PerempuanWawasan

Mengenal Kekerasan Berbasis Gender Online

Kekerasan Berbasis Gender Online

Kekerasan Berbasis Gender OnlineOleh: Putri Khatulistiwa

Masa pandemi Covid-19 di Indonesia telah membatasi pertemuan di dunia nyata dan mendorong perubahan yang sangat signifikan di masyarakat, salah satunya kecenderungan penggunaan platform digital yang semakin meningkat. Situasi tersebut sangat mungkin berdampak pada meningkatnya kasus-kasus kekerasan di dunia digital, salah satunya Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO). Adanya kenaikan kasus-kasus KBGO ini menunjukkan bahwa perempuan rentan menjadi korban karena minimnya perlindungan dan keamanan dalam dunia siber.

Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau KBG yang difasilitasi teknologi, sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata. Tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Jika tidak, kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di dunia maya.

Komnas Perempuan sendiri memiliki terminologi terhadap kasus KBG di dunia maya dengan istilah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berbasis Siber. Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Siber mengacu pada tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang dilakukan sebagian atau sepenuhnya melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Korban dan Pelaku KBGO

KBGO dapat terjadi pada siapa saja, namun sebagaimana data yang ada, perempuan seringkali menjadi korban. Pada tahun 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dalam dunia online, dan menggarisbawahi bahwa kekerasan dan kejahatan siber memiliki pola kasus yang semakin rumit. Pada tahun 2017 ada 65 laporan kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan.

Sebagian besar KBGO masih dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban, seperti pacar, mantan pacar, dan suami korban sendiri. Selain itu, luasnya akses di dunia maya juga memungkinkan pihak lain menjadi pelaku, seperti teman di media sosial atau orang yang belum dikenal sebelumnya (anonim).

Bentuk KBGO

Menurut Internet Governance Forum, Kekerasan Berbasis Gender Online mencakup spektrum perilaku, termasuk penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan eksploitasi. KBGO juga dapat masuk ke dunia offline sehingga korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata saat offline.

Menurut CATAHU 2021: Catatan Tahunan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, pada tahun 2020, Komnas Perempuan menerima pengaduan 940 kasus Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Siber dari 22 Propinsi. Bentuk kekerasan yang dilaporkan cukup beragam, yaitu: pertama, Online Grooming, sikap pelaku untuk mendekati korban dan membangun koneksi emosional dengan seseorang di dunia maya sehingga memperoleh kepercayaan korban.

Kedua, Impersonation, pemalsuan identitas agar dapat mengakses informasi pribadi pihak korban, mempermalukan korban, atau menghubungi paksa korban. Ketiga, Cyber Stalking, penggunaan teknologi untuk menguntit dan memantau aktivitas atau perilaku korban yang menciptakan ketakutan atau rasa tidak aman pada korban.

Baca Juga: Fenomena Inses: Akar Persoalan, Langkah Preventif, dan Upaya Perlindungan Korban

Keempat, Sexting, sengaja mengirimkan gambar intim ataupun pesan bernada seksual dengan maksud untuk melecehkan korban. Kelima, Cyber Hacking, peretasan, yaitu kejahatan yang terjadi ketika seseorang menggunakan teknologi untuk memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah dengan tujuan mengubah informasi yang dimiliki seseorang dan mencemarkan nama baik korban.

Keenam, Online Defamation, penghinaan atau pencemaran nama baik. Ketujuh, Malicious Distrubtion, ancaman distribusi foto atau video pribadi, penghinaan yang dilakukan dengan bantuan teknologi, komputer dan/atau internet di mana seseorang menyebarkan informasi yang salah, mempublikasikan materi penghinaan tentang seseorang di situs web atau mengirimkan email yang berisi fitnahan kepada seluruh teman atau keluarga korban yang bertujuan untuk mencemarkan reputasi.

Kedelapan, Non Consensual Intimate Image, menyebarkan foto atau video intim seseorang secara online tanpa izin sebagai bentuk usaha balas dendam dan bertujuan untuk merusak kehidupan korban di dunia nyata ataupun mempermalukan. Kesembilan, Cyber Harrasment, pengiriman teks untuk menyakiti/menakuti/mengancam/mengganggu.

Dampak KBGO

Beberapa dampak KBGO yang mungkin dialami oleh korban dan penyintas antara lain: pertama, kerugian psikologis berupa depresi, kecemasan, dan ketakutan. Selain itu, bukan tidak mungkin korban mempunyai pikiran bunuh diri. Kedua, keterasingan sosial, korban maupun penyintas menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman.

Ketiga, kerugian ekonomi, korban kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Keempat, mobilitas terbatas, karena kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online dan offline. Kelima, sensor diri, terjadi karena hilangnya kepercayaan diri terhadap keamanan dalam menggunakan teknologi digital, hingga putusnya akses ke informasi, layanan elektronik, dan komunikasi sosial atau profesional.

Dukungan bagi Korban

KGBO dapat terjadi pada siapapun. Terdapat beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan oleh para korban KGBO, antara lain dokumentasikan hal-hal yang terjadi, misalnya screenshoot ancaman, simpan video/foto yang nantinya akan dijadikan barang bukti, simpan link (tautan) yang digunakan pelaku untuk melakukan ancaman.

Selanjutnya, korban dapat menghubungi individual yang dipercaya atau lembaga bantuan. Beberapa lembaga yang menyediakan layanan bantuan, misalnya Pos Bantuan Hukum ‘Aisyiyah yang ada di wilayah atau daerah masing-masing. Selain itu, dapat pula menghubungi Komnas Perempuan, Pusat Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di masing-masing daerah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) terdekat dari tempat tinggal, dan Konsultasi Online dengan dokter dan bidan mitra UNALA.

Langkah lainnya, korban dapat melapor dan memblokir pelaku dari platform online yang digunakan. Di setiap platform, tersedia layanan yang dapat diakses korban melalui opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku atau akun-akun yang dianggap atau telah mencurigakan, membuat tidak nyaman, atau mengintimidasi melalui fitur ‘laporkan akun’ di masing-masing media sosial atau platform digital lainnya.

Sementara itu, kita juga dapat terlibat secara aktif dalam proses pendampingan terhadap korban KBGO, melalui, pertama, membangun jejaring untuk mendukung korban (support networks). Hal ini dapat menjadi upaya untuk menggalang empati dan memberikan dukungan moral bagi korban. Kedua, membuat kampanye solidaritas, untuk memvalidasi kasus KBGO yang dialami korban/penyintas dan mencegah terjadinya kasus berulang. Jejaring dukungan yang terbentuk dapat mendorong pemangku kebijakan untuk membuat regulasi yang berpihak pada korban dan membangun kultur yang tidak mentolerir KBGO.

Ketiga, mendampingi korban mengakses layanan bantuan yang dibutuhkan. Pendamping dapat memberikan informasi terkait pilihan-pilihan bantuan yang dapat diakses korban sesuai kebutuhannya. Prioritas utama dalam mendampingi korban adalah mementingkan kebutuhan korban. Seluruh keputusan yang diambil berdasarkan persetujuan korban.

Keamanan Digital

Keamanan digital sudah menjadi kebutuhan bagi para warganet untuk mencegah terjadinya kekerasan berbasis siber. Ada beberapa tips untuk menjaga privasi di media sosial dan aplikasi percakapan, antara lain: 1) Pisahkan akun pribadi dengan akun publik. 2) Cek dan atur ulang pengaturan privasi. 3) Ciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login. 4) Jangan sembarang percaya aplikasi pihak ketiga. 5) Hindari berbagi lokasi pada waktu nyata (real time location sharing). 6) Berhati-hati dengan URL yang dipendekkan. 7) Lakukan data detox (membersihkan data). 8) Jaga kerahasiaan pin atau password pada ponsel maupun laptop pribadi.

* Community of Practice Siklus Indonesia

Related posts
HikmahPerempuan

Minum Pil Penunda Haid Saat Ramadan, Bolehkah?

Keinginan untuk menjalankan puasa secara penuh di bulan Ramadan adalah sesuatu yang wajar bagi setiap Muslim, termasuk perempuan. Namun, perempuan memiliki kondisi…
Aksara

Surga Untukmu Mbak Ning

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi Perempuan ramah berkerudung itu sudah berusia di atas kepala lima. Meski begitu, ia kelihatan lebih muda dari usia…
Perempuan

Mengapa Istrimu Berjilbab?

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi* Saya pernah bekerja di sebuah lembaga yang tidak terafiliasi dengan agama tertentu. Suatu hari, supervisor saya yang kebetulan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *