Oleh: Rachmi Aida
Di rumah, anak dengan ADHD sering merasa gelisah, membuat keributan, dan sulit dikendalikan. Di sekolah, mereka sangat jarang menyelesaikan tugas-tugas, suka melawak dan banyak berbicara selama di kelas, serta mempunyai masalah tentang kedisiplinan, sebagaimana penjelasan Kauffman (1985). Data statistik menunjukkan bahwa sekitar 6% dari anak-anak usia sekolah mempunyai kelainan hiperaktif. Menurut Durant (2006), perbandingan gender antara anak laki-laki dengan anak perempuan sekitar 4:1, atau lebih spesifik Alloy dkk (2005) menyebut adalah 3,4:1.
Mengenal ADHD Lebih Jauh
Beberapa penelitian genetik membuktikan bahwa saudara kandung dari anak dengan ADHD mempunyai resiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai saudara kandung dengan ADHD. Sedangkan, orang tua dengan ADHD mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. Pada umumnya, gejala ADHD dapat dirasakan pada saat anak berusia sekitar di bawah 12 tahun. Namun, terdapat sejumlah kasus ketika ADHD sudah dapat dilihat sejak anak berusia tiga tahun.
Hiperaktif atau yang disebut juga dengan ADHD merupakan gangguan genetik yang menyebabkan otak berkembang dengan kondisi berbeda dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Sebuah penelitian mendapati bahwa otak anak dengan ADHD ternyata memiliki potongan kecil DNA yang terhapus maupun terduplikasi, atau
dikenal sebagai Copy Number Variants (CNVs). Area yang tumpang tindih tersebut berada di area tertentu yang berperan dalam perkembangan otak serta Skizofrenia.
Para ahli membagi anak ADHD dalam tiga tipe, yaitu: 1) tipe yang tidak bisa memusatkan perhatian, 2) tipe hiperaktif dan impulsif, serta 3) tipe gabungan dari keduanya. Pada tipe yang pertama, penderitanya tidak mengalami gejala hiperaktif maupun impulsif, namun sangat mudah terganggu perhatiannya. Biasanya, tipe ini
terdapat pada anak perempuan dengan gejala sering melamun dan seolah merasa sedang berada di awang-awang.
Pada tipe kedua, penderitanya menunjukkan gejala hiperaktif dan impulsif, namun masih dapat berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Umumnya, tipe ini dapat ditemukan pada anak-anak kecil. Sementara, tipe ketiga merupakan yang paling banyak ditemui, yaitu penderitanya akan sulit memusatkan perhatian serta berperilaku hiperaktif dan impulsif. Sampai sekarang, ADHD ini masih belum ditemukan obatnya.
Meski begitu, kondisi tersebut dapat diminimalisasi dengan cara melakukan terapi perilaku disertai konsumsi obat-obatan. Selain itu, anak hiperaktif perlu dibantu secara khusus oleh orang tua, guru, dokter, serta lingkungan bermain dengan mengondisikan suasana dan kegiatan yang sesuai untuk mereka. Dengan demikian, anak
dengan ADHD dapat menyalurkan energinya secara lebih baik, seperti dengan membiarkan mereka melakukan aktivitas fisik yang dapat memberi kebebasan bergerak.
Pendidikan dalam Rumah
Anak hiperaktif memiliki gangguan yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai gangguan yang dimiliki. Sebenarnya, anak-anak dengan ADHD tersebut biasanya mempunyai kecerdasan di atas rata-rata, namun orang tua mereka sering tidak menyadarinya. Untuk itu, orang tua juga harus memperhatikan kecerdasan anak-anaknya dengan cara menyalurkan dan mengarahkan keaktifan mereka pada hal-hal
yang positif, seperti pada kegemaran atau hobi yang disukai.
Baca Juga: Abdul Mu’ti: 6C Kunci Sukses Menghadapi Dunia yang Berubah Cepat
Cara mendidik anak hiperaktif membutuhkan pendekatan berbeda. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan disiplin pada anak tanpa menghukumnya secara berlebihan bila anak melakukan kesalahan. Untuk menegakkan disiplin tersebut, orang tua dapat memulainya dengan membuat perjanjian kecil dengan sang anak
agar mengerti mana hal yang baik dan benar, namun dengan cara yang tidak menyinggung mereka. Di samping itu, jika anak melakukan hal baik dan benar, orang tua juga perlu memberikan apresiasi lewat pujian atau hadiah.
Di atas itu semua, sangat penting bagi orang tua untuk menjaga komunikasi, lebih memberikan kasih sayang, serta mencurahkan perhatian terhadap semua tingkah lakunya agar tetap berada dalam kontrol. Perlu dipahami bahwa kondisi ADHD ini bukanlah kesalahan anak. Bagaimanapun, orang tua perlu membantu anak melalui komunikasi positif, misalnya lewat mendengarkan secara aktif dan berlatih menggambarkan emosi yang dirasakan. Latihan kedisiplinan juga dapat dilakukan lewat pemberian instruksi yang efektif.
Temperamen seorang anak sebenarnya adalah suatu karakteristik yang hidup dinamis. Hanya saja terkadang, saat terjadi peningkatan aktivitas motorik berlebihan, orang tua buruburu mengeluhkan anaknya hiperaktif. Padahal, penilaian semacam ini sangat subyektif dan tergantung dari standar yang dipakai oleh orang tua dalam menilai tingkat aktivitas normal seorang anak.
Selain upaya-upaya di atas, anak dengan ADHD serta keluarganya juga dapat melakukan konseling dengan psikolog, dokter anak perkembangan perilaku, pekerja sosial klinis, maupun perawat praktik lanjutan yang juga akrab dengan ADHD. Kerja sama antara suami-istri harus dijalin agar anak dapat ditangani dengan baik. Modifikasi perilaku melalui terapi keluarga biasanya diperlukan untuk perawatan yang optimal, misalnya lewat terapi psikososial, educational therapy, occasional therapy, dan terapi bermain.
Terapi bermain, misalnya, sangat penting untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan gerak, minat, dan kebiasaan dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam kegiatan kelompok. Hal ini juga dapat menjadi sarana persiapan bagi anak sebelum nantinya beraktivitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapeutik di mana sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktivitas baru dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan.
Pendekatan yang mengarah pada perubahan perilaku ini dapat membangun perbaikan pada interaksi sosial, bahasa, dan perawatan diri sendiri. Selain itu, hal ini juga akan mengurangi kecenderungan untuk berperilaku agresif, emosi labil, self-injury (menyakiti diri sendiri), dan sebagainya. Perasaan-perasaan anak yang biasanya
cenderung frustrasi, marah, dan berkecil hati perlahan dapat diarahkan pada kepercayaan diri.
Pendidikan di Sekolah
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, tantangan lain yang dihadapi oleh anak dengan ADHD ketika di sekolah adalah kesulitan belajar. Ketika diminta untuk membaca teksteks panjang, mereka menemukan hal itu sebagai aktivitas yang rumit. Hal ini dikarenakan anak-anak itu memiliki tantangan soal kapasitas atensi, masalah memori, serta kurangnya motivasi internal untuk mau memahami bacaan.
Di antara strategi pembelajaran yang dapat dilakukan di sekolah adalah seperti memanfaatkan multimedia yang interaktif untuk membuat siswa tetap aktif selama membaca, membacakan materi dengan suara keras tapi tidak membentak, menyederhanakan instruksi dan menghindari pemberian arahan yang multi langkah, aktif menanyakan pemahaman dan penguasaan anak tentang apa yang mereka pelajari, memberikan waktu istirahat pada saat membaca, serta mengajarkan teknik visualisasi membaca.
Dengan bertambahnya umur, seorang anak akan memiliki rasa tanggung jawab, kemampuan mengontrol diri dan mengendalikan aktivitasnya, serta kemampuan memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai. Mereka perlu diarahkan untuk mampu memiliki daftar tugas dan perencanaan kegiatan sebagai upaya mendisiplinkan diri, termasuk di dalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (misalnya olahraga) agar dalam dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.
Di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perilaku distruktifnya. Dalam hal ini, berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertentu dapat membangkitkan perilaku hiperaktif atau destruktif. Hal ini perlu dicegah lewat pengawasan optimal baik dari orang tua maupun guru. Mereka perlu mengetahui hal-hal apa yang mudah merangsang perilaku tersebut agar dapat menghindarkannya dari anak-anak.
Sumber gambar: https://statenews.com/article/2023/11/adhd-the-effects-it-has-and-the-benefits-to-diagnosis?ct=content_open&cv=cbox_latest
*Penulis adalah Ketua Majelis PAUDDasmen Jawa Timur, praktisi pendidikan inklusi
5 Comments