InspirasiPerempuan

Menggebrak Kecantikan Perempuan, Lewat Keteladanan RA. Kartini

Oleh: Ika Sofia Rizqiani

Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April adalah salah satu momentum yang bisa dijadikan sebuah tolok ukur tentang perjuangan dan keunggulan perempuan dalam memerdekakan dirinya sendiri. Sosok Kartini merupakan salah satu pionir kecantikan perempuan yang memperlihatkan kecerdasan dan jiwa yang besar untuk bisa membuka jalan atas hak-hak feminitas pada masanya.

Kartini muda merupakan salah satu perempuan yang beruntung karena dijodohkan dengan lelaki futuristik yang tidak mengekangnya untuk belajar apa saja, seperti yang ada di lingkungan sekitarnya. Konon, pada masa itu, kebebasan dalam belajar hanya diperuntukkan bagi para bangsawan saja, sehingga akses Kartini untuk bisa mengenyam pendidikan juga tidak mudah untuk dilakukan.

Kartini mencoba mencari cara dengan menulis surat untuk kawan-kawannya di luar negeri, menceritakan kebudayaan dan kehidupan yang dialaminya, hingga akhirnya diberikan kesempatan untuk bisa terus menuangkan isi pikirannya. Kumpulan surat-surat itulah yang akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku kenamaan berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang.”

Raden Ajeng Kartini menjadi salah satu sosok yang akan diingat masyarakat Indonesia sebagai ibu kebudayaan, ibu kemerdekaan, ibu pengetahuan, karena dari beliau, para perempuan di Indonesia punya cikal bakal baik untuk bisa mendapatkan kesempatan belajar sebagaimana laki-laki. Raden Ajeng Kartini merupakan salah satu ujung tombak bangkitnya kemaslahatan perempuan, sehingga hak-haknya tetap terjaga, tak mudah diinjak-injak, dan tak gampang mendapatkan tindak kesewenangan dari beberapa pihak.

Perempuan Indonesia menjadi terlihat cantik ketika kecerdasan menaungi dirinya. Sesuai dengan pendapat keilmuan islam bahwa perempuan adalah madrasah pertama. Artinya, perempuan adalah calon-calon ibu yang seharusnya memiliki bekal pengetahuan yang baik untuk bisa mendidik anak-anak dengan keimanan, rasa kasih sayang, serta ketauladanan yang sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah.

Perempuan harus cerdas, karena di tangannya akan terbentuk generasi-generasi pilihan yang akan meneruskan perjuangan bangsa. Oleh karena itu, perempuan masa kini harus bisa menjadi perpanjangan tangan Raden Ajeng Kartini untuk terus melakukan gebrakan dan pembaharuan dalam beragam lini kehidupan, sehingga eksistensi perempuan tak lagi dianggap sebelah mata.

Salah satu perempuan kekinian yang cukup memberikan dampak baik untuk orang lain, Najwa Shihab, dalam salah satu narasinya di Mata Najwa menyebutkan, “Perempuan ingin tampil cantik, dan tak ada yang salah dengan itu. Yang penting jangan mau didikte dengan ukuran cantik yang dibuat orang lain. Ambil definisi kecantikanmu sendiri.”

Lebih lanjut, Mbak Nana dalam narasinya menyebutkan, “Standart kecantikan yang tak memanusiakan, sudah seharusnya ditinggalkan. Yang lebih penting lagi, sudah saatnya kecantikan diperluas, tidak lagi sesuatu yang bersifat bawaan dari lahir, karena itu akan membuat definisi kecantikan semata-mata menjadi kata benda. Padahal, kecantikan seharusnya juga menjadi kata kerja.”

Bagi Najwa Shihab, pendapat lanjutannya juga tak kalah penting, “Seseorang menjadi cantik karena tindakannya, karena perbuatannya, karena aktivitasnya. Barangsiapa yang mampu berbuat baik kepada sesamanya, sanggup menggerakkan sekitar untuk melakukan hal-hal baik, bisa memperlihatkan kerja-kerja konkrit yang mengubah dan menggubah, itulah secantik-cantiknya perempuan.”

Baca Juga: Perempuan dan Literasi Iklim

Islam pun memiliki satu korelasi yang sama dengan pendapat tersebut bahwasanya perempuan merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah yang sangat istimewa, sehinga salah satu surah dalam Al-Qur’an pun didedikasikan untuk perempuan yakni Surah Annisa.

Aturan dan hukum tentang perempuan terungkap secara gamblang dan jelas dalam Surah tersebut, mulai dari hukum harta untuk anak perempuan, warisan, hak dan kewajiban istri, tentang kualitas hubungan antara suami dan istri, dan beberapa hal lainnya.

Meski akan ada banyak Kartini-Kartini modern, tetapi peran Raden Ajeng Kartini tetap punya tempat tersendiri. Kartini memulai “suaranya” dari surat-surat yang ditulisnya dengan memberikan kritik dan pemikiran yang di luar nalar para perempuan yang hidup pada masa itu.

Tradisi pingit dan mengabdinya seorang perempuan kepada laki-laki yang dipilihkan keluarga “dikuliti” habis-habisan. Bagi Kartini, hidup mengabdi saja sudah termasuk menginjak hak perempuan, apalagi jika harus dipilihkan sosok suami yang akan mendampinginya. Di kepala Kartini waktu itu, segala aturan dan adat istiadat di Jawa kala itu benar-benar mengekang dan tidak memberikan kebebasan kepada perempuan.

Bagi Kartini, membawa perubahan baru dan pandangan yang lebih luas tentang kesetaraan perempuan mungkin terasa tak masuk akal. Namun, Kartini berhasil melampauinya dan bisa membuktikan pada masyarakat Indonesia bahwa kesetaraan hak perempuan memang layak untuk diperjuangkan.

Kebaikan Raden Ajeng Kartini itu pula lah yang menginspirasi perempuan-perempuan dalam Muhammadiyah untuk bisa meneruskan perjuangan. Sebut saja Nyai Ahmad Dahlan, Siti Walidah. Sebagai perempuan yang mendampingi Kiai Ahmad Dahlan, beliau termasuk salah satu sosok yang berkontribusi besar dalam mendidik perempuan sebagai calon-calon pemimpin islam.

Ada pula Siti Munjiyah yang menjadi salah satu perwakilan Kongres Perempuan Indonesia pertama di tahun 1928 yang mewakili Aisyiyah kala itu. Ada pula sosok inspiratif bernama Siti Umniyah yang menjadi pengajar aktif Madrasah Muallimat Muhammadiyah, dan menjadi salah satu Founding Father untuk embrio TK Aisyiyah Bustanul Athfal.

Selain itu ada pula Siti Badillah Zubair, Siti Aisyah Hilal, Siti Haniyah, dan Siti Bariyah yang menjadi perempuan-perempuan inspiratif Muhammadiyah. Mereka semua menjadi tokoh-tokoh yang punya predikat cantik yang menggebrak, sebagaimana sepak terjang Raden Ajeng Kartini pada masanya.

*Dosen Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) di Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Related posts
PerempuanSejarah

Spirit Egalitarianisme ala Kartini: Misi Interpretasi Status Kehambaan Manusia

Oleh: Laili Isna Fatkhurrahmah*  Kartini tidak pernah gagal menjadi simbol perempuan berdaya bagi Indonesia. Di tengah situasi masyarakat dan feodalisme Jawa yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *