Perempuan

Mendorong Perempuan Menjadi Mubaligat Berkemajuan

perempuan

Oleh: Evi Sofia Inayati*

Islam mengajarkan bahwa setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan kebaikan dan kebenaran dari ajaran Islam kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas, keahlian, dan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini, muballighmuballighat secara khusus memiliki peran besar dalam meluaskan ajaran Islam dan memberikan bimbingan keagamaan kepada masyarakat.

Menyebarkan ajaran agama (bertablig) itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik bertatap muka langsung dengan masyarakat berupa ceramah, melalui tulisan, maupun pendampingan pada masyarakat terutama para motivator yang disebut mubalig-mubaligat motivator. Meskipun tablig dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun tablig secara langsung dengan tatap muka dan berceramah maupun tidak langsung melalui media sosial masih menjadi andalan dalam masyarakat kita.

Kendatipun Islam memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan bertablig, namun realitanya frekuensi penampilan perempuan dalam bertablig (mubaligat) di ranah publik terbuka, misalnya, masjid atau forum kajian umum belum sebanding dengan frekuensi laki-laki dalam bertablig (mubalig). Pertanyaannya, tidak banyaknya mubaligat menampilkan diri bertablig apakah karena secara jumlah kurang memadai, apakah ada kendala teologis muballighat dan masyarakat, ataukah tidak percaya diri karena merasa kemampuan dan pengetahuan agama kurang?

Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2021 melakukan penelitian tentang Representasi dan Konstruksi Gender dalam Dakwah Televisi, dan hasilnya hampir 88,8% penceramah di televisi adalah laki-laki, sementara perempuan hanya 11,2%. Alasannya, pengelola program kesulitan mencari penceramah perempuan. Sementara, temuan lainnya menyebutkan bahwa mayoritas pemirsa program keagamaan di televisi adalah perempuan.

Bolehkah Perempuan Bertablig di Forum Publik?

Isu perempuan sebagai mubaligat dan peran mereka dalam menyampaikan ajaran Islam seringkali masih menjadi perdebatan dalam berbagai kalangan. Salah satu perdebatan yang sering muncul adalah apakah perempuan diperbolehkan untuk berceramah agama di hadapan jemaah laki-laki, baik di masjid, forum pengajian, atau acara dakwah lainnya?

Islam adalah agama yang menekankan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam banyak aspek, termasuk dalam urusan meluaskan ajaran agama kepada masyarakat. Adabul Mar’ah fil-Islam yang merupakan Keputusan Muktamar Tarjih tahun 1972 menyatakan bahwa perempuan boleh menjadi hakim. Ini artinya, peran publik laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan.

Demikian pula perempuan menjadi guru atau penceramah agama bagi murid atau jamaahnya ada laki-lakinya. Banyak ayat Al-Quran secara umum mengisyaratkan tidak adanya larangan perempuan bertablig di ruang publik, sebagaimana perempuan menjalankan tugas-tugas kemasyarakatan lainnya.

Beberapa ayat Al-Quran dan hadis yang mendukung peran perempuan dalam menyampaikan ilmu agama dan berceramah di depan jamaah, termasuk yang terdiri dari laki-laki antara lain adalah sebagai berikut: Al-Quran surat At-Taubah (9):71 ۘ

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ۝٧١

Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) mungkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. 

Ayat ini menegaskan bahwa tugas berdakwah adalah tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban untuk terlibat aktif dalam menyebarkan kebaikan dan mengajak kepada kebenaran.

Hadis riwayat Bukhari dari ‘Aisyah ra. berkata, “Sesungguhnya banyak sahabat laki-laki yang datang kepada saya untuk meminta penjelasan mengenai masalah agama. Saya tidak membedakan mereka, dan mereka tidak merasa canggung untuk bertanya kepada saya.” (H.r. Bukhari)

Baca Juga: Perempuan Memberi Kuliah Tujuh Menit: Kenapa Tidak?

Hadis ini menunjukkan bahwa ‘Aisyah binti Abu Bakar, seorang sahabiyah yang berpengetahuan luas tentang Islam, tidak hanya mengajarkan perempuan, tetapi juga laki-laki. Ini menjadi bukti bahwa perempuan memiliki peran penting dalam menyampaikan ilmu agama kepada masyarakat luas termasuk jemaah laki-laki.

Dari sisi pandangan Islam, perempuan tidak ada halangan untuk berceramah di depan publik. Namun, tantangan lebih banyak dari stigma sosial dan budaya yang ada di kalangan masyarakat yang berpendapat perempuan tidak sepantasnya tampil di depan jemaah umum.

Sejarah Para Sahabiyat yang Mengajarkan Sahabat Laki-Laki

Pada masa Rasulullah saw, banyak sahabat perempuan yang terlibat dalam dakwah dan mengajarkan ilmu kepada umat Islam, baik di kalangan perempuan maupun laki-laki. Bahkan, mereka sering menjadi sumber rujukan bagi para sahabat laki-laki yang ingin mengetahui lebih banyak tentang hadis dan fikih. Para sahabat perempuan ini memiliki peran yang besar dalam menyebarkan wahyu dan nilai-nilai Islam yang penting dalam kehidupan umat Islam.

Berikut beberapa contoh sahabat perempuan yang mengajarkan agama kepada sahabat laki-laki. Aisyah binti Abu Bakar adalah salah satu perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Islam. ‘Aisyah dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas, memiliki hafalan yang kuat terhadap hadis-hadis Nabi, dan juga sangat mendalam ilmunya dalam berbagai cabang agama Islam, termasuk fikih dan tafsir.

‘Aisyah tidak hanya mengajarkan ilmu kepada perempuan, tetapi juga kepada banyak sahabat laki-laki, baik langsung maupun melalui penjelasan yang dia berikan. Beberapa sahabat laki-laki yang sering belajar dari ‘Aisyah antara lain Abu Hurairah, Al-Qasim bin Muhammad, dan Umar bin al-Khattab.

Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umayyah) adalah seorang sahabat perempuan yang juga memiliki pemahaman agama yang mendalam. Ia seringkali diminta oleh sahabat laki-laki untuk memberikan penjelasan tentang berbagai masalah agama, terutama yang berkaitan dengan kehidupan keluarga dan peran perempuan dalam Islam.

Ia juga seorang perawi hadis yang sangat dihormati. Salah satu kisah terkenal adalah ketika dia menjelaskan tentang hadis yang berkaitan dengan perintah Rasulullah mengenai beberapa masalah sosial dan keluarga. Beberapa sahabat yang mengambil ilmu agama dari Ummu Salamah adalah Abu Hurairah dan Ibn Abbas.

Zainab binti Ali, putri Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah saw, adalah seorang perempuan yang sangat dihormati dalam sejarah Islam. Zainab dikenal sebagai seorang yang sangat cerdas dan pandai berbicara, serta memiliki pemahaman agama yang dalam.

Ia memiliki peran penting dalam menyampaikan ajaran-ajaran moral dan etika Islam, terutama kepada para sahabat laki-laki. Zainab banyak memberikan nasihat dan pelajaran tentang kesabaran dan keimanan dalam menghadapi ujian hidup, terutama setelah tragedi Karbala, di mana dia memperlihatkan keberanian dan keteguhan iman yang luar biasa.

Fatimah binti Qais adalah seorang sahabat perempuan yang terkenal dengan pengetahuannya tentang fikih dan hadis. Ia dikenal sebagai perempuan yang memiliki keahlian dalam menyampaikan pelajaran agama secara efektif. Meskipun ia lebih banyak berinteraksi dengan perempuan, Fatimah juga memberikan ceramah dan pengajaran kepada sahabat laki-laki dalam berbagai pertemuan agama yang diadakan di masa tersebut.

Eksistensi seorang muballighat tidak hanya diusahakan oleh individu mubaligat itu sendiri dengan terus menerus meningkatkan kompentensinya tetapi dukungan masyarakat juga diperlukan. Masyarakat dapat mempromosikan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada muballighat untuk tampil di banyak forum umum, seperti pengajian akbar, ceramah di televisi, termasuk kuliah atau ceramah Tarawih dan kuliah atau ceramah Subuh di bulan Ramadan.

Selain itu, organisasi keagamaan seperti ‘Aisyiyah dapat menfasilitasi berbagai kegiatan untuk meningkatkan kompetensi muabaligat, misalnya, sekolah untuk mubaligat, pelatihan, ataupun kajian-kajian intensif lainnya.

*Ketua PP ‘Aisyiyah

Related posts
Berita

Halalbihalal MTK PDA Kota Yogyakarta: Tingkatkan Peran Mubaligat Aisyiyah dalam Penguatan Ketahanan Keluarga

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Bertepatan dengan momen bulan Syawal 1446 H, Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Kota Yogyakarta…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *