Sleman, Suara ‘Aisyiyah – “Mubaligh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang memiliki nalar progresif harus memperjuangkan perdamaian,” ujar Mega Hidayati, dalam Studium Generale Madrasah Mubaligh Progresif Muhammadiyah (MMPM) pada Kamis (23/5/2024) di Gedung Siti Walidah Lt. 4 Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
Studium Generale ini merupakan bagian dari rangkaian acara pembukaan MMPM 2024 yang diselenggarakan oleh Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman (TKK) Pimpinan Cabang (PC) IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Studium Generale MMPM 2024 dipandu oleh Zaim Hanif, Kabid TKK Pimpinan Komisariat (PK) IMM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), selaku moderator. Mengusung tema “Aksentuasi Nalar Islam Progresif,” Studium Generale MMPM 2024 menyoroti pentingnya integrasi Islam dan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan problematika masyarakat modern.
Mega Hidayati dalam sesi penyampaian materinya menguraikan tema yang diusung oleh pelaksana, yakni perlunya aksentuasi (penekanan) dalam nalar progresifitas dalam Islam dan ke-Islaman. Islam progresif menafsir ulang pesan-pesan fundamental teks-teks nash, mengonstruksi pemikiran masa lalu, dan menggunakan metodologi keilmuan terkini sehingga mampu menyelesaikan problematika kehidupan.
“Islam progresif memberikan penafsiran baru agar Islam dapat sesuai dan sejalan dengan perkembangan zaman (shalih li kulli zaman wa makan),” ujar pengajar Doktor Politik Islam UMY itu.
Baca Juga: Memaknai Tujuh Pelajaran Ahmad Dahlan
Selanjutnya, Mega memaparkan beberapa tema (fokus) dari pemikiran Islam progresif, antara lain keadilan sosial, gender, kemanusiaan, masyarakat sipil, keberagaman, dan perdamaian. Oleh karena itu, sebagai calon mubaligh progresif, kader-kader IMM harus mampu menafsirkan agama dan berbicara tentang tema-tema tersebut dalam peran ketablighannya. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
Setelah itu, Mega menjelaskan lagi bahwa semangat berkemajuan Muhammadiyah adalah semangat Islam yang progresif. Melalui gerakan tajdidnya, Muhammadiyah terus bergerak dinamis dengan modernitas dan melakukan pembaruan yang sesuai dengan konteks zaman. Sehingga, Islam menjadi ajaran nilai yang memberikan landasan bagi semua aspek kehidupan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam agama, pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, sosial-budaya, lingkungan, kemanan, kemanusiaan, dan lainnya.
Selain itu, Mega juga menekankan pentingnya para kader Muhammadiyah untuk memahami moderasi beragama yang telah lama digandrungi oleh Muhammadiyah ini. Menurutnya, moderasi beragama adalah upaya mengambil jalan tengah di antara dua kutub yang ekstrem, bukan berarti moderasi beragama adalah sikap yang tidak konsisten atau labil. Melainkan, moderasi beragama adalah upaya untuk mencegah intoleransi dan menciptakan perdamaian.
Pada akhir materi, Mega menjelaskan setidaknya ada beberapa peran yang harus diambil oleh para calon mubaligh/ghat Muhammadiyah. Pertama, mengajarkan dan mengarusutamakan Islam sebagai ajaran yang shalih li kulli zaman wa makan. Kedua, berpegang pada ijtihadi progresif (kerangka pemikiran ilmiah dengan dasar Islam). Ketiga, menjawab masalah modern dan kebutuhan terkini. Dan keempat, melakukan kontekstualisasi teks sesuai zaman. (Ramadhanur/sa)