Oleh: Najihus Salam
Kepemimpinan perempuan terus menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Terlebih beberapa calon pemimpin di Indonesia masih ada yang berfikir perempuan tidak layak jadi pemimpin di ruang publik. Dalam konteks ini, peran mereka di ruang publik sering kali menuai pendapat pro dan kontra. Sementara sebagian orang mendukung, tak sedikit pula yang menolak dengan berbagai alasan. Pertanyaannya adalah, bagaimana pandangan Islam mengenai peran perempuan sebagai pemimpin dalam konteks ini?
Pandangan Islam Terhadap Kepemimpinan
Dalam ajaran Islam, tidak ada satupun ayat dalam Al-Qur’an yang melarang perempuan untuk memegang posisi kepemimpinan. Salah satu ayat yang sering dikutip dalam konteks ini adalah Surah Al-Baqarah ayat 30, sesuai dengan firman Allah SWT:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ…
Ayat ini menyiratkan bahwa setiap manusia, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Dalam konteks ini, Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan khalifah di bumi, meskipun ada kekhawatiran dari mereka mengenai potensi kerusakan yang mungkin ditimbulkan. Namun, Allah menegaskan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan oleh semua manusia.
Selain itu, sabda Nabi Muhammad Saw juga memberikan penekanan yang sama. Beliau bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpin.” (H.R. Bukhari).
Dengan demikian, tugas dan kewajiban setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, adalah untuk memimpin, setidaknya memimpin atas dirinya sendiri.
Perempuan Hebat Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mencatat berbagai sosok perempuan yang telah memberikan kontribusi besar dan menjadi teladan dalam hal kepemimpinan. Salah satunya adalah Ratu Bilqis, yang terkenal karena kebijaksanaannya dan keberhasilannya dalam memimpin rakyatnya menuju kemakmuran. Dalam kisahnya, Ratu Bilqis menunjukkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat demi kesejahteraan rakyatnya.
Baca Juga: Bentuk Dukungan Muhammadiyah kepada CakadaMu/CakadesMu
Kemudian ada pula Aisyah binti Muzahim, seorang wanita yang sangat dipuji dalam Al-Qur’an karena keteguhan imannya. Ia berani melawan kezaliman Fir’aun dan tetap kokoh dan teguh imannya melawan Firáun. Sosok lain yang tak kalah terkenal adalah Maryam, yang dengan hebat dan tegas menjaga kehormatan dirinya serta mendapat anugerah oleh Allah seorang putra yaitu Nabi Isa. Ketiga sosok ini membuktikan bahwa perempuan dalam sejarah Islam memiliki peran yang penting dan diakui oleh Allah.
Jejak Perempuan Mulia di Zaman Nabi
Di samping sosok-sosok yang disebutkan dalam Al-Qur’an, sejarah Islam juga mencatat banyak perempuan yang berperan penting dalam mendukung kepemimpinan. Salah satu contohnya adalah Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad. Ia dikenal sebagai seorang pebisnis sukses yang mendermakan seluruh harta, tenaga, dan pikirannya untuk mendukung dakwah Islam. Tanpa dukungan Khadijah, mungkin perjalanan dakwah Nabi tidak akan sekuat itu.
Sosok lainnya adalah Aisyah, yang tidak hanya dikenal sebagai istri Nabi, tetapi juga seorang yang cerdas dan menjadi rujukan bagi banyak hadits. Ia memainkan peran besar dalam menyebarkan pengetahuan dan ajaran Islam. Di zaman Nabi, terdapat pula Rithah, seorang wanita yang memimpin keluarganya dengan bekerja keras menafkahi suami dan anak-anaknya. Nabi Muhammad pun memujinya, menandakan bahwa peran perempuan dalam keluarga sangat dihargai dalam Islam.
Tidak kalah penting adalah Nusaibah, seorang perempuan yang berani terjun ke medan perang. Ia menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki keberanian dan kemampuan untuk berkontribusi dalam pertempuran demi mempertahankan agama dan masyarakat. Semua sosok ini merupakan bukti nyata bahwa perempuan memiliki potensi yang setara dengan laki-laki dalam hal kepemimpinan.
Kepemimpinan Perempuan Dalam Ruang Publik
Dalam Islam, dasar dari setiap kepemimpinan adalah kemaslahatan umat. Hal ini ditekankan dalam Surah At-Taubah ayat 71:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ…
“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.”
Ayat ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan adalah penolong satu sama lain, mendorong perbuatan baik dan mencegah kemungkaran. Dari sini, kita bisa melihat bahwa karakteristik seorang pemimpin dalam Islam tidak ditentukan oleh gender, tetapi oleh kualitas, kapasitas, dan kapabilitasnya untuk menjalankan tanggung jawab demi kebaikan umat.
Perempuan dalam Islam memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam konteks kepemimpinan. Mereka berhak untuk menjadi pemimpin di ruang publik, dan peran ini tidak bisa dianggap remeh. Kualitas seorang pemimpin lebih dilihat dari kemampuannya dalam menciptakan perubahan positif dan kemaslahatan bagi masyarakat.
Dengan demikian, pandangan Islam tentang kepemimpinan perempuan sangat jelas: tidak ada larangan bagi perempuan untuk memimpin, dan banyak contoh teladan dalam sejarah yang menunjukkan kemampuan mereka. Perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki dan layak untuk mengambil peran dalam kepemimpinan, baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat luas. Di dalam konteks ini, penting bagi kita untuk menghargai kontribusi perempuan dan memberikan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam kepemimpinan. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Kader IMM Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS