancar pengeluaran ASI. Hormon ini terdiri atas asam amino dan diproduksi di hipotalamus, bertindak sebagai neurotransmitter, yakni pembawa sinyal antarsel-sel syaraf. Hormon oksitosin juga terlibat dalam mengatur sistem peredaran darah dan jantung serta meningkatkan kekebalan tubuh terhadap stres, kesehatan mental, dan perilaku sosial.
Hormon oksitosin mendukung munculnya rasa aman dan afeksi sosial yang ditandai dengan immobility without fear (oksitosin mempromosikan keadaan relaksasi fisiologis berdasarkan suka sama suka). Hal ini terjadi pada proses kelahiran, menyusui, menjadi ibu, dan hubungan seksual. Hormon oksitosin dapat melindungi ibu dan anak dari rasa sakit saat melahirkan, dan dapat membantu melindungi terhadap depresi setelah melahirkan.
Baca Juga: Penyakit Mag dan Asam Lambung: Serupa Tetapi Tak Sama
Hormon oksitosin juga bekerja mendukung perkembangan manusia dengan memberikan nutrisi langsung dalam bentuk ASI, dan ikatan emosional antara ibu dan anak. Hormon oksitosin meningkatkan kesehatan emosi ibu dan anak, mendorong kepekaan sosial yang diperlukan untuk membangun perilaku sosial manusia, dan membesarkan anak yang sehat secara emosional. Oleh karena itu, secara populer, hormon ini sering disebut sebagai hormon cinta.
Hormon oksitosin secara tidak langsung memfasilitasi perkembangan pemikiran kompleks, masyarakat terstruktur, dan bahasa. Hormon oksitosin tidak bertindak secara tersendiri, tetapi berinteraksi dengan vasopressin. Hal ini dapat memungkinkan tubuh beradaptasi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai kemungkinan situasi di masa depan. Hormon oksitosin mendukung pertumbuhan selama perkembangan, ketahanan, dan penyembuhan seluruh tubuh, karena oksitosin memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi (radang/infeksi).
Kursi Oksitosin
Mengingat pentingnya hormon oksitosin dalam proses menyusui, kini para ahli teknonlogi kesehatan telah melahirkan sebuah inovasi yang disebut kursi oksitosin ibu menyusui (korsimu). Korsimu ini merupakan kursi yang dirancang sesuai kebutuhan dan posisi ibu menyusui. Dengan desain yang ergonomis, kursi ini mampu memberikan kenyamanan pada ibu yang sedang menyusui sekaligus merangsang keluarnya hormon oksitosin. Korsimu ini sangat membantu para ibu menyusui yang sulit untuk mendapatkan ahli pijat oksitosin.
Korsimu didesain secara ergonomis, mempunyai sandaran pada punggung yang dapat mengurangi tekanan pada tulang belakang dan beban pada bagian tulang belakang (beban fixator yang melibatkan sendi facet). Dengan sandaran ini ibu dapat duduk dalam posisi relatif tegak dan rileks. Bagian punggung korsimu memiliki bantalan yang dilengkapi dengan alat-alat pemijat yang berfungsi untuk memberikan pijatan seperti pijat oksitosin sehingga membantu meningkatkan pengeluaran ASI.
Selain itu, korsimu memiliki sandaran tangan kanan dan kiri, bantalan tangan ibu saat memangku bayi, tempat duduk yang sesuai dengan tubuh, pijakan kaki, dan dilengkapi media musik instrumental. Korsimu dapat digunakan secara mandiri, tanpa bantuan orang lain dan memberikan rasa nyaman, mengurangi keluhan pegal saat menyusui. Dengan demikian, korsimu dapat memberikan pengaruh terhadap pengeluaran hormon oksitosin.
Oksitosin yang dilepaskan ini berpengaruh pada denyut jantung sehingga menyebabkan kontraksi otot pada kelenjar susu. Korsimu merupakan sebuah inovasi dalam dunia kesehatan yang sangat berguna untuk membantu mengatasi permasalahan menyusui terutama sindrom ASI kurang dan permasalahan ketidaknyamanan saat menyusui.
*Dosen Program Studi Kebidanan Unisa Yogyakarta