Parenting

Menakar Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (2)

Sumber Ilustrasi : alodokter.com

Lanjutan dari Menakar Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (1)

Keterlibatan seorang ayah dalam mendidik anak ditempatkan sebagai perbuatan mulia. Sosok Luqman al-Hakim yang dijelaskan dalam al-Qur’an dapat menjadi barometer dalam mengasuh anak. Penempatan metodologi yang tepat yang dilakukan oleh Luqman menjadikan anak menampakkan karakter yang tangguh dan utuh dalam pribadinya. Sesekali anak dididik keras atau tegas, namun sesekali pula anak diberikan kelembutan, tinggal melihat waktu dan tempat yang tepat penggunaan metode tersebut. Anak perlu dididik secara “tegas” dengan tujuan untuk membetuk karakter anak, agar sanggup dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin berat. Anak dididik dengan kelembutan dan kasih sayang dengan tujuan membentuk karakter sabar dan tidak memiliki sikap emosional yang berlebihan. 

Peran ayah dalam mengasuh anak juga akan mengajarkan sifat laki-laki yang semestinya. Realita tumbuh berkembangnya kasus LGBT sebenarnya berangkat melalui pembelajaran tentang sifat laki-laki dan perempuan oleh kedua orangtua dalam keluarga. Seorang anak yang tidak pernah mengenal sosok laki-laki dan lebih lekat dengan sosok ibu, maka ada kemungkinan munculnya rasa kasih dan cinta kepada sosok perempuan. Jika ini terjadi pada anak perempuan, maka akan memunculkan idola sosok perempuan yang mengakar pada dirinya dan jatuh cinta kepada sesama perempuan. Demikian sebaliknya.

Pengasuhan ayah dan ibu secara seimbang terhadap anak akan membentuk perilaku positif anak. Pembelajaran dari Luqman, seorang pemuda yang diabadikan namanya dalam al-Qur’an dapat dijadikan suri tauladan tentang sifat dan sikap dalam mendidik anak. Tujuannya bukan untuk memamerkan kehebatan, melainkan untuk kepentingan keluarga terutama masa depan anak.

Kedua, membentuk kepribadian anak. Orang tua merupakan teladan pertama dalam pembentukan kepribadian anak. Kepribadian seseorang muncul berawal dari lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga, terutama dari ayah dan ibunya. Contoh sikap yang baik dan pemberian tauladan yang ditampakkan ayah dan bahkan sebaliknya sosok ayah yang memberi sikap yang tidak bertanggung jawab akan ditiru oleh anak, Pepatah Jawa yang mengatakan bahwa “kacang ora ninggal lanjaran” (kacang tidak meninggalkan tiangnya) benar dalam konteks pembelajaran kepribadian anak. 

Sebuah penelitian internasional yang dimuat di situs artikel Science Daily menyatakan bahwa kasih sayang ayah sama penting, bahkan bisa lebih penting  dengan kasih sayang ibu dalam pembentukan kepribadian anak. Sosok pribadi sepuh, tangguh dan wutuh yang ditanamkan dalam keluarga oleh kedua orangtua terutama ayah akan mewariskan sosok kepribadian anak yang baik. 

Ketiga, kecerdasan emosional. Kehadiran seorang ayah bagi anak akan menimbulkan keamanan emosional, kepercayaan diri dan keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan dan sekitarnya. Seorang ayah dapat menjadi teman bermain bagi anak-anaknya. Proses interaksi antara seorang anak dengan ayah akan memberikan pembelajaran banyak hal. Seorang anak yang memiliki sosok ayah di sisinya akan merasa terlindungi dari bahaya sehingga memiliki kepercayaan diri dan sifat pemberani. Menurut Ditta M. Oliker Ph.D., seorang psikolog klinis dari Los Angeles (2011) mengatakan bahwa anak yang mengalami relasi yang intensif dengan ayahnya semenjak lahir akan tumbuh menjadi anak yang memiliki emosi yang aman (emotionally secure), percaya diri dalam mengeksplorasi dunia sekitar, dan ketika tumbuh dewasa mereka akan mampu membangun relasi sosial yang baik.

Keterlibatan ayah akan menorehkan kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah dan memiliki IQ pada usia tiga tahun. Pada usia sekolah ia juga  memiliki prestasi yang lebih baik serta kepercayaan yang lebih tinggi. Penelitian tentang peran ayah menunjukkan bahwa kedekatan ayah dengan anaknya memberikan efek psikologis yang kuat terhadap anak. Dalam buku The Role Of The Father in Child Development  karya Michael Lamb menyatakan bahwa ayah ideal adalah ayah yang memiliki cukup waktu untuk anak-anaknya. Belajar dari pengalaman berbagai informasi baik penelitian atau pengalaman ayah perlu menyempatkan ruang dan waktu untuk anak-anaknya. Selain itu, harus mampu menjaga komunikasi secara baik dengan anak, agar seorang anak memiliki kecerdasan emosi dan IQ yang lebih baik.

Pengasuhan anak merupakan kegiatan berkesinambungan dari waktu ke waktu dari suatu tahap perkembangan, ke tahap perkembangan berikutnya. Kualitas berinteraksi lebih baik dari kuantitas atau lamanya waktu bersama anak dalam pengasuhan bukan sepenuhnya hal yang dibenarkan. Tetaplah tidak dapat dikatakan bahwa efek positif suatu interaksi yang berkualitas akan bertahan lama jika interaksi hanya terjadi sekali dalam jangka waktu yang cukup lama. Pengertian berulang berarti partisipasi seorang ayah terjadi dalam frekuensi yang lebih dari hanya sekedar sekali dan dalam suatu kurun waktu yang panjang.

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah suara ‘Aisyiyah Edisi 4 April 2016, Rubrik Edukasiana

Related posts
Berita

Peringati Milad Muhammadiyah ke-111, TK ABA 02 Pati Bangun Kedekatan Ayah dan Anak

Pati, Suara ‘Aisyiyah – TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 02 Pati menyelenggarakan kegiatan peringati Milad Muhammadiyah ke-111 pada Sabtu (25/11) di Lapangan…
Parenting

Menakar Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (1)

Oleh : Casmini (Anggota Majelis Tabligh PP Aisyiyah  & Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi Bimbingan dan Konseling Islam  Fakultas Dakwah dan…

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *