Oleh: Tri Hastuti Nur R
Memasuki awal abad kedua ini, ‘Aisyiyah dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menjalankan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bertumbuhnya ideologi yang sangat beragam dalam masyarakat dari yang bersifat konservatif sampai dengan liberal, menjadi sebuah tantangan bagi ‘Aisyiyah dalam mengemban misi dakwahnya.
Ideologi-ideologi yang mewujud nilai itu seperti mengembalikan posisi perempuan di wilayah domestik, pembatasan perempuan di wilayah publik, perkawinan anak, anti-pluralisme, toleransi terhadap kekerasan perempuan atas nama “pendidikan”. Nilai-nilai ini tentu menjadi tantangan bagi ‘Aisyiyah sebagai organisasi dengan nilai-nilai Islam Berkemajuan, antara lain nilai penghargaan atas nilai kesetaraan laki-laki perempuan dan menghargai perbedaan (pluralisme dan multikulturalisme) sebagai rahmat.
Bertumbuhnya beragam ideologi juga linear dengan meningkatnya jumlah kelompok atau organisasi dalam masyarakat dengan berbagai tawaran ideologi dan program. Tantangan lain adalah semakin kompleksnya berbagai problem masyarakat, keumatan, dan kebangsaan seperti problem lingkungan dan sanitasi, problem kesenjangan kemiskinan, sumber daya manusia, kepemimpinan, problem migrasi, dan liberalisasi ekonomi, termasuk berbagai kebijakan yang kurang berpihak pada perempuan dan anak-anak.
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah yang strategis. Tentu saja langkah-langkah strategis tersebut dibarengi dengan pemahaman bahwa kepemimpinan yang transformatif di level nasional sampai dengan desa merupakan salah satu kunci dalam menggerakkan organisasi menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal. Pemimpin yang transformatif harus mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik serta memiliki jaringan yang kuat (kolaborasi) dalam mencapai berbagai tujuan program yang telah ditetapkan dalam muktamar.
Untuk semakin mendekatkan program-program ‘Aisyiyah di komunitas, Tanwir ‘Aisyiyah II pada November 2019 telah menetapkan gerakan Panca Amal Sosial dakwah Aisyiyah di komunitas, yaitu (1) gerakan ‘Aisyiyah mengaji, (2) ta’awun sosial, (3) sehat berdaya ekonomi, (4) damai bersama, dan (5) perawatan jenazah.
Dengan semakin berat dan kompleksnya tantangan organisasi ini, pimpinan organisasi harus mampu menemukan strategi-strategi melaksanakan program organisasi secara lebih kreatif dan inovatif. Dengan strategi yang tepat tersebut, organisasi semakin nyata dirasakan kehadiran-nya, terutama oleh masyarakat di akar rumput (komunitas).
Untuk menghadirkan program-program yang inovatif dan kreatif ini, diperlukan pemahaman nilai Islam Berkemajuan sebagai basis nilai dalam menjalankan misi dakwahnya di masyarakat. Prinsip yang selanjutnya, sebaiknya program didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan konteks perubahan yang ada dalam masyarakat karena perubahan teknologi.
Untuk mengetahui kebutuhan dan perkembangan masyarakat, program harus didasarkan pada evidence based (berbasis bukti). Artinya, program-program yang didesain dan dilaksanakan berdasarkan data-data tentang problem tersebut, tidak didesain berdasarkan pada “apa yang pernah dilakukan” sebelumnya.
Pendekatan lain yang harus dilakukan untuk menghasilkan program yang inovatif dan kreatif adalah pendekatan partisipatif. Masyarakat sudah berubah, tidak lagi efektif dan efisien serta berkelanjutan program-program kita jika tidak dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif. Peran-peran kita lebih banyak sebagai “fasilitator” untuk menggerakkan masyarakat menemukan program-program yang sesuai dengan kebutuhan, local wisdom, maupun potensi yang mereka miliki.
Pendekatan yang searah kini tidak lagi dominan dalam melaksanakan program-program organisasi. Selain itu, perkembangan teknologi telah mengubah kultur masyarakat. Pendekatan, penyusunan, dan pelaksanaan program harus memperhatikan hal-hal tersebut.