Oleh: Shoimah Kastolani
Perselingkuhan, baik yang dilakukan oleh sebagian kalangan selebriti, pejabat publik, sampai masyarakat awam pada umumnya, kerap mewarnai berita di berbagai lini media hingga pembicaraan pada berbagai unit sosial masyarakat. Perselingkuhan terjadi karena dipicu oleh faktor internal serta faktor eksternal.
Untuk mencegah perselingkuhan, kita harus berpegang teguh pada komitmen awal ketika sama-sama menyepakati untuk melangkah bersama menuju jenjang pernikahan, yakni berjuang bersama menggapai keluarga yang sakinah, bahagia lahir dan batin. Terkait komitmen awal itu, tidak dapat dipungkiri bahwa idealnya, semua menginginkan kondisi pernikahan yang selalu harmonis, tanpa pengkhianatan.
Menjaga Harmoni
Ikhtiar-ikhtiar mencegah perselingkuhan di dalam rumah tangga berikut ini penting untuk disadari dan dipahami bersama di antara para pasangan.
Pertama, saling memberikan perhatian. Sebagian perselingkuhan terpicu akibat pasangan tidak mampu memberikan dan menerima perhatian satu sama lain seperti di awal pernikahan. Saling memberikan perhatian dapat menumbuhkan rasa dicintai, membantu mencegah timbulnya konflik yang tidak tertangani, dan menumbuhkan romantisme hubungan pasutri. Biasakan untuk saling bersikap terbuka dan mendengarkan satu sama lain secara empatik.
Jalin komunikasi secara intens baik secara verbal maupun fisik. Pelajari dan komunikasikan aktivitas apa yang bisa dilakukan untuk membuat pasangan merasa dicintai. Jangan lupa, untuk bisa memberikan perhatian sebagai bentuk cinta, kita perlu memiliki pola pikir bahwa kita adalah hamba Allah dan khalifah-Nya yang berharga, layak dicintai, dan perlu mencintai pasangan dengan setia sebagai bentuk syukur kita atas karunia “separuh napas” yang Ia karuniakan.
Kedua, menjalankan peran dalam keluarga. Menjalankan peran sebagai seorang istri dan suami dengan baik akan membuat kondisi keluarga selalu harmonis. Pasutri saling merasa beruntung karena kebutuhan dalam keluarga dapat terpenuhi. Masing-masing hendaknya saling membantu dan tidak segan untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan.
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ
Artinya, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf….” (Q.S. al-Baqarah: 233).
Ketiga, saling mendukung satu sama lain. Pasutri harus selalu memberikan apresiasi dan dukungan satu sama lain. Segala kebaikan dan bentuk usaha apa pun yang telah dilakukan pasangan perlu diapresiasi dan dibanggakan atas kerja kerasnya. Saling mendukung ini menunjukkan bahwa masing-masing selalu siap berada di sampingnya dalam keadaan suka maupun duka. Dengan demikian, masing-masing akan saling mempercayai satu sama lain.
Baca Juga: Peran Anak dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
Keempat, menjaga penampilan. Islam menganjurkan para istri untuk tampil menarik di depan suami. Selaras dengan itu, Islam juga menganjurkan para suami untuk tampil menarik di depan istri. Seiring dengan usia pernikahan yang terus bertambah, seseorang boleh jadi cenderung mulai tidak memedulikan penampilan di depan pasangannya sendiri. Pasalnya, karunia Allah atas keberadaan pasangan yang selalu bisa dijangkau hampir setiap hari kerap membuat kita terlena untuk menjaga dan merawat perasaan cinta yang ada.
Penampilan istri yang rapi dan menarik adalah hak bagi suami. Istri juga mempunyai hak yang sama atas penampilan suami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ لَكُمْ مِنْ نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا
Artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas istri-istri kalian dan istri-istri kalian juga memiliki hak atas kalian” (Ibnu Majah).
Kelima, menyalakan kembali api asmara. Memupuk cinta yang matang dan penuh kepercayaan merupakan cara membuat hubungan rumah tangga yang langgeng. Cobalah mengulang kembali masa awal ta’aruf. Ambil sedikit waktu di hari libur untuk melakukan aktivitas menyenangkan yang pernah dilakukan bersama dulu untuk mengenang kisah cinta yang membuat hubungan semakin hangat. Hal yang romantis juga dapat dilakukan bersama pasangan melalui aktivitas sederhana, misalnya saling menyisir rambut. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا حَائِضٌ
Artinya, “Āisyah radhiyallāhu ta’āla ‘anhā berkata: “Aku pernah menyisir atau menata rambut Rasūlullāh shallallahu ‘alaihi wasallam ketika aku haid.” (Hadits shahih diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Meskipun di antara para pasutri sudah berikhtiar untuk mencegah terjadinya perselingkuhan, kadang cobaan itu dapat saja menghampiri salah satu di antara pasangan tersebut. Nah, bagaimana solusi apabila perselingkuhan itu terjadi juga?
Perselingkuhan atau pengkhianatan bisa menyisakan rasa depresi, merasa tak berharga, bahkan marah di dalam diri pihak yang dikhianati. Mengingat bahwa lebih baik mempertahankan kehidupan rumah tangga daripada harus melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah, yakni “bercerai”. Ada yang berusaha bangkit dari keterpurukan untuk menyelamatkan biduknya yang sudah retak.
Tidak dipungkiri, pasti akan terasa sulit untuk kembali menanamkan kepercayaan. Namun tetap harus diikhtiarkan untuk memperbaiki hubungan yang mulai nampak retak. Berikut ini adalah beberapa jalan yang dapat ditempuh.
Pertama, berusahalah bekerja sama dengan pasangan untuk kembali menumbuhkan rasa saling percaya. Sampaikan secara dewasa perasaan kepada pasangan akibat perselingkuhan ini, seperti sakit, marah, dan kecewa. Emosi harus tetap terkendali. Apabila pihak yang berselingkuh sudah mengakui kesalahannya, buatlah peraturan baru secara bersama untuk menumbuhkan rasa percaya dan merasa dihormati. Hilangkan mitos “Sekali selingkuh, pasti akan selingkuh lagi.” Perselingkuhan bisa saja merupakan kejadian yang membuat pelakunya merasa sangat bersalah.
Kedua, berusahalah menangkal pikiran negatif dengan pikiran positif untuk kembali melatih otak agar tetap positif. Jangan menyalahkan diri sendiri atas perselingkuhan ini. Pihak yang bersalah adalah pasangan yang tidak setia. Pasalnya, tidak ada kesalahan seseorang yang layak dibalas dengan perselingkuhan. Yakinlah bahwa semua cobaan dapat diatasi dengan komitmen kedua belah pihak untuk memperbaiki hubungan. Ingatlah bahwa Allah menguji hambanya yang beriman agar lebih baik derajat imannya. Ia berfirman dalam Q.S. al-‘Ankabut (29): 2-3,
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ
Artinya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.
Musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia merupakan ujian atau dapat juga menjadi tadzkirah, peringatan dari Allah. Oleh karena itu, kedepankan husnudzan kepada Allah bahwa musibah atas keluarga kita merupakan bagian dari kecintaan kepada hambanya.
Hadapi Realitas
Memang sebagian pasutri ada yang mampu mempertahankan biduk rumah tangganya yang diterpa badai perselingkuhan. Akan tetapi, tidak sedikit perselingkuhan yang menjadi pemicu tsunami perceraian. Namun karena ikhtiar sudah dilakukan dan kedua belah pihak tidak dapat menemukan titik temu untuk bersatu kembali, terpaksalah perpisahan menjadi keputusan.
Pasalnya, bukan tidak mungkin jika mempertahankan pernikahan hanya akan mendatangkan kemudaratan yang lebih besar. Ada beberapa kiat untuk menguatkan pasutri yang terpaksa harus menempuh satu-satunya jalan, yakni bercerai, sebagai dampak dari perselingkuhan.
Pertama, menerima keadaan. Pasangan tersebut harus menerima bahwa pernikahan yang sudah dengan susah payah dibangunnya memang sudah usai. Menyadari situasi yang demikian, perlu kemampuan menata hati supaya tidak lagi merasa emosional saat mengingat masa lalu. Bangun rasa percaya diri untuk hidup sendiri dan mandiri. Carilah lingkungan yang mampu mendukung sisi emosional kita.
Kedua, tidak menunda-nunda proses untuk mengakhiri hubungan. Proses berpisah yang terlalu lama dapat memperpanjang luka yang dirasakan saat berusaha melupakan ketidaksetiaan. Tentu dalam hal ini, tahapan-tahapan yang dituntunkan Islam jika terjadi perselisihan tetap harus dipenuhi. Hanya jika keputusan untuk berpisah setelah semua tahapan itu dijalani sudah diambil, pastikan untuk tidak berlarut-larut dalam proses perceraian.
Baca Juga: Keluarga Qurani
Setelah merasa pulih dari kepedihan akibat hubungan yang buruk, bangkitlah kembali. Kita semua merupakan hamba Allah yang berhak bahagia dan melangkah menuju masa depan. Mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Ia adalah Tuhan yang Maha Kaya dan Penuh Welas Asih. Jangan biarkan kepedihan hati akibat perselingkuhan yang dilakukan pasangan membutakan kita atas kekayaan dan cinta Allah yang tersebar di seluruh penjuru mata angin.
Ketiga, ekspresikan emosi yang sesungguhnya. Jangan malu dengan gejolak pera-saan yang terjadi setiap emosi muncul. Justru, belajarlah untuk mengekspresikan gejolak perasaan itu dengan cara yang sehat, misalnya melalui olah raga, mencari kesibukan hobi yang pernah ditekuni, atau fokus terhadap pekerjaan. Satu hal yang tidak diperbolehkan, yakni melampiaskan emosinya kepada pihak yang tidak bersalah dan tidak tahu dengan persoalan perselingkuhan ini. Carilah teman ngobrol yang solutif.
Keempat, belajar atasi rasa takut. Akhir hubungan pasca pengkhianatan bisa terasa sangat emosional dan menakutkan. Kehilangan pasangan bisa membuncahkan perasaan kecewa, terutama dalam hubungan pernikahan yang sudah berlangsung lama. Belajar atasi rasa keraguan untuk menapaki masa depan. Jika muncul rasa ragu atau khawatir pasangan berikutnya akan berselingkuh juga, sadarilah bahwa itu hanyalah asumsi berdasarkan emosi dari pengalaman masa lalu.
Kelima, tumbuhkan rasa percaya diri untuk membangun visi kehidupan ke depan. Mulai pikirkan rencana untuk kehidupan yang lebih baik, menggembirakan, dan membahagiakan. Sadari bahwa semuanya membutuhkan proses. Apabila masih terasa sulit, yakinlah ini adalah proses untuk menuju kebahagian ke masa depan yang baru. Allah tidak pernah mengambil sebuah kenikmatan dari kita melainkan untuk menggantinya dengan yang lebih banyak dan lebih baik.
Akan lebih bagus jika kita mempunyai catatan target-target yang akan dicapai dengan tujuan jangka panjang dan pendek menuju visi kebahagian hidup baru. Setiap langkah kecil yang yang dilakukan untuk memulihkan hidup adalah sebuah kemajuan yang berharga.
Ingatlah selalu bahwa setiap aktivitas kita, jika diniatkan untuk beribadah dan dilakukan dengan cara yang sesuai syariat, terhitung sebagai ibadah dan mendatangkan pahala. Jika setiap aktivitas yang kita lakukan mendatangkan ampunan dan kenaikan derajat untuk menjemput surga yang Allah janjikan, masihkan perasaan sedih dan kecewa yang disebabkan oleh manusia itu layak kita pelihara?
Keenam, jangan takut bergaul dan bertemu orang baru. Kehidupan baru atau hubungan baru akan membawa petualangan menarik ke dalam hidup. Cobalah aktivitas baru untuk bertemu dengan sekelompok orang baru. Yakinlah bahwa kehidupan mendatang akan penuh warna. Apalagi jika relasi-relasi atau aktivitas tersebut merupakan bagian dari upaya mendakwahkan Islam di muka bumi.
Bergabung dalam perjuangan dakwah tersebut, seperti melalui Muhammadiyah-‘Aisyiyah, akan memudahkan kita untuk menyembuhkan diri. Pasalnya, di antara cara terbaik mengurangi atau bahkan menghilangkan kesusahan diri adalah dengan mengentaskan orang lain dari kesulitan hidupnya.
Saat kita fokus untuk berkontribusi, pada dasarnya kita sedang bertransformasi menuju pribadi penuh dengan kebaikan yang tiada depresi di dalamnya. Benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.