FinansialKeluarga

Membicarakan Keuangan Keluarga Bukan Hal Tabu

Sc: Ilovelife
Sc: Ilovelife

Sc: Ilovelife

Oleh: Hasnan Bachtiar*

Hal yang ‘lebih tabu’ dari pembicaraan mengenai seks dalam rumah tangga adalah manajemen keuangan keluarga. Padahal, masalah keuangan ini adalah masalah yang krusial. Tetapi, justru hal inilah yang dihindari dibicarakan karena mungkin dianggap ‘kurang pantas’. Sebenarnya, masalah manajemen keuangan keluarga ini sangat penting, karena menjadi salah satu pilar yang menentukan sistem ketahanan keluarga.

Faktor Krusial

Sebelumnya, penulis berasumsi bahwa perceraian sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh masalah perbedaan prinsip hidup dan komunikasi yang tidak lancar. Kedua hal inilah yang tampaknya menyebabkan pertengkaran terus-menerus dan pada akhirnya memastikan adanya ketidakcocokan yang berujung perceraian.

Untuk menguji asumsi itu, penulis melakukan penelitian kuantitatif yang berbasis pada berbagai hasil putusan pengadilan agama yang memberikan perhatian khusus pada kasus perceraian. Hasilnya, dalam konteks perceraian, memang perbedaan prinsip dan komunikasi sangat penting. Tetapi peran penting keduanya bersumber pada hal yang lebih fundamental. Misalnya, adanya pihak ketiga, perselingkuhan, masalah kepuasan batin (seksual), kekerasan dalam rumah tangga, dan yang paling menonjol adalah masalah nafkah.

Apa yang disebutkan terakhir itulah berkaitan erat dengan masalah manajemen keuangan keluarga. Baik sebelum maupun sesudah periode Pandemi Covid-19, alasan yang mendominasi adanya perceraian adalah keuangan. Hal ini baik karena suami tidak menafkahi istri secara materiil, pendapatan dalam keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, pengelolaan yang salah sehingga menyebabkan banyak hutang, perilaku yang membuat defisit, seperti perjudian, gaya hidup yang meningkat dan tidak terpenuhi, dan lain sebagainya.

Manajemen Keuangan Keluarga

Manajemen keuangan keluarga merupakan hal yang sederhana namun fundamental. Hal ini dapat dipahami sebagai cara mengatur keuangan dalam keluarga. Aspek penting dalam manajemen ini adalah mengetahui berapa pendapatan, berapa kebutuhan dalam rumah tangga yang menentukan jumlah pengeluaran, dan berapa sisa yang dapat ditabung.

Tentu saja, di atas kertas, dianggap sangat simpel. Namun, dalam praktiknya, hal ini tidak semudah yang kita pikirkan. Pendapatan misalnya, berkaitan dengan apa pekerjaan kita dan berapa nominal gaji yang kita dapatkan secara rutin dan berkala. Sementara itu, pengeluaran sangat erat kaitannya dengan konsumsi. Sedangkan konsumsi berkaitan dengan gaya hidup. Gaya hidup ini sangat ditentukan oleh karakter dan perilaku kita sendiri.

Sebagai catatan khusus, sebenarnya selisih antara pendapatan dan pengeluaran tidak selalu sisa. Sisa bermakna uang lebih yang kita simpan untuk keperluan lainnya. Sedangkan selisih antara pendapatan dan pengeluaran bisa juga berupa kekurangan yang harus dicukupi. Hal ini bisa berimplikasi pada adanya hutang. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan hidup, kita perlu berhutang karena income yang kita dapatkan lebih sedikit dari yang seharusnya kita keluarkan.

Pekerjaan kita sangat menentukan berapa pendapatan, income, bayaran atau gaji, atau keuntungan jika kita mengelola bisnis tertentu. Tentu masalah ini lebih kompleks ketika berbicara soal pengangguran, gaji minimum (UMR), promosi jabatan, bonus lembur dan seterusnya. Belum lagi dikaitkan dengan prinsip keberkahan religius, halal dan haram.

Secara teoretik, pendapatan kita terbagi menjadi dua, yakni aktif dan pasif. Aktif artinya dihasilkan dari pekerjaan ‘utama’ yang kita lakukan secara langsung, serta benar-benar tergantung pada kontrol dan manajemen saat itu pula. Sedangkan pasif, tanpa bersentuhan secara langsung, tetap menghasilkan uang untuk kita. Biasanya, pendapatan pasif mampu dihasilkan ketika seseorang memiliki stabilitas ekonomi yang lebih baik.

Baca Juga: Bebas Boncos

Pengeluaran dalam rumah tangga ditentukan oleh persepsi mengenai keinginan dan kebutuhan. Apa yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan dan sebaliknya. Namun, keduanya beririsan. Secara lebih detil, kita sebenarnya berbicara tentang berapa yang harus kita keluarkan untuk makan, membayar sewa rumah (kalau belum punya rumah sendiri), tagihan listrik, internet, bensin, pulsa, sekolah anak, dan belanja ‘harian’ lainnya, termasuk skincare dan seterusnya.

Semakin sederhana gaya hidup kita, maka semakin simpel juga pengeluaran yang kita punya. Namun, tidak sedikit yang mengatakan ‘buat apa kerja keras kalau hasilnya tidak dinikmati saat itu pula’. Jadi lantas mereka menikmati hasil keringat mereka secara langsung. Sedangkan sebagian yang lain, bersikeras untuk hidup secara minimalis tetapi punya tabungan yang lebih banyak. Dengan demikian, mereka punya kesempatan berinvestasi dengan tujuan penggandaan income jangka panjang.

Cara Mengatur Keuangan

Jadi, bagaimana mengatur keuangan keluarga? Pertama, kita harus punya income. Hal ini harus datang dari cara yang halal. Syukur jika itu penuh berkah karena melibatkan upaya penyejahteraan orang lain. Lebih banyak saluran income, lebih baik. Lebih besar jumlahnya, juga lebih baik.

Kedua, bagaimana seharusnya kita mengelola pengeluaran, tampaknya mengafirmasi gaya hidup sederhana adalah opsi yang menarik. Terlebih, gaya hidup yang demikian sesuai dengan teladan kenabian. Jadi, kita akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan selisih yang positif dari proses perhitungan penyesuaian pemasukan-pengeluaran.

Ketiga, selisih positif yang kita punya perlu kita manfaatkan untuk hal yang membawa kepada keberkahan dan kemanfaatan. Misalnya, untuk investasi (berarti jaminan kesejahteraan di hari tua), untuk pendidikan anak (pembangunan sumber daya manusia yang unggul), untuk berbagi di jalan Allah (investasi untuk kehidupan pasca kematian di dunia), dan lain sebagainya.

Sebagai ikhtitam dari tulisan ini, manajemen keuangan keluarga sangat penting dikuasai bahkan sebelum membina mahligai rumah tangga. Karena itu, sepertinya ‘kupinang engkau dengan basmalah’, ‘saling mencitai’, ‘izinkan aku menjadi imammu’, dan berbagai ungkapan romantis lainnya tidak cukup jika belum menguasai manajemen keuangan keluarga baik secara teoretis maupun praktis. [5/9]

*Dosen FAI UMM

Related posts
Berita

Merencanakan Keuangan Keluarga Harus Dimulai Sejak Dini

Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Selasa (28/6), Gerakan Subuh Mengaji (GSM) yang rutin diselenggarakan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Barat mengangkat tema “Sakinah…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *