Sosial BudayaWawasan

Menguatkan Kehidupan Sosial Budaya Bangsa

Budaya Bangsa Indonesia

Budaya Bangsa IndonesiaOleh: Susilaningsih Kuntowijoyo

Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah krusial terkait dengan semakin tergerusnya nilai-nilai luhur yang dianut bangsa ini oleh derasnya arus budaya global yang menerjang dalam kehidupan masyarakat. Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki sumber nilai-nilai luhur sebagai pedoman untuk berkehidupan berbangsa dan bermasyarakat,  yaitu nilai-nilai agama, khususnya Islam, dan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi bernegara yaitu Pancasila.

Sebagai sebuah pedoman hidup, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam nilai-nilai agama dan dalam butir-butir Pancasila tersebut masih sangat dihormati, diakui, dan disadari makna pentingnya oleh masyarakat. Namun dalam kenyataannya nilai-nilai luhur itu sudah banyak yang tidak dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi sebagian masyarakat dalam berkehidupan.

Nilai-nilai luhur itu sudah semakin terdesak oleh nilai-nilai budaya global yang mendorong masyarakat semakin bersifat dan bersikap pragmatis, dan dikuasai oleh sensasi kenikmatan dorongan-dorongan biologis semata. Memang banyak orang yang rajin beribadah dan menghadiri majelis-majelis agama, namun kasus-kasus tentang perilaku yang melanggar nilai-nilai luhur itu juga semakin meningkat. Seperti tindak  korupsi, perilaku seks bebas, tindak kekerasan dan kejahatan seksual, dan masih banyak lagi.

Tampaknya ada kesenjangan antara “kesadaran” terhadap  dan “perilaku” dari nilai-nilai luhur itu. Dari satu sisi masyarakat mengakui adanya dan perlunya nilai-nilai luhur itu, tetapi dari sisi lain mereka berperilaku yang berlawanan.

Diperlukan adanya strategi agar kesenjangan itu hilang, agar antara kesadaran dan perilaku konsisten. Modal tentang masih adanya kesadaran dan pengakuan terhadap keberadaan nilai-nilai luhur yang bersumber dari nilai-nilai agama dan Pancasila itu perlu dikembangkan dan dimanifestasikan dalam perasaan, sikap, dan perilaku sehari-hari. Strategi itu namanya adalah pembudayaan. Bahwa nilai-nilai luhur itu harus dibudayakan, harus menjadi kebiasaan sehari-hari.

Baca Juga: Syafiq Mughni: Cinta Tanah Air Itu Natural

Ada berbagai strategi pembudayaan nilai-nilai kehidupan yang dapat dirujuk, namun dalam paparan kali ini hanya akan disampaikan dua macam saja, yaitu strategi dalam pengolahan substansi dan strategi dalam proses pembudayaannya.

Pertama, Strategi Pengolahan dan Pengemasan Substansi. Substansi dari sebuah nilai yang biasanya juga disebut sebagai pengetahuan tentang nilai sering kali bersifat abstrak. Di samping itu nilai tersebut sering kali juga terdiri dari beberapa unsur atau bagian dan tampak terpilah.

Pengetahuan yang bersifat abstrak dan terpilah tidak mudah dipahami substansinya dan hanya akan menjadi bahan hafalan tanpa makna sehingga tidak dapat membentuk kesadaran terhadap substansinya. Untuk itu perlu dilakukan pengolahan dan pengemasan lebih lanjut.

Materi tentang nilai-nilai yang bersifat abstrak itu dikonkretisasi, dibuat konkret, dengan cara dideskripsikan, diberi penjabaran dan pemaknaan. Sedangkan materi nilai yang terdiri dari beberapa unsur atau butir dan tampak terpilah perlu diolah dan disajikan secara integratif dan koheren antar unsur-unsurnya. Yaitu unsur yang satu terkait dan memberi makna pada unsur yang lain. Itu berlaku untuk semua substansi nilai, termasuk nilai-nilai dalam ajaran agama maupun nilai-nilai dalam butir-butir pancasila.

Contoh untuk nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai berikut. Nilai-nilai yang terkait dengan keimanan, ibadah mahdhah, dan amal shaleh perlu dideskripsikan maknanya dari masing-masing unsur tersebut, kemudian juga dijabarkan keterkaitannya antara ketiga unsur tersebut.

Sementara contoh untuk nilai-nilai dalam Pancasila, di samping perlu dideskripsikan makna dari masing-masing silanya, juga perlu dijabarkan hubungan antar sila yang satu satu dengan sila yang lain. Misalnya hubungan antara sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab. Juga antara sila yang pertama tersebut dengan sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Kedua, strategi Pembudayaan Nilai. Agar suatu nilai tidak hanya sekedar menjadi pengetahuan dari individu, tetapi juga menjadi kesadaran yang mampu mendorong munculnya suatu tindakan atau perilaku, dan selanjutnya menjadi kebiasaan dari individu tersebut, maka harus disosialisasikan melewati empat tahap. Yaitu tahap knowing, feeling, experiencing, habituating; mengetahui, merasakan (menghayati), mengalami, membiasakan.

Tahap knowing  menyentuh proses kognisi mulai dari mengamati, menyimpan dalam ingatan, dan memahami dengan cara mengolah melalui daya pikirnya. Tahap feeling adalah tahap dimana nilai  menjadi bagian dari kesadaran, yaitu unsur sensitifitas, menyentuh kerjanya unsur afeksi.

Tahap experiencing adalah tahap perilaku, yaitu menerapkan nilai dalam perilaku yang muncul didorong oleh kesadaran. Tahap terakhir yaitu tahap habituating adalah tahap untuk menjadikan perilaku nilai tersebut menjadi sebuah kebiasaan individu.

Bila proses itu dilaksanakan dalam sebuah kelompok maka jadilah kebiasaan itu menjadi sebuah budaya dari kelompok tersebut. Dalam pelaksanaannya masing-masing tahap juga memerlukan langkah-langkah dan strategi tersendiri.

Memahami strategi yang tepat untuk mensosialisasikan nilai-nilai luhur agar menjadi bagian dari kepribadian masyarakat yang dapat menguatkan kehidupan sosial budaya adalah hanya merupakan salah satu faktor saja. Masih ada beberapa faktor lain yang perlu dikaji. Yang perlu disadari adalah bahwa usaha untuk menguatkan kehidupan sosial budaya bagi bangsa Indonesia ini merupakan pekerjaan bersama, oleh individu, masyarakat, dan pemerintah.

Related posts
Berita

Sikap MAARIF Institute Terhadap Pembegalan Pancasila dan Demokrasi

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Sejak era Reformasi, bangsa Indonesia telah melalui perjalanan panjang untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, di mana kepentingan rakyat ditempatkan…
Berita

PSBPS UMS Mengawali Roadshow Pelatihan Nasional Pancasila Sebagai Laku dari Jakarta

Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Selama dua dekade terakhir, Pancasila sebagai pondasi negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional dihadapkan pada tantangan…
Aksara

Merenungkan Indonesia Lahir dan Batin

Oleh: Muhammad Ridha Basri* Judul                : Indonesia, Ideologi, dan Martabat Pemimpin Bangsa Penulis             : Haedar Nashir Penerbit          : Suara Muhammadiyah dan Buku…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *