PendidikanSosial BudayaWawasan

Membangun Tradisi Keilmuan dalam Masyarakat

Tradisi Keilmuan
Tradisi Keilmuan

Tradisi Keilmuan

Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang berakal-lah  yang dapat menerima pelajaran” (QS. az-Zumar [39]: 9).

Oleh: Mahsunah

Agama Islam menjunjung tinggi akal dan nilai ilmu pengetahuan serta peranannya bagi kehidupan manusia. Sejumlah ayat dalam al-Quran mengisyaratkan bahwa manusia harus terus berupaya menuntut ilmu. Bahkan, dalam sebuah hadis disebutkan barang siapa menghendaki kehidupan dunia harus dengan ilmu; barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat juga harus dengan ilmu; dan barang siapa yang menghendaki keduanya harus dengan ilmu.

Hal itu yang selalu ditekankan ‘Aisyiyah saat memberikan pengarahan kepada pimpinan dan warganya agar terus melaksanakan Gerakan Keilmuan dengan konsekuen. Geliat keilmuan itu semakin tampak di abad kedua ’Aisyiyah karena hal tersebut menjadi sebuah tuntutan. ‘Aisyiyah selalu menyadarkan warganya bahwa umat Islam tidak boleh ketinggalan dalam menuntut ilmu. Sejak wahyu pertama, Allah telah memerintahkan manusia untuk belajar, meneliti, dan menganalisis ayat-ayat kauniyah, yaitu segala yang diciptakan Allah di muka bumi.

Baca Juga: Siti Hayinah: Ikon Gerakan Keilmuan ‘Aisyiyah
Oleh karena itu, Gerakan Keilmuan menjadi program prioritas dengan sasaran berbagai kelompok usia, mulai dari usia anak, remaja, pemuda-pemudi, keluarga muda, hingga lansia. Karena sasarannya berbeda maka jenis kegiatannya pun menyesuaikan. Kegiatan yang dilaksanakan  sebagai berikut:

Pertama, pembelajaran melek huruf hijaiyah. Karena kemampuan warga membaca huruf latin sudah dianggap cukup, maka dipandang perlu intensifikasi pembelajaran al-Quran yang dilaksanakan secara berjenjang. Pembelajaran ini bukan hanya untuk anak-anak (TPA), tetapi sasarannya menyeluruh sehingga diadakan pembagian kelas. Pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan Nasyiatul ‘Aisyiyah dan pemuda lainnya.

Kedua, kegiatan kajian yang dilaksanakan secara bergantian waktunya, dengan tema-tema menarik, aktual, dan disesuaikan dengan kebutuhan.

Ketiga, pendidikan life skill atau kecakapan hidup. Kegiatan itu dilaksanakan sebagai solusi atas meningkatnya jumlah pengangguran, termasuk pengangguran terdidik. Apalagi di masa pandemi Covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan.

BSA (Balai Sakinah ‘Aisyiyah) tidak pernah sepi karena dimanfaatkan sebagai tempat belajar life skill untuk putri, baik remaja atau ibu-ibu. Kegiatan life skill yang berupa perbengkelan dan pembangunan, menggunakan sekolah terdekat di sore hari dan saat libur sekolah. Sementara itu, pembelajaran teknologi dan informasi menggunakan ruangan kantor PCM atau sebagian ruang di amal usaha.

Baca Juga: Strategi Keilmuan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah

Keempat, kursus komputer. Di era teknologi informasi seperti saat ini, setiap orang dituntut mampu menggunakan komputer untuk berbagai kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan keahlian tersendiri. Karena warga yang berusia muda cukup banyak, peminat kegiatan ini pun cukup banyak pula.

Kelima, penyuluhan pertanian, peternakan, dan perikanan yang merupakan optimalisasi pemanfaatan lahan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat Covid-19. Diharapkan lahan yang terbatas dapat  dimanfaatkan sehingga mampu memberi nilai tambah karena dapat dijadikan sumber pendapatan keluarga. Tempat penyuluhan  pertanian, peternakan, dan perikanan dilakukan secara terpisah karena minat dan keluasan lahan yang dimiliki masing-masing warga tidak sama.

Keenam, pesantren kilat yang diselenggarakan secara berkala dengan sasaran yang berbeda. Pesantren liburan diselenggarakan untuk pelajar sejak SD s.d. SMA saat mereka libur; pesantren lansia diselenggarakan setiap triwulan; dan pesantren bapak-bapak diselenggarakan setiap empat bulan sekali.

Ketujuh, tadabur alam. Kegiatan tadabur alam dilaksanakan bukan semata-mata wisata, tetapi merupakan pelaksanaan iqra’ dan perintah yang terdapat dalam banyak ayat  yaitu “sīrū fil ‘ardhi” ‘lakukanlah perjalanan di muka bumi’, melihat ayat-ayat kauniyah di alam terbuka. Dengan melihat dan mengamati ciptaan Allah para peserta  dapat mengambil  pelajaran dan menambah keimanan. Semua peserta harus membawa catatan, dilanjutkan dengan tugas menulis hasil atau pelajaran yang didapatkan dari tadabur alam.

Baca Juga: Merawat Komunitas Literasi

Selain berbagai kegiatan di atas, untuk membangkitkan minat baca masyarakat dan angota keluarga, diserukan agar di setiap rumah memiliki Pojok Pustaka, walaupun hanya berwujud almari kecil, rak dari kotak sederhana, maupun keranjang plastik. Setiap Ranting dan Cabang juga perlu mempunyai Taman Pustaka. Selain berfungsi  sebagai penyedia sumber bacaan, Taman Pustaka juga dapat menjadi tempat belajar masyarakat.

Related posts
Berita

Irman Gusman Berkomitmen Jadikan Masjid Taqwa Muhammadiyah Ikon Religius Sumatera Barat

  Padang, Suara ‘Aisyiyah – Anggota DPD RI, Irman Gusman, mengadakan kegiatan reses di Masjid Taqwa Muhammadiyah, Sumatera Barat, pada Senin (16/12)….
Lensa OrganisasiSejarah

Di Mana Aisyiyah Ketika Masa Revolusi Indonesia?

Oleh: Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi* Tahun ini, Indonesia telah memasuki usia yang ke-79. Hal ini menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan para pendahulu…
Lensa Organisasi

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) merupakan seperangkat nilai dan norma islami yang bersumber pada al-Quran dan as-Sunah yang dijadikan pola tingkah…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *