Oleh: Hana Mufidatul Roidah*
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. pada 12 Rabiul Awal 1447 H menjadi kesempatan penting untuk merenungkan kembali makna hijrah dan dakwah Rasulullah. Hijrah tidak sekadar perpindahan fisik dari Makkah ke Madinah, melainkan transformasi besar dalam tatanan sosial, politik, dan spiritual umat.
Peristiwa itu mengajarkan bahwa hijrah adalah meninggalkan kondisi yang penuh keterbatasan menuju kehidupan yang lebih adil, bermartabat, dan berkemajuan. Dalam konteks hari ini, hijrah dapat dipahami sebagai upaya meninggalkan sikap pasif menuju aktif, dari ketertinggalan menuju kemajuan, serta dari keterpecahan menuju persatuan.
Dakwah yang Adaptif dan Berkeadaban
Rasulullah mencontohkan bahwa dakwah bukan hanya seruan lisan, melainkan juga tindakan nyata yang membangun keadilan sosial. Beliau menolong fakir miskin, memperjuangkan hak kaum lemah, dan menanamkan persaudaraan di tengah masyarakat yang majemuk.
Spirit inilah yang dihidupkan oleh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah melalui dakwah bil-hal, yakni pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga pemberdayaan perempuan.
Dalam Konsolidasi Nasional Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah pada Agustus 2025 lalu, misalnya, ditegaskan bahwa layanan kesehatan harus dipandang sebagai bagian dari dakwah, bukan sekadar program teknis.
Dengan cara ini, dakwah hadir tidak hanya di mimbar, melainkan juga di rumah sakit, sekolah, posyandu, dan ruang-ruang pengabdian masyarakat.
Pada saat yang sama, perkembangan teknologi menuntut adanya hijrah dalam medium dakwah. Jika dulu dakwah berpusat di masjid dan forum tatap muka, kini ruang digital menjadi salah satu arena paling strategis.
Lembaga Dakwah Komunitas Muhammadiyah melalui Akademi Dai Digital pada Juni 2025 lalu telah mempersiapkan kader, termasuk dari ‘Aisyiyah, agar mampu berdakwah di media sosial dengan cara yang santun, komunikatif, dan penuh hikmah.
Baca Juga: Mengenal Tauhid
Hal ini menegaskan bahwa dakwah di era modern tidak cukup dengan semangat, melainkan membutuhkan literasi digital, etika komunikasi, serta kemampuan bercerita yang menyentuh hati generasi muda.
Dari Hijrah Spiritual ke Hijrah Sosial
Semangat hijrah tidak berhenti pada aspek spiritual, tetapi juga sosial. ‘Aisyiyah, misalnya, telah menjadikan isu-isu kemanusiaan sebagai bagian integral dari dakwah. Dalam berbagai agenda tahun 2025, ‘Aisyiyah mendorong program yang berbasis Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI).
Upaya ini sejalan dengan esensi hijrah, yakni bergerak dari bias menuju keadilan, dari diskriminasi menuju kesetaraan, serta dari eksklusivitas menuju keterbukaan. Bahkan dalam kegiatan ‘Aisyiyah Cadre Camp 2025, semangat hijrah diterjemahkan menjadi kepedulian ekologis, yakni membumikan dakwah dengan kepedulian pada bumi melalui praktik ramah lingkungan dan edukasi kebencanaan berbasis komunitas.
Menghidupkan semangat hijrah dalam kehidupan modern berarti melakukan perubahan berlapis: pertama, hijrah fikriyah, yaitu memperbarui pola pikir dengan literasi keislaman yang kontekstual.
Kedua, hijrah medium, yakni memanfaatkan ruang digital untuk menyebarkan dakwah pencerahan. Ketiga, hijrah amal, yaitu konsisten dalam pelayanan sosial sebagai wujud nyata dakwah yang mencerahkan.
Keempat, hijrah kepemimpinan, yakni membangun pola kepemimpinan kolegial, kolaboratif, dan akuntabel. Dengan demikian, hijrah dan dakwah tidak hanya menjadi konsep normatif, melainkan nyata dalam kehidupan sehari-hari umat.
Maulid Nabi Muhammad saw. mengingatkan bahwa hijrah dan dakwah adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Hijrah memberi arah perubahan, sementara dakwah menghidupkan nilai perubahan itu di tengah masyarakat.
Di tengah tantangan digital, krisis sosial, dan isu kemanusiaan, umat Islam khususnya perempuan ‘Aisyiyah dituntut untuk terus menyalakan semangat hijrah dan dakwah. Dengan karakter Islam Berkemajuan, jaringan amal usaha, dan komitmen sosial, ‘Aisyiyah dapat menjadi pelita hijrah di era modern: menghadirkan dakwah yang menyehatkan, mencerdaskan, memberdayakan, dan merawat semesta.
*Mahasiswa Ilkom UNISA Yogyakarta dan Jurnalis Magang Suara ‘Aisyiyah


1 Comment