Aceh, Suara ‘Aisyiyah – Bertepatan dengan moment Isra Mi’raj, PWA Aceh mengadakan pengajian rutin dengan mengusung tema “Memahami Isra’ Mi’raj di Era Modern” pada hari Sabtu (13/3) dengan pengisi materi Ali Abubakar selaku Wakil Ketua Tarjih dan Tajdid PWM Aceh dan juga sebagai Dosen di UIN Ar-Raniry Aceh.
Dalam penyampaiannya Ali Abubakar menjelaskan mengenai perjalanan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. “Isra Mi’raj terjadi 1 tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah, dan pada saat itu dikenal dengan tahun kesedihan, karena pada masa yang berdekatan, Nabi mengalami musibah dengan kehilangan orang yang dikasihi dan dicintainya yakni wafatnya paman beliau Abu Thalib yang selalu menjadi pelindung, lalu disusul meniggalnya istri beliau, Sayyidah Khadijah ra,” jelas Ali.
Ali juga menjelaskan bahwa pada saat itu Nabi sedang meluaskan sayap dakwahnya, namun perjalanan tersebut menuai mendapatkan pertentangan dan juga penolakan dari masyarakat. Nabi dilempari batu dan juga perlakuan buruk lainnnya, sehingga Nabi diboikot oleh Bani Hasyim.
Selain itu, adanya larangan untuk melakukan kegiatan atau transaksi muamalah apapun selama 3 tahun, sehingga jama’ah dakwah Rasululullah mengalami kelaparan dan kepayahan. Dan masa kejadian itu Nabi bersembunyi di dalam kebun kurma, sehingga Nabi sempat berfikir bahwa Allah tidak berada dipihak Nabi karena memberikan cobaan yang amat sangat berat dan beruntun.
Sehingga jelang beberapa waktu, Nabi melakukan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (dengan jarak tempuh 1239KM) dan menurut sebagain tafsir, disaat itulah turunnya Alqur’an surat Ad-Duha, seperti dalam ayat ke 3 yang artinya “Rabbmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.”
Nabi menceritakan kepada masyarakat sekitar bahwa telah melakukan perjalanan Isra’ menggunakan kendaraan buraq, dan masyarakat tidak mempercayai itu serta mengklaim bahwa Nabi mengada-ada karena hal itu tidak mungkin terjadi sebab kendaraan yang ada pada saat itu hanyalah kuda. Namun mereka percaya saja karena yang menyampaikannya adalah Nabi sebagai orang kepercayaan Allah SWT.
Dan setelah itu Nabi melakukan Mi’raj (perjalanan bertemu Allah SWT) di Sidratul Muntaha, dan mendapatkan perintah untuk umat Islam mendirikan sholat fardhu 50 waktu kemudian dikurangkan menjadi 5 waktu. Dan pada saat itu, Nabi bertemu malaikat Jibril dan menampakkan wajahnya pada Rasul, dengan jarak adalah sekitar 2 busur panah. Dan juga dalam perjalanan tersebut, dilangit pertama sampai ke langit ketujuh, Rasul bertemu dengan banyak Nabi (Nabi Adam, Isa & Yahya, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim).
Kontributor: Silfia Meri Wulandari, S. KM, M. PH – Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PW ‘Aisyiyah Aceh