Oleh: Atiyatul Ulya*
Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menjelaskan bahwa sebanyak 34% (3 dari 10) anak laki-laki usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih sepanjang hidupnya. Sebanyak 41,05% (4 dari 10) anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.
Pada 7 Maret 2022 Komnas Perempuan telah meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) data angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada tahun 2021. Data kuantitatif yang disampaikan oleh Komnas Perempuan dalam Peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) tersebut menunjukkan bahwa pengaduan ke Komnas Perempuan meningkat secara signifikan sebesar 80%, dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021.
Dalam rentang waktu 31 Desember 2021 sampai 5 Februari 2022, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menyelenggarakan kegiatan Konsolidasi Nasional dengan seluruh Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah dan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah seluruh Indonesia. Laporan dari seluruh Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah dan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dipicu oleh berbagai faktor.
Tindak kekersan terhadap perempuan juga terjadi dalam kehidupan para sahabat perempuan pada masa Nabi Muhammad saw. Para sahabat perempuan tidak menutupi tindak kekerasan yang telah mereka alami, tetapi mereka bahkan mengadukannya kepada Nabi Muhammad saw. yang kemudian direspons secara langsung dan tegas oleh Nabi saw. Hal ini terekam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang artinya:
“Dari Iyas bin Abdillah bin Abdi Dzubab, Rasulullah saw. memberi perintah, ‘Janganlah memukul perempuan.’ Akan tetapi, datanglah Umar kepada Rasulullah saw. melaporkan bahwa banyak perempuan yang membangkang terhadap suami-suami mereka. Maka Nabi saw. memberi keringanan dengan membolehkan pemukulan itu. Kemudian (akibat dari keringanan itu), banyak perempuan yang datang mengitari keluarga Rasulullah saw. mengeluhkan suami-suami mereka. Maka Rasulullah saw. kembali menegaskan, ‘Telah datang mengitari keluarga Muhammad banyak perempuan mengadukan (praktik pemukulan) para suami, mereka itu (para suami yang melakukan pemukulan kepada istri) bukan orang-orang yang baik di antara kamu.'”
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam berkemajuan telah merespons isu kekerasan terhadap perempuan dan anak yang setiap tahunnya menunjukkan peningkatan jumlah. Respons ‘Aisyiyah terhadap isu kekerasan dilakukan baik secara preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Bahkan sejak berdirinya pada 1917, sejatinya ‘Aisyiyah secara tidak langsung telah melakukan upaya preventif penanggulangan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan.
Hal ini dilakukan dengan memberikan edukasi kepada para perempuan melalui kegiatan Sopo Tresno yang diinisiasi oleh K. H. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah. Respons ‘Aisyiyah terhadap persoalan kekerasan kepada perempuan dan anak didasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis Nabi saw. Agama Islam mengajarkan untuk memuliakan manusia, laki-laki dan perempuan, dengan akhlak mulia di antaranya sebagaimana tercantum dalam Q. S. al-Isra’ ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Q.S al-Hujurat Ayat: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia. Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Q.S. ar-Rum Ayat 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Banyak riwayat hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. sangat menghormati dan menghargai perempuan, serta sangat menyayangi anak-anak. Ini merupakan salah satu bentuk manivestasi penyempurnaan akhlak manusia yang menjadi tugas utama diutusnya Nabi Muhammad saw. Bahkan, Nabi Muhammad saw. memastikan keamanan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, salah satunya dengan membuat kebijakan melarang perempuan melakukan perjalanan sendirian kalau tidak ada yang mendampingi.
Baca Juga: Stres Pasca Trauma Kekerasan Seksual dan Penanganannya
Kebijakan ini dibuat karena secara umum kondisi ketika itu belum aman bagi perempuan untuk bepergian sendirian. Jika ditemukan hadis yang bunyi teksnya masih merendahkan perempuan yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan, maka sebagiannya dapat dianggap sebagai transisi dari masa jahiliah kepada Islam; sebelum ayat al-Qur’an turun; atau sebagian lagi merupakan hadis dhaif yang tidak layak untuk diamalkan.
Hal ini berdasarkan beberapa ayat alQur’an di atas dan riwayat hadis yang menjelaskan Nabi saw. sangat menolak berbagai bentuk kekerasan, ‘Aisyiyah melakukan berbagai upaya atau ikhtiar penanggulangan bentukbentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual karena tindak kekerasan merupakan bentuk penindasan kepada sesama makhluk yang dalam ajaran Islam sangat dilarang.
Memasuki abad kedua, upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin diperkuat oleh ‘Aisyiyah dengan menyusun berbagai program yang bersifat preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya pencegahan di antaranya dilakukan dengan (i) mensosialisasikan konsep Keluarga Sakinah yang telah ditetapkan oleh Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Lembaga Pendidikan Muhammadiyah/’Aisyiyah; (ii) sosialisasi di komunitas dan sekolah tentang pencegahan kekerasan seksual, serta (iii) kampanye melalui media sosial.
Sementara itu, upaya penanggulangan dilakukan melalui pendampingan terhadap korban dengan memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban melalui Posbakum ‘Aisyiyah di beberapa wilayah dan daerah, baik layanan pendampingan hukum, pendampingan psikologis, spiritual, medis, maupun rehabilitasi.
Selanjutnya, perlindungan terhadap korban kekerasan/penyintas di antaranya dilakukan dengan (i) menyediakan tempat yang aman untuk korban, seperti Rumah Sakinah di Jawa Tengah dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) di Bengkulu; (ii) memberikan edukasi intens melalui forum-forum di komunitas sebagai upaya menghilangkan stigma negatif terhadap korban kekerasan seksual; serta (iii) memberikan pelatihan, pemberdayaan, pemberian modal, mencarikan tempat magang, yang dilakukan secara mandiri maupun bekerja sama dengan Pemprov, Pemda, kampus, Lazismu, serta Majelis Ekonomi ‘Aisyiyah.
Kerja sama ini mendorong para penyintas untuk dapat menjadi relawan hukum dengan melakukan edukasi ke terampilan hukum. Dengan demikian, jika terjadi kekerasan kepada orangorang di sekitar mereka, para relawan hukum ini dapat bergerak dengan sigap. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap anak, ‘Aisyiyah juga telah membentuk Gerakan ‘Aisyiyah Cinta Anak (GACA) sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap anak yang dalam kegiatannya melibatkan berbagai majelis di ‘Aisyiyah.
Bagi ‘Aisyiyah, mencegah dan menanggulangi berbagai bentuk kekerasan, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak selain sebagai implementasi pengamalan ajaran Islam, juga merupakan upaya penguatan terhadap keluarga. Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat yang keberadaannya sangat menentukan kemajuan bangsa untuk menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Untuk itu ‘Aisyiyah terus melakukan berbagai upaya penguatan peran dalam merespons persoalan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Di antara upaya itu ialah dengan (i) memberdayakan anggota organisasi untuk melakukan pelatihan paralegal ‘Aisyiyah yang mengikutsertakan lintas majelis di ‘Aisyiyah; dan (ii) melakukan sinergi dengan internal Muhammadiyah, di antaranya dengan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Forum Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah, dan Lazismu.
Selain itu upaya penguatan juga dilakukan dengan mengembangkan jejaring kerja sama dengan berbagai pihak di antaranya dengan Kantor Wilayah Kemenhukham, Pengadilan Agama di berbagai daerah serta dengan Pemerintah Provinsi dan Daerah di berbagai wilayah dan daerah di Indonesia. [4/22]
*Ketua Majelis Hukum dan HAM PP ‘Aisyiyah Periode 2015-2022.
1 Comment