Oleh: Husnul Khotimah*
Anak tentu memerlukan bimbingan yang baik dari orang tua. Metode bimbingan sendiri bergantung pada usia anak. Ada tiga macam metode yang dapat digunakan orang tua, yaitu teladan, pembiasaan, dan diskusi. Dalam mengasuh anak, baik ayah maupun ibu harus menjadi partner dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
Dapat dikatakan, keluarga merupakan sebuah ‘simulasi’ berorganisasi dalam bentuk yang kecil. Menurut Lathans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar dapat diterima oleh lingkungannya. Setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang berbeda-beda sesuai tujuan masing-masing, termasuk Muhammadiyah. Budaya organisasi juga dapat diterapkan dalam keluarga sebagaimana yang tertera dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM).
Menurut PHIWM, keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai sarana sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan. Selain menanamkan nilai-nilai islami, keluarga juga berfungsi sebagai wadah kaderisasi sehingga anak-anak nantinya dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi pelangsung dan penyempurna gerakan dakwah.
Baca Juga
Pendidikan Keluarga menuju Islam Berkemajuan
Keluarga dalam PHIWM dituntut dapat menjadi uswah khasanah atau teladan yang baik dalam menerapkan kehidupan yang islami, beramar ma’ruf, saling menyayangi dan mengasihi, menghormati hak hidup anak, saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga, membiasakan bermusyawarah, memberikan pendidikan secara holistik, dan membantu anggota yang tidak mampu. Setidaknya, ada tujuh cara bisa dibiasakan supaya tujuan berkeluarga yang utama dapat terwujud.
Pertama, menanamkan nilai ajaran Islam secara aplikatif dalam aktivitas sehari-hari. Jangan sampai ajaran Islam hanya menjadi sebuah hafalan. Anggota keluarga bisa membiasakan berdoa sebelum melakukan aktivitas seperti saat hendak dan bangun tidur, sebelum dan setelah makan, saat belajar, melakukan salat berjamaah, membaca al-Quran, dan lain-lain.
Kedua, biasakan anak untuk mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Misalnya, berilah tanggung jawab pada anak untuk makan, memakai pakaian, mengenakan sepatu sendiri, hingga menyiapkan perlengkapan sekolah.
Ketiga, biasakan anak untuk menaati aturan di rumah. Hal ini agar anak terbiasa mengedepankan empati dan etika dalam bergaul. Jelaskan bahwa anak tidak bisa seenaknya sendiri dalam melakukan sesuatu sehingga ia mampu melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Mengajak anak ke panti asuhan atau sekadar berkreasi ke tempat dengan beragam orang bisa menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua.
Baca Juga
Punishment dalam Pendidikan Islam
Keempat, ajarkan anak untuk memecahkan masalah atau resolusi konflik secara mandiri. Misalnya, saat anak dan temannya berebut mainan, maka ajak anak untuk menempatkan diri pada posisi temannya. Resolusi seperti ini dapat melahirkan empati pada anak.
Kelima, ajarkan anak bersosial dan bermasyarakat. Membangun jiwa sosial anak tentu butuh proses panjang dan sedini mungkin. Biasakan anak mengunjungi keluarga, tetangga, atau kerabat yang sakit. Orang tua juga dapat melibatkan anak dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan rumah hingga memberikan bantuan kepada korban bencana.
Keenam, bekali anak dalam bergaul atau bermuamalah. Hubungan yang hangat antara anak dan orang tua akan membuat anak merasa nyaman sehingga merasa dirinya berharga dan membuatnya percaya diri.
Ketujuh, biasakan anak untuk bersikap damai dan saling menghargai perbedaan dengan cara membiasakan berteman dan berbagi, baik berbagi tempat duduk hingga berbagi makanan kepada semua teman, tidak tebang pilih.
Baca Juga
Cara Membangun Kedisiplinan Pada Anak
Beberapa pembiasaan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dan efektif jika dilakukan dengan metode yang tepat sebagaimana dikatakan dalam proses pendidikan, “Attariqatu ahammu minal maddah” (metode itu lebih penting dari materi). Hal ini tentu berlaku juga dalam parenting. Oleh karena itu, orang tua harus meningkatkan kualitas diri agar menjadi model ideal bagi anak-anaknya.
*Ketua Bidang Pendidikan dan Penelitian PP Nasyiatul ‘Aisyiyah