Hikmah

Memperlakukan Pekerja Rumah Tangga

Ilustrasi: Kompasiana.com
Ilustrasi: Kompasiana.com

Ilustrasi: Kompasiana.com

Oleh: Alimatul Qibtiyah*

Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah individu (mayoritas perempuan) yang dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan rumah, memasak, merawat anak, dan menjaga orang tua atau anggota keluarga lainnya. Ada banyak kerentanan yang dihadapi oleh PRT yang berdampak pada ketidaknyamanan, ketidakpastian, dan juga ketidakberdayaan di masyarakat, baik saat dia bekerja ataupun di masyarakat dengan stigma negatif yang merendahkan.

Negara juga belum hadir memberikan perlindungan pada hak-hak PRT. Terbukti sudah lebih dari 20 tahun Rancangan Undang-undang (RUU) Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) belum kunjung disahkan oleh DPR. Rilis Komnas Perempuan menyebutkan bahwa PRT di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 5 (lima) juta orang. Namun, jika dilakukan perhitungan sederhana, pada tahun 2024, populasi kelompok menengah 6 ke atas diperkirakan mencapai 189 juta orang. Jika sepertiga dari mereka mempekerjakan minimal satu PRT, maka jumlah PRT sebenarnya bisa mencapai sekitar 60 juta orang.

Komnas Perempuan mencatat lebih dari 2.000 laporan kasus kekerasan terhadap PRT selama 5 tahun terakhir, baik yang diterima secara langsung maupun melalui jejaring. Fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa banyak kasus kekerasan terhadap PRT menjadi viral, terutama ketika kekerasan tersebut sangat parah hingga menyebabkan luka berat atau kematian.

Namun, ada banyak kasus lain yang tidak tersorot, seperti gaji yang tidak dibayarkan oleh pemberi kerja dan jam kerja yang tidak manusiawi dan tidak terbatas. Sebutan yang kurang bermartabat, seperti menyebutnya “pembantu, babu” juga masih banyak terjadi.

Saat ini PRT ada yang bekerja secara formal, dengan kontrak dan gaji tetap, namun juga ada yang secara informal, tanpa perjanjian resmi yang merentankan kondisi PRT. Isu-isu ini menjadi bukti nyata bahwa perlindungan hukum dan kesejahteraan bagi PRT penting segera diwujudkan.

Dukungan dan perhatian terhadap PRT sebagai bagian penting dari ma- syarakat sangat dibutuhkan agar hakhak mereka diakui dan dipenuhi. Tidak adanya payung hukum PRT berdampak pada kerugian pekerja dan pemberi kerja. Pengesahan RUU PPRT yang memberikan pelindungan pada kedua belah pihak yang saling rida dan memberdayakan serta berkeadilan adalah bentuk dari ajaran agama, termasuk agama Islam.

Baca Juga: Dosa Jariyah: Kesalahan yang Sering Dilupakan

Sembari menunggu disahkannya Undang-undang yang melindungi PRT, penting bagi kita untuk memahami hak-hak PRT dan bagaimana memperlakukan PRT sesuai dengan ajaran agama yang rahmatal lil ‘alamin. Guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh, penting kita ketahui nilai universal hubungan pekerja dan pemberi kerja, perlindungan pekerja rumah tangga, dan perlindungan pemberi kerja di ranah rumah tangga perspektif Islam.

Nilai universal hubungan pekerja dan pemberi kerja dalam Islam sama halnya dengan relasi kemanusiaan lainnya. Pekerja dan pemberi kerja sama-sama manusia yang punya martabat untuk saling menghormati dan menghargai terlepas dari latar belakang apapun. Nilai-nilai tersebut antara lain menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran, penghormatan dan martabat, tanggung jawab dan kepatuhan terhadap perjanjian kerja, kesejahteraan dan perlindungan, saling menghormati dan kerja sama.

Pelindungan terhadap PRT dalam perspektif Islam merupakan topik yang penting dan kompleks. Dalam Islam, prinsip-prinsip perlindungan dan hak asasi manusia tecermin dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan kerja. Secara keseluruhan, prinsip-prinsip Islam mendorong perlakuan adil, humanis, dan penuh perhatian terhadap PRT.

Dalam implementasinya, penting untuk memastikan bahwa hak-hak dasar diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, dan PRT diperlakukan dengan baik sesuai dengan ajaran agama. Berikut beberapa poin penting terkait pelindungan PRT dalam perspektif Islam:

Pertama, keadilan dan kesejahteraan. Islam menekankan keadilan dan kesejahteraan dalam semua hubungan, termasuk antara pemberi kerja dan PRT. Menurut hadis Nabi Muhammad Saw., “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.”

Walaupun PRT bukan keluarga yang punya hubungan darah, namun peker- jaannya sangat lekat dengan urusan keluarga, bahkan dalam banyak kasus PRT lebih tahu urusan rumah tangga daripada pemberi kerja. Hadis ini menunjukkan pentingnya perlakuan baik dan adil terhadap semua orang, termasuk PRT.

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang yang memiliki hamba sahaya dan dia memberi makan kepadanya dari makanannya sendiri dan memberi pakaian kepadanya dari pakaiannya sendiri, maka dia adalah yang terbaik dari kalian” (H.r. Bukhari).

Hadis ini mencerminkan prinsip bahwa pemberi kerja harus menyediakan kebutuhan dasar pekerja, termasuk makanan dan tempat tinggal, dengan cara yang layak dan sesuai dengan hakhak mereka serta tidak membedakan makanan dan pakaian sebagaimana yang dimakan dan dikenakan oleh pemberi kerja. PRT memiliki hak atas perlakuan yang baik, makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak.

Kedua, tidak ada paksaan. Dalam al-Quran, Allah Swt. berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu memaksa budak-budak perempuanmu untuk melacur, padahal mereka sendiri ingin menjaga kehormatan” (Q.s. an-Nur [24]: 33). Meskipun ayat ini ditujukan pada konteks budak, prinsipnya berlaku pada perlakuan yang adil dan menjaga kehormatan pekerja.

Demikian pula dalam Q.s. an-Nisa` [4]: 32 (yang artinya), “Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang Allah lebihkan sebagian kalian atas sebagian yang lain…” Ayat ini mengajarkan untuk tidak mengeksploitasi pekerja. Pemberi kerja harus menghormati kesepakatan dan tidak memaksa pekerja melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian.

Ketiga, upah yang adil. Islam mengajarkan pentingnya memberikan upah yang adil kepada pekerja. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Berikanlah hak kepada yang berhak, yaitu upah kepada yang berhak” (H.r. Bukhari). Hal ini mencakup PRT yang harus menerima kompensasi yang sesuai dengan pekerjaan dan waktu yang mereka habiskan.

Menjaga keselamatan dan kesehatan PRT merupakan tanggung jawab pemberi kerja. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, “Berilah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” (H.r. Ibn Majah). Hadis ini menunjukkan pentingnya membayar upah pekerja, termasuk PRT, tepat waktu dan dengan jumlah yang adil.

Dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 188 Allah berfirman (yang artinya): “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan cara yang batil…” Prinsip ini menegaskan bahwa hak pekerja harus dihormati, dan upah mereka harus dibayar sesuai dengan perjanjian tanpa penundaan atau pemotongan yang tidak sah.

Keempat, hak atas istirahat. PRT juga memiliki hak atas istirahat dan waktu luang. Dalam Islam, penting untuk memberikan waktu istirahat yang cukup kepada pekerja dan tidak memaksa mereka bekerja melebihi batas kemampuan mereka. Meskipun tidak terdapat hadis yang secara eksplisit menyebutkan hak istirahat untuk pekerja rumah tangga, prinsip keadilan dan kebaikan dalam Islam mendukung bahwa mereka berhak mendapatkan waktu istirahat dan libur dari pekerjaan mereka.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Bunuh Diri Menurut Islam?

Kelima, akses akan hak hukum. Islam mendorong adanya mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan dan memastikan hak-hak pekerja terlin- dungi. Jika terjadi perselisihan antara pemberi kerja dan PRT, keduanya memiliki hak untuk mencari keadilan melalui jalur hukum yang ada.

Keenam, kepedulian sosial. Konsep kepedulian sosial dalam Islam mencakup tanggung jawab untuk memperlakukan semua individu dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang. Ini termasuk tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar PRT, tetapi juga menghargai kontribusi mereka dalam rumah tangga.

Ketujuh, perlakuan yang baik dan sebutan bermartabat. Allah Swt. berfirman dalam Q.s. an-Nisa’ [4]: 36 (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat…” Ayat ini menekankan pentingnya berbuat baik kepada semua orang, termasuk PRT.

Perlakuan yang baik, hormat, dan penuh perhatian adalah bagian dari ajaran Islam dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam Q.s. al-Hujurat [49]: 11 disebutkan (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain… dan janganlah sebagian kalian mencela sebagian yang lain…”

Ini mencerminkan pentingnya menjaga kehormatan dan martabat pekerja, termasuk PRT. Hal yang juga penting untuk kita ketahui bersama adalah sebutan yang bermartabat dengan menyebut PRT bukan pembantu atau babu.

Selain hak pekerja, penting juga diketahui bahwa pemberi kerja juga mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh PRT. Hal ini didasarkan pada banyak kasus PRT yang tidak 8 profesional dan menggunakan peluang dan kepercayaan pemberi kerja dengan hal-hal yang merugikan pemberi kerja. Beberapa hak pemberi kerja antara lain:

Pertama, hak untuk mendapatkan kinerja yang baik. Pemberi kerja memiliki hak untuk mendapatkan kinerja yang baik dari pekerja, sesuai dengan yang telah disepakati dalam kontrak kerja.

Dalam Q.s. An-Nisa’ [4]: 58 Allah Swt. berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil…” Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dalam setiap hubungan, termasuk hubungan kerja. Pemberi kerja memiliki hak untuk memastikan bahwa pekerja memenuhi tanggung jawab mereka dengan adil.

Kedua, hak untuk menetapkan peraturan. Pemberi kerja berhak untuk menetapkan aturan dan peraturan di tempat kerja selama aturan tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip syariah dan prinsip hak asasi manusia. Peraturan ini harus jelas dan adil, serta diterapkan dengan konsisten.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik dalam memenuhi perjanjian” (H.r. Bukhari dan Muslim). Kewajiban untuk mematuhi perjanjian adalah prinsip fundamental dalam Islam, termasuk perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja. Pemberi kerja berhak untuk mendapatkan kinerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Ketiga, hak untuk mengelola dan mengatur. Pemberi kerja berhak untuk mengelola dan mengatur operasional bisnis atau organisasi, termasuk pengaturan jadwal kerja, tugas, dan tanggung jawab. Namun, pengelolaan ini harus dilakukan dengan adil dan tidak melanggar hak-hak pekerja.

Dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 286 Allah Swt. berfirman (yang artinya), “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” Prinsip ini menunjukkan bahwa pemberi kerja berhak untuk mengelola dan mengatur pekerjaan sesuai kapasitas yang ada dan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat, tanpa membebani pekerja melebihi kemampuan mereka.

Keempat, hak untuk menilai kinerja pekerja. Pemberi kerja berhak untuk menilai kinerja pekerja dan memberikan umpan balik. Penilaian harus dilakukan dengan objektif dan adil, serta berdasarkan kriteria yang telah disepakati.

Dari ‘Aisyah, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai apabila salah seorang di antara kalian melakukan sesuatu pekerjaan, maka dia melakukannya dengan sebaik-baik-nya” (H.r. Bukhari dan Muslim). Ini menggarisbawahi hak pemberi kerja untuk menilai dan memantau kinerja pekerja agar pekerjaan dilakukan dengan baik dan sesuai standar yang ditetapkan.

Kontribusi PRT sangat penting bagi kesejahteraan keluarga, utamanya keluarga kontemporer yang memunyai kecenderungan suami-istri bekerja. Pemberi kerja juga penting diapresiasi mengingat lapangan kerja yang semakin sulit, karena itu penting berbagi rezeki dengan pihak lain dalam wujud memberikan pekerjaan pada pekerja rumah tangga. Semoga kita semua menjadi pemberi kerja atau PRT yang sama-sama amanah dan saling menjaga martabat serta saling menguatkan hak-hak dengan memenuhi kewajiban masing-masing. Amin. [11/24]

*Guru Besar FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sekertaris LPPA PPA, Anggota MTT PPM dan Komisioner Komnas Perempuan 

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *