Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kamis (23/9), Majelis Pelayanan Sosial (MPS) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY) melalui channel YouTube @Pelayanan Sosial Channel mengadakan live streaming dengan mengusung tema “Pengasuhan Anak di Dalam dan Luar Panti” dengan menghadirkan Fatimah selaku Pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah Nanggulan dan Dani Kurniawan selaku Sekretaris Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY.
Fatimah menjelaskan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Muhamadiyah dalam menerapkan pengasuhan melakukan tiga tahapan, yaitu khinsip care, foster care, dan residen care. Khinsip care yakni anak masih tetap tinggal bersama keluarganya. Foster care yakni sebuah asuhan yang dilakukan oleh orang lain atau orang tua asuh di luar keluarga. Residen care, yakni pengasuhan anak di dalam asrama.
Pengasuhan khinsip care ini dilakukan oleh keluarga inti atau ayah dan ibu. Menurutnya, ketika anak itu hanya terlantar secara ekonomi, tetapi orang tuanya masih bisa melakukan pengasuhan, bisa memberikan kasih sayang, bisa mendidik, dan mengedukasi, maka cukup dengan memberikan santunan ekonomi, yakni berupa beasiswa pendidikan atau biaya kebutuhan lainnya.
Adapun foster care, Fatimah menjelaskan, yaitu pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga selain keluarga inti, yakni keluarga pengganti. Hal ini dilakukan ketika anak tidak memiliki keluarga inti.
Kemudian tahapan selanjutnya (residen care), jelasnya, adalah ketika anak tersebut sudah tidak mempunyai orang tua dan tidak mendapatkan orang tua asuh, maka kita bawa ke panti. Tentunya tidak semerta-merta langsung membawa anak tersebut ke panti, harus melalui pendataan yang jelas terlebih dahulu. “Jadi pada prinsipnya, kita memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya,” jelas Fatimah.
Baca Juga: Peran Anak dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
Mengenai orang tua asuh, Fatimah mengatakan, harus melalui assessment terlebih dahulu. Salah satu syarat mutlaknya adalah harus seagama dan seakidah. Selain itu, pertimbangan lain adalah alasan orang tua ini untuk mengasuh anak tersebut karena faktor apa; karena kasihan, karena belum mempunyai keturunan, atau ingin membantu. Ini merupakan langkah yang harus ditempuh sebelum mempercayakan anak tersebut untuk diasuh oleh orang tua asuh. Menurutnya, kalau tidak melakukan assessment terlebih dahulu, maka kasihan nasib anak tersebut di kemudian hari.
Selanjutnya, Fatimah menjelaskan tentang pola asuh yang diterapkan dalam panti. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan pola asuh anak sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah. “Kita punya visi dan misi dalam pengasuhan, di antaranya adalah memandirikan anak,” jelas Fatimah.
Dani Kurniawan menambahkan, pola asuh terhadap anak di panti asuhan harus yang menyenangkan, menggembirakan, penuh kehati-hatian, dan penuh rasa kesabaran. Kalau tidak demikian, menurutnya, akan membuat anak merasa tidak nyaman.
Mengenai hukuman kepada anak yang tidak tertib, Fatimah menjelaskan bahwa “hukuman” adalah kata yang tidak tepat untuk pola asuh terhadap anak. Ia mengatakan, kalau anak melakukan kesalahan berarti dia belum tahu, jadi perlu kita beri tahu dengan sebuah nasihat yang baik dan menyentuh hati anak. Sebagai contoh, ketika seorang anak lupa mematikan kran air, jangan memberikan dia hukuman, tetapi memberinya nasihat tentang sebab-akibat. Selain itu, bisa juga ditambah dengan mengatakan, “kran air ini kalau kamu hidupin terus nanti akan membuat banjir”.
Masih dalam konteks hukuman, Dani menambahkan, hukuman dalam sebuah pengasuhan lebih baik dijauhkan karena tidak baik untuk tumbuh kembang seorang anak. Menurutnya, yang harus dibangun dalam pola asuh anak adalah kesepahaman, yakni aspek komunikasi. Menghukum, apalagi sampai memukul anak, sebisa mungkin tidak dilakukan.
Saat ini, Muhammadiyah-‘Aisyiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengelola 22 panti. Dari 22 panti itu, 10 panti asuhan terdapat di Kulonprogo, 7 di Sleman, 2 di Kota, dan di Bantul ada 3. (rizka)