
Ilustrasi: SEIDE
Oleh: Mutiara Dien Safitri* Parliani**
Bangkok, Thailand merupakan salah satu destinasi wisata favorit masyarakat Indonesia. Namun, selain berwisata, banyak warga Indonesia datang ke Bangkok untuk bekerja atau menempuh studi. Tidak mengherankan jika di Bangkok sering terdengar percakapan dalam bahasa Indonesia.
Sebagai destinasi wisata, kota ini menawarkan perpaduan antara wisata budaya, religi, dan kehidupan modern yang dinamis dengan pusat perbelanjaannya yang terkenal. Citra keramahan pun melekat pada ibu kota negara yang berjuluk Negeri Gajah Putih ini.
Tempat ibadah agama Buddha (wat/candi) banyak dijumpai dan menjadi ikon wisata di Bangkok. Mudah disimpulkan bahwa mayoritas penduduknya beraga- ma Buddha. Namun, ternyata di Bangkok tidak hanya didapati situs-situs agama Buddha yang memukau, ada juga jejak-jejak Islam di sana. Keduanya hidup berdampingan dengan damai.
Saat berkunjung ke Bangkok, kita akan menemukan sejumlah masjid yang menjadi saksi keberadaan umat Muslim di kota ini. Masjid-masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kehidupan sosial, budaya, dan pendidikan bagi umat Islam. Masjid-masjid di kota ini menunjukkan bahwa Bangkok juga merupakan rumah bagi masyarakat Muslim yang rupanya telah lama berbaur dengan masyarakat dan agama lain.
Bagi wisatawan Muslim Indonesia, hal tersebut bisa menjadi daya tarik tersendiri, yakni kesempatan mengeks- plorasi dan merasakan atmosfer kehidupan religius di sebuah negeri tempat Muslim tidak menjadi mayoritas. Ada rasa khidmat dan haru tersendiri mana kala kita menemukan masjid atau mendengar suara azan di tempat minoritas muslim.
Ada masjid berarti ada saudara sesama Muslim, baik penduduk lokal maupun pendatang. Selain itu ada rasa tenang bahwa kuliner halal akan dapat ditemukan di situ. Masjid menjadi ikon religi yang mengesankan bagi umat Muslim dari luar yang mengunjungi Bangkok.
Dalam sebuah kesempatan berkunjung ke Bangkok, kami pun merasakan kesan semacam itu saat singgah di sejumlah masjid dan bertemu komunitas Muslim di kota ini. Kami membuat catatan kecil perihal pengalaman singgah di masjid-masjid itu. Jika Anda berkunjung ke sana, catatan kecil tersebut semoga dapat menjadi referensi dalam menentukan masjid-masjid yang akan dikunjungi.
Masjid Bangkok
Masjid pertama yang kami kunjungi adalah Masjid Bangkok, terletak di kawasan Bang Rak. Menara masjid ini sudah terlihat dari kejauhan di tepi jalan raya, tetapi untuk mencapainya kita perlu menelusuri gang kecil. Perjalanan pada awal pagi itu menghadirkan suasana tenang di tengah hiruk pikuk warga Kota Bangkok yang sedang bersiap-siap melakukan aktivitas hariannya.
Baca Juga: Pakistan dan Jejak-jejak Sejarah Dinasti Mughal
Sesampainya di depan masjid, kami dipersilakan oleh salah satu jemaah. Ia mengarahkan kami ke ruangan khusus perempuan untuk melaksanakan salat subuh. Kami segera merasakan hangatnya persaudaraan Islam di tempat itu. Masjid ini menyediakan minuman dan makanan ringan untuk para jemaah salat, sebuah tradisi yang menciptakan suasana keramahan. Di depan masjid, terpampang informasi tentang sejarah pendirian masjid ini: Masjid Bangkok dibangun pada Agustus 2006 atas wakaf dari Tamil Muslim Association di Thailand.
Kami banyak bertemu dengan warga negara pendatang di masjid ini seperti Pakistan, India, dan lainnya. Masjid ini akan ditutup setelah jemaah selesai melaksanakan salat. Di sekeliling masjid, banyak masyarakat pendatang bermukim. Kami mendapati orang India yang sedang melaksanakan ritual ibadah agama Hindu di depan rumahnya, tidak jauh dari Masjid Bangkok. Rupanya di lingkungan Masjid Bangkok banyak bermukim orang-orang India dan Pakistan.
Masjid Haroon
Masjid kedua yang kami kunjungi adalah Masjid Haroon. Letaknya tidak jauh dari Masjid Bangkok. Masjid ini memiliki sejarah yang menarik. Pra- sasti yang terpasang di sebelah pintu masuk kawasan masjid menyebutkan bahwa Masjid Haroon dibangun oleh Toh Haroon Bafaden yang berasal dari Indonesia.
Ia bermigrasi ke Thailand pada awal periode Raja Rama III, sekitar tahun 1828. Toh Haroon sendirilah yang kemudian menjadi imam pertama di masjid itu. Setelah Toh Haroon meninggal, posisinya digantikan oleh putranya, yaitu Haji Muhammad Yusup.
Masjid Haroon terbuat dari kayu sehingga terkesan tradisional dan punya nilai artistik tersendiri. Kawasan di sekitar masjid merupakan daerah perkampungan Muslim Thailand, tidak mengherankan jika atmosfer keislaman di tempat ini begitu pekat. Orang-orang Muslim, yang terlihat dari penampilan dan pakaian mereka, berlalu-lalang.
Masjid ini terletak di ujung jalan sehingga untuk mencapainya, kita harus menelusuri walking street yang di pinggirannya, di dinding-dinding yang membatasi jalan, banyak didapati warung-warung sederhana yang menjual makanan halal. Mereka sudah buka sejak pagi hari seperti banyak warung makan di Indonesia. Memasuki kawasan Masjid Haroon, kita akan mendapati atmosfer perkampungan yang akrab dan ramah seperti di perkampungan kita sendiri.
Di kompleks Masjid Haroon terdapat juga aula dan perpustakaan milik Haroon Foundation. Hal ini menegaskan bahwa masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga pusat peradaban Muslim. Di depan Masjid Haroon, terdapat makam tokoh Islam setempat yang menambahkan nilai historis lingkungan ini. Sayangnya, kami hanya bisa berkeliling di sekitar masjid karena menurut salah seorang yang kami temui di sana, masjid hanya dibuka pada waktu-waktu salat.
Masjid Jawa
Masjid Jawa terletak di daerah Sathorn, Bangkok. Dari namanya, kita bisa menduga bahwa masjid ini pasti punya sangkut paut dengan suku terbesar di Indonesia, yakni Jawa. Dugaan itu tidak meleset. Masjid ini memang dibangun di atas tanah wakaf perantau Masjid Jawa asal Jawa yang bernama Muhammad Saleh pada tahun 2448 dalam kalender Thailand atau sekitar 1906 M.
Terkait nama pemilik asal tanah wakaf ini, kiranya anggota Persyarikatan Muhammadiyah akan menganggap Masjid Jawa menjadi lebih istimewa karena pewakaf tanah tersebut tidak lain adalah mertua dari K.H. Ahmad Dahlan.
Masjid Jawa memperlihatkan ciri khas bangunan Jawa. Atapnya berbentuk limasan berundak tiga berwarna hijau, pintunya berjeruji besi seperti banyak dijumpai pada bangunan orang Jawa pada masa lampau. Kami sangat beruntung karena masjid ini tidak terkunci sehingga kami bisa masuk dan mengamati interiornya. Di dalam masjid, nuansa Jawa semakin terasa dengan adanya empat pilar penyangga masjid dan jam lonceng.
Kompleks masjid terdiri dari dua bangunan utama yang letaknya berha- dapan: bangunan masjid dan madrasah. Tidak jauh dari masjid, terdapat pula pemakaman Muslim. Adanya pemakaman Muslim di area ini menunjukkan bahwa peradaban Islam hidup dalam toleransi di tengah keberagaman di kota ini.
Tak jauh dari masjid banyak dijum- pai penjual makanan dan jajanan halal yang bervariasi, seperti ayam bakar, kue-kue tradisional, sosis, dan hekeng. Pada perempatan jalan di dekat masjid terdapat minimarket yang menjadi penanda kuat akan kepadatan penduduk di sekitar masjid. Penghuni beberapa rumah di belakang maupun di samping masjid dapat dikenali sebagai Muslim dengan adanya kaligrafi lambang-lambang, dan hiasan yang terdapat di pintu atau dinding rumah mereka.
Masjid Indonesia
Sesuai namanya, Masjid Indonesia ini dibangun oleh diaspora Indonesia. Masjid ini terletak di Polo 5 Alley, Lumphini, Pathum Wan. Untuk mencapainya, kita perlu menelusuri gang kecil, tetapi tidak perlu khawatir karena petunjuk arah sudah tersedia dengan jelas.
Masjid Indonesia ini berada di tengah-tengah padat penduduk dengan jalan sempit sehingga tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Kami berhenti di depan gang untuk berjalan kaki menuju Masjid Indonesia ini. Selama menuju ke masjid, saya dapat melihat masyarakat dengan beragam asal, etnis, dan budaya di sini hidup berdampingan bersama warga lokal. Ini tidak seperti lingkungan di beberapa masjid yang telah kami kunjungi, menjadi tempat komunitas Muslim.
Mirip dengan Masjid Haroon, masjid ini hanya dibuka pada saat waktu-waktu salat. Karena kami tiba cukup lama sebelum zuhur, kami memutuskan untuk memesan makanan dari salah satu tempat penjual makanan halal yang tidak jauh dari masjid. Menariknya, sang penjual memanggil seseorang yang dapat berbahasa Indonesia untuk membantu kami memilih menu makanan.
Baca Juga: Menilik Mohenjo-Daro, Kota Berperadaban Maju pada Masa 2600 SM
Saat Zuhur tiba, alhamdulillah kami bisa masuk ke dalam masjid dan bertemu dengan warga sekitar yang sangat ramah. Mereka mempersilakan kami ke tempat salat perempuan dan menutupnya dengan pembatas ruangan demi kenyamanan ibadah.
Masjid ini sangat mengesankan karena namanya adalah Indonesia. Para perantau, para mahasiswa yang sedang menimba ilmu untuk masa studi yang tidak singkat sehingga rindu pada tanah air dapat menjadikan Masjid Indonesia sebagai pengobat rindu itu.
Masjid Darul Aman
Masjid terakhir yang kami kunjungi adalah Masjid Darul Aman. Seperti namanya, Darul Aman merupakan tempat ibadah yang aman dan nyaman. Dari informasi yang tersedia, masjid ini memiliki nama lain Suraw Phayathai, terletak strategis di Soi Petchaburi 7, di pusat Kota Bangkok, tidak jauh dari Kedutaan Besar Republik Indonesia. Tidak mengherankan jika banyak warga Indonesia yang melaksanakan salat di sini.
Seperti di masjid-masjid sebelumnya, di sekitar Masjid Darul Aman juga terdapat beragam pilihan tempat makan halal. Ini membuatnya menjadi tempat kunjungan ideal bagi wisatawan Muslim. Mereka dapat menikmati kuliner tanpa kekhawatiran.
Menu yang disajikan pun mempunyai cita rasa yang tidak jauh berbeda dengan cita rasa Indonesia (asin, pedas, dan manis). Masyarakat Indonesia dan Malaysia sangat akrab dengan lingkungan ini. Pada waktu makan baik sarapan, makan siang maupun malam, kita akan dengan mudah menemui warga negara Indonesia dan Malaysia di sini.
Masjid Darul Aman berada tidak jauh dari pusat perbelanjaan yang sering dikunjungi para pelancong dan pebisnis Tanah Air. Tidak jauh dari masjid ini terdapat stasiun kereta sehingga memudahkan para pelancong untuk menuju ke Masjid Indonesia tempat-tempat wisata lainnya seperti Asiatique.
Selain itu, banyak fasilitas lain di lingkungan ini. Ada penginapan di sekitar masjid. Tepat di sebelah masjid terdapat restoran halal bernama Nissareen dengan harga terjangkau. Tampilannya pun sangat artistik dan asri, berupa bangunan kayu berwarna cokelat yang memberikan kesan tradisional yang kuat.
Keberadaan masjid-masjid di Bangkok ini memperlihatkan bahwa masyarakat Muslim di sini dapat hidup dalam keberagaman. Masjid-masjid tersebut memperlihatkan pada kita tentang jejak peradaban Islam yang terus tumbuh di tengah modernitas.
Sebagai warga negara Indonesia dan anggota Muhammadiyah, saya sangat bersyukur bisa mengetahui jejak Islam di Negeri Gajah Putih ini. Selain masjid- masjid yang telah kami kunjungi, masih banyak lagi masjid yang bisa menjadi referensi bagi mereka yang ingin menapaki jejak Islam di Kota Bangkok.
*Mahasiswa Master of Public Health, Khon Kaen University Anggota Majelis Keilmuan dan Pengem- bangan Kader PCIM Thailand 2023-2025 Wakil Ketua PDNA Banyumas Bidang Kesehatan dan Lingkungan 2022-2026
**Mahasiswa Doktoral, Khon Kaen University Sekretaris PDA Kota Pontianak Bendahara PCIM Thailand Founder RnW Collaboration


3 Comments