Oleh: Muthiah Umar*
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya.
Allah berfirman dalam Surat Ibrahim:24,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan, kata-kata yang baik seperti pohon yang baik, yang akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit?”
Ayat ini menyampaikan pesan yang mendalam: bahwa sebuah kata memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam bahasa Arab, kalimah berarti “kata”.
Sebuah kata yang baik membentuk fondasi peradaban. Peradaban bukan sekadar kumpulan struktur fisik, jalan raya, atau teknologi canggih. Melainkan, ia merupakan konstruksi historis dan sosial yang berakar pada nilai-nilai tauhid dan syariat, yang mengatur kehidupan manusia dalam dimensi spiritual, intelektual, sosial, dan material.
Peradaban Islam menekankan integrasi iman, ‘ilmu, dan ‘amal, menghasilkan kemajuan yang berorientasi pada keadilan, kesejahteraan kolektif, dan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-‘alamin). Oleh karena itu, jelaslah bahwa pembangunan peradaban tidak dapat dipisahkan dari bagaimana kita mengelola, mengolah, dan mengarahkan kata-kata kita.
Kata-Kata Menjadi Fondasi Peradaban
Lalu bagaimana kata-kata menjadi fondasi peradaban?
Pertama: Kata-kata yang Membangun Umat
Peradaban Islam berawal dari satu kata: Iqra’ (Bacalah! QS.Al ‘Alaq:1). Perintah itu mengubah jalan sejarah manusia. Ia membuka pintu ilmu pengetahuan, budaya, dan spiritualitas.
Nabi tidak membangun umatnya dengan senjata atau kekerasan, melainkan dengan kata-kata yang menyentuh hati dan menyalakan harapan.
Salah satu contoh nyata adalah Piagam Madinah. Piagam ini bukan sekadar dokumen politik, melainkan komitmen kata-kata yang menyatukan beragam komunitas di bawah naungan perdamaian dan rasa saling menghormati, yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.
Bayangkan, dalam masyarakat yang penuh konflik, beliau mempersatukan umat Islam, Yahudi, Nasrani, dan berbagai suku dengan kesepakatan yang didasari dengan kata-kata. Dari kata-kata lahirlah persatuan, dan dari persatuan lahirlah peradaban.
Itulah sebabnya kita tidak boleh meremehkan satu frasa, ajakan sederhana, atau bahkan ungkapan kebaikan. Kata-kata dapat memicu perubahan yang membentuk masyarakat.
Misi Kenabian
Kedua: Prinsip-Prinsip Lisan dalam Misi Kenabian
Ketika kita berbicara tentang etika komunikasi dalam Islam, Al-Qur’an memberikan kita petunjuk yang indah tentang bagaimana seharusnya kita menggunakan lisan kita.
Pertama, Allah mengajarkan kita tentang Al-Qaul al-Ma’ruf, yang berarti tutur kata yang baik dan bermanfaat. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 83, Allah mengingatkan kita untuk berbicara dengan cara yang tidak hanya menyenangkan telinga tetapi juga membawa manfaat nyata bagi orang lain. Perkataan yang menyembuhkan, mendukung, dan membimbing.
Kedua, adalah Al-Qaul al-Sadid, yang disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 9. Ini adalah tutur kata yang jujur, lugas, tulus, dan bebas dari segala bentuk tipu daya atau distorsi. Dengan kata lain, tutur kata kita harus selalu jujur dalam niat, cara, dan isi.
Ketiga, Al-Qur’an memberi tahu kita tentang Al-Qaul al-Layyin, yang kita temukan dalam Surah Thaha ayat 44. Ini tentang berbicara dengan lemah lembut, bahkan terhadap mereka yang menentang kita.
Ketika Allah mengutus Nabi Musa untuk menghadapi Fir’aun yang lalim, Dia tidak memerintahkan kekerasan, melainkan berfirman: “Berbicaralah kepadanya dengan lembut.” Ini menunjukkan kepada kita bahwa bahkan di saat-saat sedang berkonflikpun, kelembutan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada amarah.
Baca Juga: Menyalakan Cahaya Peradaban lewat 7 Karakter Berkemajuan
Keempat, kita diajarkan Al-Qaul al-Maysur, dari Surah Al-Isra ayat 28. Ini adalah kata-kata yang mempermudah, bukan mempersulit. Kata-kata yang memberi harapan, bukan keputusasaan. Terkadang, sebuah kalimat sederhana yang menyemangati dapat mengangkat motivasi seseorang dan membimbing mereka lebih dekat kepada Allah.
Bayangkan jika prinsip-prinsip ini diterapkan di keluarga, di organisasi, di ruang belajar, dan di ruang pengajian kita. Kata-kata kita akan menjadi kalimah tayyibah atau kata-kata yang menumbuhkan kebaikan.
Seorang muballighah harus menyampaikan ayat-ayat dengan menanamkan etika dalam tablighnya. Kata-kata yang kita ucapkan di hadapan keluarga, kolega, dan jemaah kita dapat membentuk karakter bersama yang diharapkan.
Peran Penting Mubalighah
Ketiga: Peran Muballighah
Sangat penting untuk seorang muballighah turut serta dalam membangun peradaban melalui kata-kata.
Berda’wah adalah pencerahan: Ketika kita bertabligh, kita tidak hanya menyampaikan ayat-ayat, seruan dan larangan, tetapi juga menyebarkan nilai-nilai yang dapat menginspirasi dan membimbing jama’ah. Semestinya satu kalimat dari seorang muballighah dapat memicu motivasi dan bahkan mengubah arah hidup para jama’ahnya.
Menulis adalah amal jariyah: Muballighah juga dapat menyampaikan gagasannya dengan tulisan. Kata-kata yang bermanfaat tidak mati bersama kita, kata-kata akan terus hidup. Artikel yang kita tulis, bahkan tulisan pendek sekalipun, tetap dapat memberikan pencerahan dan bimbingan walaupun kita telah tiada. Kata-kata kita adalah warisan abadi kita.
Mari kita pastikan setiap kata yang kita ucapkan di dunia nyata dan di dunia maya akan turut membangun peradaban, bukan penghancur peradaban. Di era digital ini, satu status, satu twit, atau satu tulisan pendek yang diunggah di medsos dapat menjangkau jutaan orang. Hal ini semakin penting untuk memastikan bahwa kata-kata kita harus dalam tujuan menyebarkan pengetahuan, menanamkan nilai-nilai, dan memupuk kebaikan.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِلْمَنَا وَقَوْلَنَا وَكِتَابَتَنَا نُورًا لِلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Ya Allah, jadikanlah ilmu kami, perkataan kami, dan tulisan kami sebagai cahaya bagi dunia dan akhirat”.
Penutup
Membangun peradaban melalui kata-kata berarti menyadari bahwa setiap ucapan dan tulisan memiliki kekuatan membentuk umat. Sebagaimana perintah Iqra’ yang melahirkan ilmu dan kemajuan serta Piagam Madinah yang menyatukan masyarakat. Al-Qur’an menuntun kita dengan prinsip tutur kata yang baik, jujur, lembut, dan memberi kemudahan, sehingga kata-kata kita menjadi kalimah tayyibah yang menumbuhkan kebaikan.
Peran muballighah sangat penting dalam menyalurkan pencerahan melalui dakwah lisan maupun tulisan, yang menjadi amal jariyah dan warisan abadi. Di era digital, satu kata dapat menjangkau jutaan orang, sehingga setiap perkataan harus diarahkan untuk menebar ilmu, menanamkan nilai, dan membangun peradaban yang berlandaskan tauhid serta membawa rahmat bagi semesta.
*Wakil Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat


1 Comment