Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Beberapa saat setelah memasuki waktu Asar, Sabtu (18/11), ibu-ibu berbatik nuansa hijau dan berkerudung kuning mulai mengisi ruang GOR Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Inilah saatnya sidang muktamar memasuki Pleno II di mana Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, memberikan pidato iftitah.
Mula-mula, ia menyampaikan, “Ini sebuah kenikmatan yang luar biasa bagi kita semua, bagi persyarikatan kita.” Sebabnya, muktamar yang sudah tertunda nyaris tiga tahun ini akhirnya bisa dilakukan secara hybrid.
Selain itu, Noordjannah juga mengungkapkan rasa terima kasih di hadapan audiens, termasuk perwakilan wilayah ‘Aisyiyah se-Indonesia. Menurutnya, proses modifikasi regulasi muktamar telah menjadi referensi model untuk persidangan ke depannya.
Dimana pada model muktamar kali ini, ia menjelaskan, “Materi sudah dikirim sebelumnya, anggota musyawarah wilayah dan daerah sudah mendiskusikan sebelumnya.” Menurutnya, model ini sebetulnya memiliki kelebihan karena membuat masukan-masukan yang diberikan menjadi lebih kaya.
Di antara isi pidatonya, Ketua PP ‘Aisyiyah itu kembali menyinggung tentang ideologi Perempuan Berkemajuan. Itu dimaknainya sebagai alam pikiran dan kondisi kehidupan perempuan yang maju dalam segala aspek kehidupan tanpa mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural sejalan dengan ajaran Islam.
Penguatan ideologi ini tertuang dalam Risalah Perempuan Berkemajuan yang juga masuk dalam salah satu agenda pleno Muktamar ‘Aisyiyah. Noordjannah memberikan penekanan dengan kalimat segar, “Jangan sekali-kali bawa ideologi lain, akan diajak diskusi panjang dengan ibu-ibu ‘Aisyiyah nanti.” Segera itu disambut oleh tawa ringan audiens di GOR UMS. (Ahimsa W. Swadeshi)