Kalam

Mempersiapkan Ulama Perempuan (1)

Oleh : Dra. Hj. Cholifah Syukri, M.S.I. (Ketua Majelis Tabligh PP Aisyiyah)

Allah menempatkan perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama, sama-sama mulia. Derajat kemuliaan antara laki-laki dan perempuan ditegaskan dalam firman-Nya Q.S. al-Isra (17): 70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا 

“Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (Q.S. al-Isra’: 70)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa kalau laki-laki mampu menjadi ulama, perempuan pun  memiliki potensi untuk menjadi ulama.  

Dalam Ensiklopedia Al-Qur’an,  istilah ulama  berasal dari kata, ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, ‘alimun (علم – يعلم – علما – عليم) berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang zat (hakikat) sesuatu, baik yang bersifat teoretis ataupun yang bersifat praktis. Ulama dapat dimaknai pula sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk memberikan penjelasan terhadap berbagai masalah dengan sebaik-baiknya. Bentuk jamak dari kata  ‘alim (عليم) adalah  ‘ulama  (علماء)  Kata ulama hanya disebut dua kali dalam al-Quran. Yaitu dalam Q.S.Fathir (35): 28 dan asy-Syu’ara’ (26): 197.

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ 

“Dan (demikian pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba yang takut kepada Allah hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Fathir (35): 28)

أَوَلَمْ يَكُن لَّهُمْ آيَةً أَن  يَعْلَمَهُ عُلَمَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ 

“Apakah tidak (cukup) menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil mengetahuinya?” (Q.S. asy-Syu’ara’ (26): 197)

Ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas tentang agama,  menguasai bahasa Arab, memahami al Qur’an, memahami hukum-hukum Islam (ushul fikih dan fikih) serta mengamalkan agama dengan baik. Ulama juga orang yang memiliki akhlaqul karimah dan bisa menjadi teladan bagi masyarakatnya. Mereka juga menjadi tempat meminta nasihat dan tempat bertanya dalam masalah-masalah agama.

Dengan demikian, yang disebut ulama adalah seorang laki-laki atau perempuan yang alim dan saleh. De-ngan kata lain, ulama adalah orang yang mendalam ilmunya di bidang agama maupun umum, mengamalkan agamanya dengan baik dan menjadi pemimpin serta tempat bertanya (ru-jukan) bagi masyarakatnya.

Dari pengertian ulama di atas, sebenarnya ulama perempuan di Indonesia, khususnya di kalangan Muhammadiyah, cukup banyak.  Banyak murid K.H. Ahmad Dahlan yang telah disiapkan untuk menjadi pimpinan ‘Aisyiyah. Dengan mendidik kaum perempuan muda di bidang ilmu agama,  muncul beberapa tokoh yang dapat dikategorikan sebagai ulama perempuan. Misal-nya saja Siti Munjiyah, Siti Umniyah, Siti Hayinah,  Siti Badilah, Siti Aisyah dan lain-lain.

Para perempuan muda itu, selain disekolahkan di sekolah agama, juga dilatih untuk langsung  bermasyarakat.  Melalui ‘Aisyiyah, mereka dilatih berorganisasi dan berdakwah mendorong kaum perempuan pada khususnya, serta masyarakat pada umumnya, untuk maju.  Tidak heran jika sejak tahun berdirinya hingga kini berusia 102 tahun, ‘Aisyiyah telah melahirkan banyak ulama perempuan.

Untuk mempersiapkan ulama perempuan, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan pondok putri yang kemudian menjadi Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah. Di samping itu, ada juga Madrasah Zaimat yang dulu dipimpin K.H. Basyir Mahfudz. Hasil dari upaya mempersiapkan ulama  yang telah dilakukan pendiri Muhammadiyah itu dapat disaksikan di masyarakat Kauman Yogyakarta pada tahun 60-an, di mana penulis sempat merasakannya sebagai bagian dari warga Kauman.  

Kauman Yogyakarta adalah suatu kampung di sekitar Masjid Besar Keraton Yogyakarta. Menurut Ahmad Adaby Darban dalam bukunya,  Sejarah Kauman, Kauman adalah kampung yang merupakan bagian keraton Kasultanan Yogyakarta.  Kauman yang luasnya kurang lebih 192.000 meter persegi, terletak di sebelah barat Alun-alun Utara, dari wilayah kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.

Kauman, selain menjadi tempat bersejarah karena berdirinya Muhammadiyah, juga menjadi kampung yang mayo-ritas penduduknya adalah Muslim. Bahkan pada tahun 1960-an, Kauman dapat disebut kampung kyai alias ulama. Ada lebih dari 35 orang laki-laki dan 10 orang lebih ulama perempuan di sana.

Bersambung ke Mempersiapkan Ulama Perempuan (2)

Tulisan ini pernah dipublikasikan pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 1 Januari 2020, hlm. 11-12

Sumber ilustrasi : https://alif.id/read/faqihabd/penguatan-hak-hak-perempuan-dalam-islam-b218848p/

Related posts
Tokoh

Aisyah al-Ba’uniyah: Ulama Perempuan yang Seharusnya Dikenal Dunia

Oleh: Farid Aditya* Pembahasan kembali sejarah tasawuf selalu melibatkan tokoh ulama di dalamnya, terutama ulama laki-laki. Misalnya, Imam Ghazali, Ibnu Arabi, al-Qushayri,…
Perempuan

The History of Women Ulama’s Thought

By: Samia Kotele* The autonomy of women in Southeast Asia, both economically, socially, and politically has received particular attention from historians. Women…
Liputan

Ulama Aisyiyah Memajukan Umat dan Bangsa

Jika dirujuk ke akar katanya, kata “ulama” sebenarnya mempunyai makna yang luas. Kata ‘ulamā’ merupakan jamak dari ‘alīm yang bermakna orang yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *