
Sc: Tirto.id
Oleh: Teti Kusmira*
Ancaman untuk Kesehatan Global
Pada awal tahun 2020 World Health Organization (WHO) memasukkan demam berdarah dengue (DBD) sebagai salah satu penyakit yang mengancam kesehatan dunia. Insidensi dengue telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir. DBD merupakan penyakit infeksi oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk. Diperkirakan terdapat 390 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan 96 juta di antaranya memiliki manifestasi klinis dengan tingkat keparahan penyakit yang bervariasi.
Jika tidak tertangani, dengue yang menjangkiti seseorang dapat menjadi dengue berat, bahkan mengakibatkan kematian. Jika dengue ini kemudian menular dan kasusnya meningkat secara signifikan dalam suatu daerah selama rentang waktu tertentu, hal itu bisa digolongkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Kondisi tersebut menimbulkan beban yang besar pada populasi, sistem kesehatan, dan ekonomi di sebagian besar negara tropis di dunia.
WHO memiliki komitmen untuk menanggulangi dengue melalui The Global Strategy for Dengue Prevention and Control 2012–2020 dan A Road Map for Neglected Tropical Diseases (NTDs) 2021-2030. Komitmen global tersebut meliputi komitmen untuk menurunkan angka kematian akibat dengue minimal 50% pada tahun 2024, menurunkan angka kesakitan dengue minimal 25% pada tahun 2024, dan memperkirakan beban penyakit yang sesungguhnya pada tahun 2025.
Dalam rangka memenuhi target tersebut, WHO menetapkan lima strategi atau pilar utama dalam pe- nanggulangan dengue, yaitu diagnosis dan manajemen kasus, surveilans terintegrasi dan kesiapsiagaan KLB, pengendalian vektor berkelanjutan dan vaksinasi, serta riset operasional dan implementasi.
Mencegah Lebih Mudah
Karena vektor pembawa DBD adalah nyamuk dan hal ini tidak lepas dari masalah lingkungan, upaya efektif untuk memberantas dan mencegah penyebarannya adalah dengan melakukan pemantauan dan pemberantasan jentik-jentik (larva) nyamuk pembawa dengue di lingkungan masyarakat. Terkait dengan hal ini, Kementerian Kesehatan RI telah menggulirkan “Gerakan satu rumah satu juru pemantau jentik (jumantik).”
Jumantik adalah orang yang bertugas memantau jentik nyamuk yang ada di sekeliling tempat tinggal, terutama di tempat-tempat yang biasa Ilustrasi: www.desasebangar.com menjadi sarang nyamuk seperti di bak mandi karena jarang dikuras, genangan air di sampah kaleng atau plastik kemasan air minum. Tugas jumantik lainnya adalah mendorong gerakan 3M+ dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Wujud Gerakan 3M+ dan PSN itu, misalnya, menutup semua tampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas. Aksi plusnya ialah menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk atau antinyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah, serta menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk. Melalui gerakan ini diharapkan masyarakat berubah menjadi lebih sadar dan mempunyai perilaku hidup sehat, terutama dalam kaitannya dengan upaya mencegah DBD.
Umumnya kasus DBD terjadi pada musim hujan. Namun, kita harus waspada DBD tidak hanya menyerang pada musim hujan, pada musim kemarau pun potensi seseorang terserang DBD masih ada, lebih-lebih karena Indonesia adalah negara endemis DBD. Kasus DBD bisa terjadi ketika masyara- kat tidak mempunyai perilaku hidup sehat, seperti jarang bersih-bersih dan terbiasa menggantungkan pakaian bekas pakai.
Mencegah DBD dengan perilaku hidup sehat itu merupakan upaya yang lebih mudah dan murah dalam rangka menanggulangi DBD. Kalau sudah berjangkit, apalagi sampai pada tahapan KLB, upaya menanggulangi DBD jauh lebih sulit. Banyak biaya yang harus dikeluarkan dan upaya yang harus dilakukan, mulai dari pemberantasan sarang nyamuk, pengobatan pasien, hingga sosialisasi pencegahan DBD.
Masalah Baru yang Mengkhawatirkan
Catatan WHO menunjukkan bahwa negara-negara di Asia menempati urutan pertama perihal terjadinya kasus DBD dan Indonesia termasuk satu negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia kasus DBD selama tahun 2022 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Kenali Perbedaaan Penyakit Demam Berdarah dan Virus Zika
Sementara itu, muncul masalah baru dalam penanggulangan DBD. Melalui penelitiannya, Shinji Kasai menemukan fakta bahwa nyamuk Aedes aegypti kini semakin kebal dan kuat terhadap insektisida. Dari sampel nyamuk Aedes aegypti yang diambil dari beberapa negara di wilayah Asia Tenggara yakni Vietnam, Indonesia, Taiwan, Kamboja, dan Ghana, terbukti bahwa nyamuknyamuk Aedes aegypti terutama yang ada di wilayah Vietnam dan Kamboja memiliki kekebalan yang luar biasa terhadap insektisida.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa kekebalan atau resistensi itu terjadi karena adanya mutasi gen pada nyamuk. Adanya mutasi protein yang terdapat pada kanal ion natrium pada nyamuk Aedes aegypti membuat nyamuk ini kebal terhadap insektisida. Gen yang menyandi protein ini bermutasi sehingga susunan sekuen asam aminonya berubah yang dikenal sebagai mutasi substitusi asam amino. Adanya persilangan mutasi genetik semacam ini dapat membawa dampak serius akibat terjadinya mutasi gen super-resisten.
Lahirnya nyamuk yang super-resisten ini sangat mengkhawatirkan karena selain membawa virus dengue, nyamuk Aedes aegypti juga merupakan pembawa beberapa jenis virus lain seperti virus demam kuning (yellow fever virus), virus Zika, dan virus Chikungunya. Para ilmuwan khawatir akan sulitnya memberantas nyamuk yang menjadi vektor penyebaran virus DBD sehingga memungkinkan terjadinya wabah besar DBD.
Kekhawatiran itu semakin menemukan alasannya mengingat wabah DBD telah meningkat 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir. Ini disebabkan antara lain oleh karena nyamuk pembawa virus dengue mampu berkembang biak dengan cepat dan memperluas habitatnya karena adanya pemanasan global dan perubahan iklim.
Perlu Cara Baru
Meskipun vaksin dengue telah tersedia, tetapi upaya untuk mengendalikan penyakit ini terutama masih difokuskan pada pemusnahan populasi nyamuk melalui penyemprotan insektisida antara lain golongan piretroid. Insektisida piretroid yang biasanya banyak digunakan pada penyemprotan atau fogging nyamuk ini bekerja dengan cara memengaruhi sistem saraf pusat dan perifer nyamuk atau serangga sehingga menyebabkan kejang, kelumpuhan, dan kematian.
Penyemprotan dengan piretroid dapat menimbulkan respons yang berlebihan pada sel saraf dan selaput otot serangga dan menyebabkan aktivasi sel yang tidak normal sehingga menyebabkan kejang dan kematian serangga.
Akan tetapi, masalahnya sekarang adalah penggunaan insekstisida itu tidak akan efektif lagi apabila di suatu wilayah atau negara tertentu terdapat banyak sekali nyamuk yang resisten terhadap insektisida sebagaimana temuan Shinji Kasai di atas. Insektisida tidak mampu lagi mematikan nyamuk sehingga pada akhirnya akan semakin banyak virus-virus yang ditularkannya melalui gigitan nyamuk tersebut pada manusia.
Oleh karena itu, diperlukan metode alternatif untuk mengatasi dan mencegah terjadinya resistensi nyamuk Aedes aegypti ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, hendaknya digunakan insektisida yang lebih efektif daripada piretroid dalam penyemprotan nyamuk. Dalam hal ini perlu pula dikembangkan jenis insektisida alternatif lainnya. Kedua, penggunaan berbagai jenis insektisida harus diatur secara bergiliran agar nyamuk tidak cepat menjadi resisten.
Ketiga, mencari metode alternatif selain penggunaan insektisida untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti. Terkait hal ini, salah satu upaya yang telah dilakukan oleh beberapa negara, termasuk di Indonesia, adalah membuat nyamuk Aedes aegypti yang membawa bakteri Wolbachia. Wolbachia adalah bakteri alami yang disuntikkan ke dalam nyamuk Aedes aegypti. Fungsi bakteri Wolbachia adalah untuk menghambat replikasi virus dengue yang ada di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga tidak dapat ditularkan kepada manusia. [8/24]
*Kader dan Jumantik Posbindu Bagas Waras Baleasri, Pereng Dawe Balecatur Gamping Sleman
2 Comments