Oleh: Arnabun
Stres bisa dialami oleh semua kalangan, mulai dari usia anakanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Ada begitu banyak definisi yang menjelaskan pengertian stres. Mayoritas orang menyebut stres sebagai sesuatu yang terjadi kepada mereka, baik berupa kejadian yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan. Sebagian lagi mendefinisikan stres sebagai sesuatu yang berpengaruh pada tubuh, pikiran, dan perilaku sebagai wujud respons terhadap suatu kejadian. Pengertian stres yang lain ialah suatu respons individu terhadap peristiwa yang mengancam. Tidak selamanya stres berdampak negatif. Stres ternyata juga dapat memberikan dampak positif karena stres dapat memotivasi seseorang untuk menjadi lebih produktif dan tangguh.
Sayangnya, yang lebih sering mengemuka adalah stres yang berdampak negatif dan tidak jarang hal ini berada di luar batas kemampuan dan kontrol seseorang.
Nah, dalam kasus seperti ini orang memerlukan manajemen stres. Apa yang dimaksud dengan manajemen stres itu? Manajemen stres adalah teknik untuk mengelola stres yang dihadapi, sekaligus sebagai suatu intervensi yang dapat membuat individu tetap sehat, memiliki kinerja yang baik, dan hidup secara lebih produktif.
Dalam keseharian, setiap individu tidak akan pernah terlepas sepenuhnya dari masalah. Mulai dari masalah yang berkaitan dengan keluarga (anak, orang tua), pekerjaan, hubungan interpersonal, hingga kehidupan sosial kemasyarakatan. Misalnya anak-anak rewel dan banyak tuntutan, banyaknya kebutuhan yang harus dibeli, tagihan yang harus dibayar pada akhir bulan, pekerjaan kantor yang menumpuk dengan tenggat yang mepet. Masalah-masalah seperti itulah yang sering disebut sebagai stres dalam nuansa negatif. Adapun stres yang bernuansa positif (eustress) misalnya adalah persiapan pernikahan, kelahiran anak, promosi jabatan, dan kelulusan.
Dari kedua gambaran mengenai stres tersebut dapat dilihat bahwa inti dari stres adalah adanya keterlibatan kejadian dan respons kita terhadap kejadian itu. Namun, hal terpenting yang menjadi faktor kritis adalah bagaimana menanggapi situasi itu.
Pemicu Stres
Ada beberapa sumber yang dapat dikategorikan sebagai pemicu munculnya stres. Sumber pemicu itu adalah, pertama, tensi psikis, yaitu suatu keadaan ketika kita mengalami ketegangan atau tekanan mental. Contohnya menanggung utang, menghadapi ujian akhir sekolah, dan kehilangan orang terdekat.
Kedua, frustrasi, yakni kekecewaan karena ambisi atau cita-cita kita terhambat oleh sesuatu atau gagal sama sekali. Misalnya terpaksa putus sekolah, gagal panen, dan perceraian.
Ketiga, konflik, yaitu situasi tegang, cemas, dan bingung sebab sulit menentukan pilihan di antara berbagai pilihan dengan akibat yang sama-sama berat. Contohnya pasangan suami istri yang tidak dapat hidup rukun sehingga harus memilih bercerai atau mempertahankan pernikahan.
(4) Krisis, yaitu suatu keadaan tak menentu, kacau, akibat dari peristiwa atau perubahan penting atau besar, sementara itu upaya untuk mengatasinya tidak dapat kita lakukan. Contohnya adalah terjadinya bencana alam dan kematian seseorang yang kita cintai. Saat menghadapi stres, secara umum ada dua aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek pengaturan (regulasi) emosi dan pencarian penyebab atau sumber stres (stressor).
Pengaturan emosi diperlukan agar saat menghadapi stres, individu dapat menghindari, meminimalkan, dan menghilangkan perasaan tidak menyenangkan akibat stres.
Saat mengurangi rasa tidak nyaman ini, banyak orang melampiaskannya dengan cara seperti makan atau minum berlebihan, menonton televisi, dan menggunakan obat-obatan. Cara ini tentu saja belum mengatasi sumber atau penyebab stres yang sebenarnya, tetapi baru mengurangi gejalanya.
Baca Juga: Nahkoda Baru BEM Stikes ‘Aisyiyah Palembang Periode 2024-2025 Resmi Dilantik
Oleh karena itu, kita perlu menangani aspek kedua, yaitu mencari sumber stres. Caranya ialah dengan mengidentifikasi masalah, membuat alternatifalternatif penyelesaian, mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan dari penyelesaian masalah, dan memulai proses penyelesaian masalah tersebut. Jika penyelesaian ini membawa hasil atau perbaikan maka perlu dilanjutkan hingga optimal. Namun, jika penyelesaian itu tidak berhasil, maka diperlukan evaluasi dan mencari kembali sumber masalah sebenarnya.
Apa yang Sesungguhnya Terjadi?
Stres akan membawa efek tersendiri bagi individu yang mengalaminya, baik efek fisik maupun efek psikologis. Efek fisik misalnya adalah sakit kepala, tekanan darah tinggi, diabetes, dan bahkan sampai serangan jantung.
Sementara itu, efek psikologis antara lain adalah rasa sedih yang berkepanjangan, sering terlihat marah, melamun, dan wajah yang murung serta tegang. Berat ringannya efek yang ditimbulkan dari stres ini sangat tergantung pada kemampuan individu untuk melakukan kontrol atas kehidupannya dan inilah salah satu fondasi dalam manajemen stres.
Manajemen stres pada dasarnya merupakan upaya terarah dan rasional untuk mengatasi stres (coping stress). Upaya ini secara garis besar meliputi poin-poin berikut. (1) Strategi kognitif (cognitive strategy): usaha mengubah pikiran-pikiran negatif menjadi lebih positif ketika individu dihadapkan dengan situasi stres. (2) Strategi perilaku (behavioral strategy): usaha mengontrol tindakan-tindakan atau perilaku ketika stres. (3) Mencari dukungan sosial (social support): usaha untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang dekat, lingkungan, relasi, dan mungkin institusi yang dapat membantu mengatasi stres.
Langkah Manajemen Stres
Manajemen stres diawali dengan mengidentifikasikan sumber-sumber stres yang terjadi dalam kehidupan. Langkah ini tidaklah semudah bayangan kita. Terkadang sumber stres yang kita hadapi sifatnya tidak jelas dan tidak kita sadari. Langkah selanjutnya adalah memilih strategi untuk mengatasi sumbersumber masalah penyebab stres yang efektif. Secara umum ada dua cara yang bisa ditempuh, yakni mengubah situasi (menghindari sumber masalah) dan mengubah reaksi kita terhadap sumber stres tersebut.
Cara pertama tidak selalu dapat dilakukan karena tidak semua hal dapat kita ubah seperti yang kita inginkan. Dalam situasi seperti ini, kita dapat menempuh cara kedua, yakni mengubah reaksi terhadap penyebab stres. Kita harus berusaha menerima situasi-situasi tidak menyenangkan yang tidak dapat diubah. Hal ini sebenarnya merupakan langkah awal untuk bisa melihat sisi positif dari apa yang dialami.
Setelah itu, kita dapat melakukan langkah menurunkan standar pribadi. Tanpa disadari, kita menciptakan level-level tertentu yang ingin kita capai. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Namun, ketika kita justru merasa terbebani dan tidak nyaman dibuatnya, ada baiknya jika kita mulai berdamai dengan kondisi yang ada serta melihat kembali apa yang ingin kita capai dalam hidup.
Selain cara-cara mengatasi stres di atas, ada juga upaya lain yang juga dapat dilakukan dengan mudah dan mandiri. Upaya-upaya ini adalah sebagai berikut. Pertama, terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy/ CBT). Terapi ini pada prinsipnya merupakan upaya mengedukasi seseorang dalam mengelola pikiran dan perasaan ketika menghadapi stres.
Kedua, relaksasi dan teknik pernapasan dalam (deep breathing). Teknik ini dirancang dengan tujuan agar seseorang mampu mengurangi respons yang dianggap tidak menyenangkan ketika stres. Relaksasi ini digunakan untuk mengajarkan seseorang agar fokus pada satu objek atau ide dan menyimpan semua pikiran dan perasaannya ke dalam dirinya. Relaksasi ini dapat membantu seseorang untuk melemaskan keteganganketegangan pada otot tubuhnya secara sadar dan terkontrol. Adapun deep breathing berfungsi sebagai penunjang relaksasi, lebih terfokus pada penyerapan oksigen, melepas semua karbondioksida untuk menghasilkan tubuh
yang rileks.
Ketiga, melakukan olahraga. Olahraga bisa digunakan untuk mengurangi tekanan fisik, khususnya pada otot tubuh, meningkatkan hormon endorphin, dan menyalurkan perasaan tertentu atau perasaan marah yang dirasakan pada saat stres.
Keempat, terapkan manajemen waktu. Penerapan manajemen waktu bermanfaat untuk membantu individu dalam memanfaatkan waktu secara lebih baik dan efektif guna mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas hidup.
Kelima, lakukan aktivitas menyenangkan. Aktivitas tersebut bisa berkaitan dengan hobi atau melakukan sesuatu bersama orang yang kita sayangi.
*LPPA DIY, Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta