Oleh: Evi Sofia Inayati
Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah merupakan momentum periodik yang sangat penting bagi gerakan ‘Aisyiyah. Momentum itu penting untuk (i) merefleksikan peran ‘Aisyiyah terhadap kemajuan masyarakat, terutama perempuan dan anak; (ii) menakar tantangan yang semakin kompleks dari berbagai aspek kehidupan; serta (iii) menyusun strategi gerakan yang memberi solusi atas permasalahan bangsa.
Salah satu keputusan penting dalam Muktamar ke-48 adalah dirumuskannya Risalah Perempuan Berkemajuan. Risalah Perempuan Berkemajuan merupakan kristalisasi dari pandangan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah terhadap peran perempuan sebagai hamba Allah swt. dan khalifah fil ardl yang menciptakan kemakmuran serta pencerahan bagi semesta.
Pandangan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah terkait dengan peran perempuan, secara resmi telah terdokumentasikan dalam berbagai keputusan organisasi. Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan pandangan Islam wasathiyah dan berkemajuan sesuai dengan konteks zamannya. Keputusan tersebut adalah Tuntunan Mencapai Istri Islam Yang Berarti, Adabul Mar’ah fil Islam, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, dan Fikih Perempuan.
Tuntunan Mencapai Istri Islam yang Berarti
Kongres ‘Aisyiyah ke-26 tahun 1937 melahirkan Tuntunan Mencapai Istri Islam yang Berarti. Tuntunan ini memberi pandangan mengenai mahram bagi kaum perempuan. Mahram pada tuntunan itu dimaknai sebagai “kondisi yang aman bagi perempuan untuk beraktivitas di ruang publik”. Dengan demikian, mahram bukan dimaknai sebagai figur laki-laki, tetapi kehadiran negara yang menjamin keamanan.
Dalam konteks kehidupan keluarga, perempuan harus dimuliakan, dihormati hak-haknya, dan diberikan perlakuan yang sebaik-baiknya. Hal ini karena perempuan sebagai ibu perlu mempersiapkan diri melahirkan generasi yang berkualitas. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini suami istri tidak menunjukkan kerendahan istri karena keduanya sama-sama manusia, sebagaimana firman Allah dalam Q.s. at-Taubah ayat 72,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Selan itu, Rasulullah saw. mengingatkan agar memperlakukan perempuan dengan baik, “Ingatlah! Berlaku baiklah pada perempuan karena mereka itu kawanmu. Kamu tidak mempunyai hak apa-apa atas mereka itu, kecuali kalau mereka menjalankan kejahatan yang nyata.” (H.R. At-Tirmidzi)
Adabul Mar’ah fil Islam
Muktamar Tarjih ke-17 tahun 1972 memutuskan Adabul Mar’ah fil Islam. Melalui Adabul Mar’ah fil Islam ini Muhammadiyah memberikan peneguhan pandangan tentang perempuan di ranah publik secara lebih luas. Sejatinya, kedudukan perempuan mendapatkan penghargaan dan kemuliaan yang sama dengan laki-laki di hadapan Allah swt. Perbedaan fisik merupakan anugerah dan tidak menunjukkan kerendahan kedudukan satu dengan yang lain.
Adabul Mar’ah fil Islam memperluas peran perempuan di ranah yudikatif dengan dibolehkannya menjadi hakim dan berpolitik. Hal yang juga sangat penting adalah peran perempuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Landasan normatif terhadap lahirnya pandangan tersebut antara lain firman Allah swt. yang terdapat pada Q.s. al-Hujurat ayat 13,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan an-Nahl ayat 97,
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Fikih Perempuan
Fikih Perempuan merupakan Keputusan Munas Tarjih tahun 2010. Fikih Perempuan didasarkan pada nilai tauhid, keadilan, dan kemaslahatan. Ketiga nilai dasar tersebut diimplementasikan dalam prinsip umum, yaitu kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah), kesetaraan, dan pemanfatan potensi.
Allah swt. menciptakan manusia yang berjenis perempuan dan laki-laki sebagai makhluk terbaik dengan potensi terbaik sebagaimana Q.s. al-Insan ayat 2 dan at-Tin ayat 4.
Q.s. al-Insan ayat 2,
إِنَّا خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَٰهُ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Q.s. at-Tin ayat 4,
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Allah tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki dalam hal penciptaannya. Perbedaan bentuk fisik tidak menyebabkan satu lebih rendah dari yang lain, setiap individu harus dimuliakan. Islam melarang menghina, mengolok-olok, melecehkan, dan memandang rendah orang lain dalam alasan apa pun. Kehadiran manusia berjenis perempuan dan laki-laki bertujuan agar manusia saling berpasangan, saling melengkapi, saling mengerti, dan menghargai sehingga terjalin kerja sama yang membawa kepada kemaslahatan.
Manusia diciptakan dengan potensi terbaik dan berpeluang untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sehingga manusia mampu menjadi makhluk yang berperadaban. Berlandaskan nilai dasar tersebut, Fikih Perempuan telah merumuskan sekaligus menjawab berbagai persoalan perempuan dalam bidang ibadah. Di antara persoalan itu adalah kebolehan perempuan salat di masjid, dalam situasi khusus dimungkinkan perempuan menjadi imam bagi laki-laki, otonomi perempuan untuk berpuasa sunah, dan shalat Jumat bagi perempuan.
Baca Juga: Tanfidz Keputusan Muktamar Ke-48 Aisyiyah
Sementara dalam bidang munakahah, Fikih Perempuan memberikan perhatian terhadap mu’asyarah bil ma’ruf dalam hubungan suami istri. Oleh karena itu, dalam Fikih Perempuan dijelaskan bahwa khitan perempuan tidak dianjurkan, kewajiban mencatatkan perkawinan, dan talak itu sah jika dijatuhkan di depan pengadilan. Dalam kehidupan sosial dan kebangsaan, disebutkan bahwa perempuan boleh bekerja untuk kemaslahatan, menduduki kepala pemerintahan di semua level, dan berkiprah di segala bidang kehidupan.
Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah
Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah merupakan Keputusan Munas Tarjih ke-28 tahun 2014 yang dilatarbelakangi oleh pandanganbahwa keluarga memegang kunci penting bagi kemajuan bangsa dalam rangka mencapai baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur sehingga perlu diteguhkan dan dikuatkan perannya. Perkawinan adalah mitsaqan ghalidha, ikatan yang kuat sehingga perlu diupayakan terus menerus sedemikian rupa agar tidak mudah rapuh dan putus serta benar-benar mencapai kesakinahan.
Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah merumuskan beberapa hal, di antaranya adalah konsep, asas, tujuan pembentukan dan fungsi keluarga sakinah, hakikat, pelaksanaan, tujuan, dan manfaat perkawinan Islam yang semuanya diuraikan secara mendasar. Perkawinan dalam konsep menuju Keluarga Sakinah harus didasarkan pada nilai-nilai karamah insaniyyah, kesetaraan dan keadilan, mawaddah wa rahmah (kasih sayang) yang termanifestasikan di dalam perilaku nirkekerasan dalam keluarga, saling menghargai, menghormati, dan memuliakan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam Q.s. al-Isrâ’ ayat 70; al-Mâidah ayat 8, dan ar-Rûm ayat 21.
Q.s. al-Isrâ’ayat 70,
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Q.s. al-Mâidah ayat 8,
ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Q.s. ar-Rûm ayat 21,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Nilai-nilai tersebut tercermin pada pandangan bahwa (i) prinsip perkawinan dalam Islam adalah monogami, (ii) salah satu kewajiban suami adalah memberikan nafkah pada keluarga; serta (iii) memberi peluang istri untuk berkontribusi pada ekonomi keluarga. Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah juga menegaskan bahwa nikah anak tidak disyariatkan serta menegaskan kewajiban mencatatkan perkawinan.
Risalah Perempuan Berkemajuan
Risalah Perempuan Berkemajuan merupakan Keputusan Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah tahun 2022. Risalah Perempuan Berkemajuan memiliki spektrum pandangan terhadap peran perempuan lebih luas lagi. ‘Aisyiyah memandang bahwa dengan karakter berkemajuan, Perempuan memiliki kesempatan luas sekaligus penting sebagai aktor perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Risalah Perempuan Berkemajuan didasarkan pada spirit kelahiran ‘Aisyiyah yang dilandasi oleh nilai-nilai dasar Islam tentang kesetaraan dan kemajuan perempuan di tengah-tengah keterbatasan akses, mendorong dan memberi kesempatan perempuan untuk maju dalam seluruh aspek kehidupan.
Selain itu, dinamika ‘Aisyiyah selama lebih dari satu abad yang digerakkan oleh para perempuan merepresentasikan gerakan Islam amar makruf nahi munkar dan tajdid, gerakan perempuan yang berpikiran maju dan berperan aktif dalam seluruh aspek kehidupan, gerakan praksis sosial, gerakan amal usaha, serta berperan dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta.
‘Aisyiyah memandang bahwa berbagai dokumen ideologis persyarikatan tentang perempuan yang disusun sesuai tuntutan zamannya perlu dikontekstualisasikan dan dikembangkan sejalan dengan kompleksitas kemajuan zaman.
Risalah Perempuan Berkemajuan adalah salah satu dokumen yang melengkapi dokumen lainnya tentang pandangan mengenai perempuan dalam perspektif Islam. Risalah Perempuan Berkemajuan sekaligus merupakan wujud aktualisasi dan kehadiran untuk menjawab masalah dan tantangan zaman bagi dunia perempuan. Ini semua sejalan dengan pandangan Islam yang menjadi perspektif keIslaman dalam Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menghadapi dinamika zaman saat ini dan di masa yang akan datang.
Risalah Perempuan Berkemajuan berangkat dari pemahaman tentang Islam Berkemajuan yang meliputi beberapa hal. Pertama, Islam yang rahmatan lil ‘alamin, menyemaikan benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Kedua, Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik perempuan maupun laki-laki tanpa diskriminasi.
Ketiga, Islam yang mensyiarkan misi antikekerasan, antipenindasan, antiketerbelakangan, antiperang, antiterorisme, dan anti terhadap pengrusakan di muka bumi seperti tindakan koruptif, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Keempat, Islam yang melahirkan keutamaan dalam memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.
Hal ini bersesuaian dengan misi kerasulan Nabi Muhammad saw. dalam Q.s. al-Anbiyaa ayat 107,
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
Sabda Rasulullah saw: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dia berkata:”Dari Abu Hurairah, berkata, dikatakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, berdoalah untuk keburukan orang-orang musyrik!” Beliau menjawab, “Saya diutus tidak untuk menjadi pelaknat. Saya diutus hanyalah untuk menjadi rahmah” [H.R. Muslim].
Dalam Risalah Perempuan Berkemajuan dirumuskan dua hal penting, yaitu Karakter Perempuan Berkemajuan dan Komitmen Perempuan Berkemajuan. Definisi Perempuan Berkemajuan adalah perempuan yang memiliki karakter beriman dan bertakwa, taat beribadah baik ibadah khusus maupun umum, berakhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasathiyah, beramaliyah salehah, dan bersikap inklusif. Sementara itu, komitmen perempuan berkemajuan menyatu dalam karakternya sebagaimana telah diuraikan di atas secara garis besar.
Perempuan Berkemajuan memiliki komitmen terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelestarian lingkungan, penguatan keluarga sakinah, pemberdayaan masyarakat, filantropi berkemajuan, aktor perdamaian, partisipasi publik, kemandirian ekonomi, peran kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
*Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah