Keluarga SakinahKonsultasi Keluarga

Mengembangkan Sifat Empati pada Anak

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kak ‘Aisy yang saya hormati. Saya seorang guru Taman Kanak-Kanak yang sering merasa prihatin bila membaca atau mendengar banyaknya berita tentang perkelahian antar remaja yang sering menimbulkan korban luka-luka bahkan korban jiwa. Oleh karena itu, sering timbul pertanyaan dalam pikiran saya, apakah anak-anak remaja yang berkelahi sampai menyakiti orang lain bahkan juga menggunakan senjata tajam itu tidak memiliki rasa kasihan pada teman atau orang lain yang disakiti? Apakah setelah menyakiti orang lain, para anak remaja tersebut tidak merasa menyesal dan merasa kasihan pada korban yang telah disakitinya?

Sebagai seorang guru maka saya ingin mendidik para murid saya agar mereka memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama teman dan orang lain serta terhindar dari
sifat suka bertengkar dan menyakiti orang lain. Untuk itu, saya mohon pengarahan dari Kak ‘Aisy tentang cara mengajarkan rasa kasih sayang pada para murid saya sehingga mereka nantinya menjadi anak yang bisa saling menyayangi dan tidak menyakiti teman-temannya. Atas pengarahan Kak ‘Aisy, kami haturkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Umi S

JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bu Guru Umi yang mempunyai perhatian untuk siswa-siswanya. Untuk terhindar dari perilaku suka bertengkar dan menyakiti orang lain itu perlu memiliki sifat kasih
sayang dan tenggang rasa antar sesama. Sifat-sifat tersebut perlu ditanamkan dan dibentuk semenjak kecil, bahkan semenjak usia dini.

Bertengkar yang bermula dari berbeda pendapat tentang sesuatu hal itu biasa terjadi pada manusia, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Meskipun demikian, perbedaan pendapat itu harus bersifat sementara saja. Harus ada usaha melerai pertengkaran itu serta menyelesaikan perbedaan pendapat yang ada. Tentunya, cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan usia yang terlibat.

Salah satu modal untuk menghindarkan pertengkaran yang berujung pada saling menyakiti adalah dimilikinya sifat kasih sayang dan rasa empati pada masing-masing
pihak yang terlibat. Sifat kasih sayang adalah perasaan pada seseorang untuk mencintai dan menyayangi orang lain yang muncul dari hati seseorang. Empati adalah sikap emosional seseorang untuk peka atau bisa memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, serta merasa terdorong untuk ingin menolong.

Kemampuan berempati merupakan bagian dari perkembangan daya sosial emosional untuk membantu membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dan positif terhadap orang lain. Sikap empati bisa digunakan untuk membangun sikap husnuzhan atau baik sangka, sehingga bisa mengurangi dorongan percekcokan, pertengkaran, dan perkelahian dengan orang lain. Sikap empati bisa menumbuhkan rasa toleran kepada keadaan orang lain yang mungkin memiliki kekurangan dan membentuk pribadi yang siap menolong orang lain yang dirasa membutuhkan.

Pembentukan dan pengembangan rasa kasih sayang dan sikap empati mesti dimulai semenjak usia dini oleh orang tuanya dan orang dewasa di sekitarnya. Lalu penanaman ini dilanjutkan oleh guru semenjak tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan tingkat selanjutnya. Penanggung jawab utama dalam pembentukan sifat kasih kasih sayang dan rasa empati adalah orang tua, yang dilanjutkan oleh guru di sekolah.

Baca Juga: MEK PWA Sumbar Dorong Ketahanan Pangan Melalui GLH di Milad ke-108 ‘Aisyiyah

Pengembangan rasa kasih sayang pada anak oleh orang tua dilakukan dengan melimpahkan rasa kasih sayang pada anak melalui komunikasi pengasuhan setiap harinya. Dengan demikian, anak merasa diterima dan disayangi oleh orang tuanya. Sementara itu, pengembangan sikap empati adalah melalui proses pemahaman oleh orang tua tentang pentingnya menerima kekurangan atas keadaan orang lain dan siap untuk menolongnya.

Dalam bahasa populer, sikap empati adalah sikap, selalu siap untuk membantu orang lain. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan orang tua agar anak terbentuk sikap empati. Misalnya, anak diminta untuk membantu beres-beres rumah, menyapu, atau membereskan mainannya sendiri.

Orang tua perlu menunjukkan anak arti berbagi perasaan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan dalam hal ini, misalnya anak meminjamkan mainannya pada teman, menghibur temannya yang sakit, meminta maaf ketika berbuat salah atau menyakiti orang lain, ikut bersedih bila temannya mengalami hal yang tidak menyenangkan, hingga meminta izin bila menggunakan barang milik orang lain, baik yang dimiliki oleh anggota keluarga, atau oleh temannya.

Pengembangan sikap empati juga perlu dilakukan oleh pihak sekolah yang dimulai oleh guru dalam sikapnya ketika berhubungan dengan siswa, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam sikapnya di luar kelas. Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru perlu menunjukkan sikap kepeduliannya pada keadaan siswa. Guru juga perlu mengajarkan tentang pentingnya kepedulian antar teman sekolah yang diluaskan pada kepedulian antar manusia, memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, serta bekerja sama tentang kebaikan.

Anak juga perlu diajarkan tentang makna keikhlasan dan kesukarelaan dalam berbagai kegiatan yang mengekspresikan sikap empati. Kegiatan-kegiatan seperti membangun hubungan yang sehat antar teman sekolah, mengendalikan sikap iri dan pertengkaran antar teman, mudah memberi maaf pada kesalahan teman, menjenguk teman yang sakit, memberi bantuan pada teman yang membutuhkan walaupun berwujud bantuan kecil dan kegiatan positif lainnya perlu dikembangkan.

Bu Guru Umi yang baik, itulah contoh-contoh cara mengembangkan sifat empati, peduli kepada orang lain, dan ringan tangan dalam membantu yang dapat Ibu terapkan dalam mendidik para siswa. Semoga bermanfaat. (Susilaningsih Kuntowijoyo)

4 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *