Jayapura, Suara ‘Aisyiyah – Sabtu (29/1), Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Papua menyelenggarakan sosialisasi hukum tentang UU Penghapusan KDRT dan UU Perlindungan Anak bagi pelajar di SMA Muhammadiyah Jayapura. Sosialisasi ini diikuti oleh 30 peserta dan dilaksanakan secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sosialisasi menghadirkan advokat yang juga dosen Universitas Muhammadiyah Papua dan narasumber lain yang menyampaikan materi dengan topik Dating Violence.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua PWA Papua Wahyu Widayati menyampaikan bahwa penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini masih lemah, tak terkecuali dalam upaya melindungi masyarakat lemah seperti perempuan dan anak-anak. Masih kuatnya persepsi tentang perempuan sebagai subordinat atau berada di bawah kaum laki-laki di kalangan masyarakat membuat praktik kekerasan dalam rumah tangga hingga saat ini masih terus terjadi.
“Atas dasar itulah kami menyelenggarakan sosialisasi ini, dengan harapan semua peserta dapat berperan aktif dalam upaya mengurangi praktik kekerasan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, “kondisi pandemi memang berat, tetapi kita harus bangkit dengan optimis. Para pimpinan ‘Aisyiyah harus istikamah, baik di kala berat maupun ringan dalam menjalankan tugas organisasi.
Dalam beberapa kasus, jelas dia, penyebab KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga didasari oleh faktor ekonomi. Padahal, seyogyanya rumah dipercaya merupakan tempat yang paling aman dan nyaman untuk ditempati, juga sebagai tempat bermuaranya seluruh petualangan dan kelelahan.
Baca Juga: Mengenal Kekerasan Berbasis Gender Online
Secara Nasional Komisi Nasional/Komnas Perempuan, dalam Catatan Tahunan (Catahu) jumlah kasus kekerasan sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus. Di antaranya, 8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan Komnas Perempuan, dan kasus yang paling menonjol adalah kasus kekerasan rumah tangga sebanyak sebanyak 79% (6.480 kasus).
Hal itu terjadi tidak lain karena KDRT terjadi dalam lingkup personal yang penuh muatan relasi emosi, sehingga penyelesaiannya tidak segampang kasus-kasus kriminal dalam konteks publik. Ia menjelaskan, kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan pidana, yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku sehingga harus dilakukan tindakan hukum.
Hal tersebut, lanjut Widayati, bertujuan untuk menekan tindakan kriminal kepada perempuan dan anak pada khususnya yang paling sering menjadi korban. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas dan berakhlak mulia.
“Sosialisasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses kontrol sosial untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Dibutuhkan suatu kesadaran yang timbul dalam diri seseorang untuk mentaati dan melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, yang disebut dengan kesadaran hukum. Namun kesadaran hukum tersebut tentunya tidak begitu saja tumbuh dengan sendirinya pada diri seseorang, tetapi perlu adanya suatu proses yang relatif panjang untuk menumbuhkannya,” paparnya. (Euis Siti Romlah)