Nilai-nilai luhur para pemimpin bangsa masa lalu tidaklah cukup sekedar diketahui dan dijadikan kisah-kisah “dongengan saja“. Namun perlu difahami dan dihayati kemudian dijadikan teladan bagi kita semua. Generasi masa kini banyak yang tak mengenal para pemimpin bangsa, pembangun, dan pendiri negara RI yang kini kita miliki. Mereka para tokoh pejuang kemerdekaan telah bersimbah darah dengan tetesan air mata yang tercurah,tanpa mengenal susah payah. Perjuangan masa itu benar-benar suci,semata -mata karena ilahi. Perjuangan Ki Bagus Hadikusumo tak lepas dari goresan sejarah meletakkan fondasi negara.
Meneropong Penghayatan Ketuhanan
Sejenak kita baca hati nurani Sang Proklamator dalam Buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. “Aku sadar bahwa buah pikiran yang akan kuucapkan bukan kepunyaanku. Engkaulah yang memberikannya di mukaku.Turunkanlah pertolongan-Mu.Kepada-Mu kumohon pimpinan-Mu, kumohonkan ilham guna di hari esok.” Kemudian di halaman lain tertulis,”Rukun Islam ada lima, Pendowo lima orangnya, jari tangan kita lima, panca indra kita lima…. Sekarang banyaknya prinsip diatas dasar mana Negara kita, lima pula bilangannya.” Lagi-lagi suatu hal yang banyak orang tidak mengetahui bahwa pilihan Bung Karno mengulur-ulur hari Proklamasi, beliau beralasan, “hari Jumat ini Jumat Legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci, danal-Qur`an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Orang Islam sembahyang 17 rakaat dalam sehari.” Demikianlah yang terungkap dalam jiwa Bung Karno.
Apabila kita melihat pada awal konsep Pancasila, Ketuhananyang Maha Esa diletakkan pada Sila kelima. Selanjutnya pada halaman berikutnya, tertulis pernyataan Bung Karno Bahwa semua bangsa Indonesia harus menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Kalimat ini disodorkan Bung Karno dan cukup membesarkan hati umat Islam. Setelah mengalami pergulatan pikiran diantara anggota Badan Persiapan Kemerdekaan, maka Sila Ketuhanan YME diletakan pada sila pertama.
Proses tersebut tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh Islam utamanya Ki Bagus Hadikusumo, orang yang gigih dan kokoh pendiriannya. Di sinilah Ki Bagus Hadikusumo menggoreskan tinta emasnya dengan menambah tujuh kata, ialah “dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Logiskah Bung Karno mengatakan bahwa bangsa Indonesia harus menyembah Tuhan YME? Usulan Ki Bagus Hadikusumo itu sudah mengalami “proses final” .
Keteguhan dan Keberanian Ki Bagus Hadikusumo
Badan Pekerja Rakyat maupun Panitia Persiapan Kemerdekaan adalah manusia-manusia pilihan dari kelompoknya. Meraka orang ulet dan kuat membawa misi masing-masing.Tak mengherankan bila kelompok Islam yang merasa 90% penduduk Indonesia memeluk agama Islam menyodorkan konsep Negara Islam? Namun rupanya Tuhan belum mengijinkan kehendak tersebut. Maka pada pagi hari menjelang dijatuhkannya palu keputusan tentag landasan Negara, saat itu telah terjadi ketegangan. Siapa lagi kalau bukan Ki Bagus Hadikusumo yang dianggap kokoh dalam pendirian.
Di pagi itu tak ada orang yang harus “dilobi” kecuali Ki Bagus Hadikusumo. Bung Karno meminta Kasman Singodimejo (saat itu bergelar Mister onder Rechten) menyampaikan kepada beliau sebelum sidang dimulai. Lobi itu menghapus 7 kata dalam sila pertama. Alasannya demi kesatuan bangsa karena kelompok non Islam mengancam tak akan bergabung Negara RI. Mereka akan mendirikan Negara sendiri. Di sini toleransiKi Bagus Hadikusumo ditunjukkan sebagai tokoh bijak. Toh prinsip Ketuhanan YME tetap kokoh sebagai tempat berpijak. Bahwa setiap sila harus dijiwai, tidak boleh bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Para tokoh (Bung Hatta) berkomentar bahwa dihapuskannya tujuh kata itu adalah sumbangan umat Islam kepadabangsa untuk keutuhan Negara RI.
Kepribadian Sosok Ki Bagus Hadikusumo
Dalam masa penjajahan Jepang, para pegawai dan pelajar setiap pagi harus mengadakan “Upacara Sekere” dengan membungkukkan punggung untuk menghormat Tenno Haika. Upacara dalam berbagai kesempatan tak lepas dari peraturan itu. Orang bisa kena tampar, bahkan terkena pedang bagi siapa yang menentangnya. Bung Karno mengatakan, “awas Jepang lebih kejam, dia bisa memenggal kepala orang bila perlu. Namun dikalangan angkatan muda Muhammadiyah justru sebaliknya,mereka membanggakan Ki Bagus Hadikusumo sebagai orang yang tak pernah mau membungkukkan punggungnya untuk Tenno Haika. Demikian ketegaran dan keteguhan iman Ki Bagus sebagai tokoh yang ikut membidani lahirnya Negara RI. (UG)
Tullisan ini pernah dimuat pada Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 1 Januari 2016, Rubrik Fikri
Sumber Ilustrasi : https://tirto.id/ki-bagus-hadikusumo-pendukung-keras-piagam-jakarta-cq7q