Oleh: Asih Indriyati
Hari Ibu di Indonesia diperingati tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Adanya pergeseran makna hari ibu yang diperingati oleh kaum milenial beberapa tahun terakhir mengaburkan makna hari ibu yang sesungguhnya. Bahkan instansi pemerintah sebagai salah satu perangkat pemerintah dalam memperingati hari ibu terkesan seremonial dan formalitas.
Latar belakang peringatan hari ibu di Indonesia berbeda dengan hari ibu di beberapa negara. Sebutan happy mother day adalah peringatan hari ibu sebagai seorang ibu dari anaknya, sedang peringatan hari ibu lebih luas pemaknaannya, yaitu peringatan sosok perempuan yang menjadi seorang ibu juga berperan dalam keluarga dan masyarakatnya.
Sejarah mencatat peringatan hari ibu diawali dengan Kongres Perempuan Pertama di Indonesia tahun 1928, beberapa pekan setelah Sumpah Pemuda. Kongres ini dihadiri 30 organisasi perempuan dengan mengusung tema perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan.
‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan menjadi salah satu peserta kongres perempuan yang diadakan di Yogyakarta tanggal 22 Desember 1928 itu. Kaburnya pemaknaan hari ibu menggugah ‘Aisyiyah untuk mengembalikan makna hari ibu sesungguhnya. Tokoh ‘Aisyiyah yang menjadi wakil dalam kongres adalah Siti Munjiah mewakili HB Moehammadijah bagian ‘Aisyiyah.
Dalam orasinya, Siti Munjiah menyatakan, “Bangsa Indonesia khususnya perempuan sudah mulai sadar dan bangun dari tidurnya yang nyenyak. Derap perjuangan telah menggema di hati kaum perempuan. Ia menggambarkan bahwa matahari telah terbit menyinari sehingga membawa kebangkitan bagi kaum perempuan dengan diselenggarakan kongres ini” (Suratmin dkk; 1991).
Tahun 1928 adalah masa Indonesia belum merdeka, tahun perempuan masih termarjinalkan. Hegemoni laki-laki mendominasi. Budaya patriarki yang mengutamakan laki-laki menjadi titik sentral, sedang perempuan hanya menjadi kekuasaan laki-laki. Tidak terbukanya akses untuk perempuan dan tingkat pendidikan yang rendah, bahkan banyak perempuan yang masih buta huruf. Siti Munjiah memberikan wawasan tentang perjuangan dan kebangkitan perempuan.
Mars Aisyiyah
Mars ‘Aisyiyah yang diciptakan oleh M Irsyad dan lirik Moch. Diponegoro adalah motivasi ‘Aisyiyah dalam langkah geraknya. Selaras dengan peringatan hari ibu, Mars ‘Aisyiyah menjadi spirit peringatan hari ibu sesungguhnya.
Wahai warga ‘Aisyiyah sejati,
Sadarlah akan kewajiban suci,
Membina harkat kaum wanita,
Menjadi tiang utama negara.
Seruan kepada seluruh warga ‘Aisyiyah untuk berjuang berdakwah menjadi perempuan berkemajuan yang bergerak karena kewajiban bukan paksaan, mengedukasi tentang kewajiban perempuan untuk diri dan lingkungannya. Paham akan harkat sebagai perempuan yang memiliki cita-cita, daya juang, kreasi, dan inovasi. Perempuan berdaya yang mampu melindungi diri dari kekerasaan, ketidakadilan dan subordnasi lingkungan. Kekerasan yang masih menghantui perempuan dan anak menjadi fokus juang perempuan ‘Aisyiyah. Gerakan perempuan yang bermartabat untuk pondasi kuat sebuah negara.
Di telapak kakimu terbentang surga,
Di tanganmulah nasib bangsa.
Dalam aktivitasnya ‘Aisyiyah bergerak antara ranah domestik dan publik. Tetap menerima kodrat hakiki perempuan yang mengandung, melahirkan, dan menyusui. Madrasah pertama putra-putrinya. Ibu baik yang menjadi perantara (wasilah) anak-anaknya menuju surga. Beriringan dengan perannya di ranah publik.
‘Aisyiyah menjadi perempuan bertanggung jawab yang mampu bertranformasi menjadi agen perubahan kesejahteraan dan kemakmuran perempuan. Persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan di ranah publik, perempuan merdeka yang mendapat pendidikan tinggi, terhindar dari hegemoni laki-laki dan memiliki akses informasi. Akses untuk mendapatkan peluang dengan berperan dalam bidang politik, ekonomi, pariwisata, hukum dan lain-lain. Spirit mars ‘Aisyiyah tentang peran perempuan sejati yang mampu membangun diri dan kelurganya serta membangun masyarakat untuk mempertahankan kedaulatan bangsanya.
Mari beramal dan berderma bakti,
Membangun Negara,
Mencipta masyarakat Islam sejati,
Penuh karunia,
Berkibarlahlah panji matahari
Menghias langit ibu pertiwi
Itu lambang perjuangan kita
Dalam menyebarluaskan agama.
Fitrah perempuan sebagai mahluk sosial adalah keinginan berbagi, memberi, dan melindungi. Memberi sesuatu yang dimiliki dengan ikhlas, berbagi dengan sesama dan melindungi sesuatu. Perempuan dengan jiwa lemah lembut, simpati dan empati, menjadi sosok ibu sebagai sandaran hidup keluarganya. Di sisi lain perempuan juga kuat dan lebih berani menghadapi kenyataan hidup.
Perempuan memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Tugas mulia yang salah satunya mencetak generasi baik untuk agama, bangsa dan negara. Ada sebuah ungkapan, “wanita adalah tiang negara, jika wanita baik maka akan baik negaranya dan jika wanita buruk akan buruk pula negaranya”.
Islam pedoman wahyu Ilahi,
Dasar kebahagiaan sejati,
Mari beramal dan berdharma bakti,
Membangun Negara,
Mencipta masyarakat Islam sejati,
Penuh karunia.
Spirit mars ‘Aisyiyah adalah tentang tingginya kedudukan perempuan dalam Islam dan pemaknaan keberagamaan yang berkemajuan. Gerak ‘Aisyiyah sebagai organisasi keagamaan bersandarkan Islam. Meyakini dengan pemahaman dan pemaknaan agama dengan benar maka menghasilkan perempuan-perempuan berkemajuan yang mampu menjadi motor perempuan dalam kemakmuran, kebahagiaan dan kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat. Terciptanya keluarga bahagia sakinah, mawaddah, dan rohmah, dan baldatun thayibbatun warobbun ghofur.
Mars ‘Aisyiyah menjadi spirit dan motivasi dalam setiap gerak langkah. Makna indah yang terkandung dalam setiap katanya memberikan kekuatan lahir bathin.