Tuban, Suara ‘Aisyiyah – Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Tunas Melati Muhammadiyah Putri Tuban menerima tamu dari Pegadaian Syari’ah Gresik, Rabu (14/4). Kedatangan tim dari Pegadaian itu untuk bersilaturahim, memberi bingkisan Ramadhan, sekaligus buka bersama pengurus dan santri LKSA Tunas Melati.
“Terima kasih atas perhatain dari Pegadaian Syari’ah Gresik serta perwakilannya yang ada di Tuban,” ucap Ketua LKSA, Sukarno.
Sukarno menjelaskan, LKSA Putri baru berdiri kurang lebih satu tahun dan menerima amanah dari masyarakat untuk mengkader santriwati demi regenarasi dalam misi dakwah Islam.
“Sebenarnya ini kita desain untuk pondok, namun perizinan kita sudah terlanjur bernama Lembaga Kesejahteraan Anak yang tadinya panti asuhan, namun kebijakan Menteri Sosial untuk dihilangkan dan diganti menjadi LKSA,” ucap Sukarno.
Tujuan Muhammadiyah Tuban mendirikan LKSA baik putra maupun putri, kata dia, adalah untuk menampung anak-anak yang secara ekonomi kurang mampu agar dapat memperoleh pendidikan yang layak.
Sukarno menuturkan bahwa tahun 2019 proses wakaf bangunan yang ditempati LKSA Putri tersebut. Sesuai permintaan wakifnya adalah agar didirikan pondok putri. Sampai saat ini baru bisa menerima santri sebanyak 10 orang. “Antusias masyarakat untuk menitipkan putrinya ke sini tinggi, namun karena keterbatasan fasilitas sehingga tahun ini kami hanya baru bisa menerima 10,” ucapnya.
Baca Juga: Perempuan dalam Bingkai Filantropi
Dengan bertambahnya jumlah santri, walaupun dalam keterbasan, pengurus LKSA berusaha untuk menambah dua ruang lagi untuk santri baru nanti. Sukarno juga mengatakan, sebelumnya dia sudah mengajukan proposal ke Pegadaian Syari’ah, namun untuk sementara pihak Pegadaian baru bisa memberikan santunan. Hal tersebut untuk mempermudah pertanggungjawaban.
Sementara itu, kepala kantor Pegadaian Syari’ah Gresik Musyarifah menuturkan, kedatangan mereka untuk bersilaturahim sekaligus berbagi dengan LKSA Tunas Melati di momen Ramadhan. “Kami menyampaikan bingkisan atau sembako yang merupakan program dari kami yang disebut dengan DKU yaitu Dana Kebajikan Umat,” tuturnya.
Selanjutnya, kata dia, Dana Kebajikan Umat hanya boleh dikelola untuk kegiatan-kegiatan bersifat sosial, pendidikan, literasi dan juga pembangunan bersifat solial. Untuk pembangunan yang bersifat sosial, durasi pengajuannya relatif memakan waktu yang panjang, harus survei lokasi dan disesuaikan dengan dana yang dimiliki.
“Ini masih bulan April, jatahnya masih sampai satu tahun. Tidak apa-apa kita terima dulu poroposal yang diajukan, mungkin belum rejekinya tahun ini, siapa tahu tahun yang akan datang,” tandasnya.
Dia juga mengatakan, Muhammadiyah melalui ortom ‘Aisiyah juga bisa mengajukan proposal untuk kegiatan sosial, misalnya pelatihan kewirausahaan atau pengajian yang isinya tidak hanya membahas masalah ibadah saja, tetapi juga muamalah.
Dalam kesempatan itu, Musyarifah juga memperkenalkan Pegadaian Syari’ah. Menurut dia, masyarakat Indonesia mayoritas muslim, namun dalam transaksi muamalah, banyak yang belum bertransaksi secara syariah. “Masyarakat kita tahunya Pegadaian itu sama, padahal produk kita seluruhnya berdasarkan fatwa MUI,” kata dia.
Pegadaian Syari’ah dan Pegadaian Konfensional, kata dia, serupa tapi tak sama. Perbedaannya terletak pada akadnya. Ibaratnya memakan sepotong ayam, rasa dan harganya sama namun prosesnya berbeda sehingga jatuh hukumnya jadi berbeda. (Iwan Abdul Gani/sb)