Oleh: Tri Hastuti Nur Rochimah
Setiap tanggal 1 Oktober di tingkat dunia diperingati Hari Lanjut Usia Internasional (International Day of Older Person). Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1990 telah mendeklarasikan bahwa setiap tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Lansia Internasional. Pada waktu itu, pertumbuhan jumlah lansia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk maka ditekankan pentingnya meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit sepanjang perjalanan hidup. Dengan alasan itulah maka ditetapkan Hari Lanjut Usia Internasional.
Jumlah lansia di banyak negara mengalami peningkatan, demikian juga Indonesia. Negara Indonesia saat ini memasuki fase ageing population, yaitu proporsi penduduk usia lanjut terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2023, terdapat 11,75 persen atau sebanyak 29 juta penduduk yang berada dalam kategori lansia. Bahkan pada tahun 2045, jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 20 persen
dari populasi penduduk atau sekitar 50 juta penduduk.
Jika kita kategorikan lansia berdasarkan usia, sebanyak 63,59% merupakan kategori lansia muda dengan rentang usia 60-69 tahun, 26,76% lansia berusia 70-79 tahun, dan 8,65% berusia di atas 80 tahun. Selanjutnya berdasarkan pada jenis kelaminnya, lansia perempuan sebesar 52,28% dan lansia laki-laki sebesar 47,72%. Artinya angka harapan hidup lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan angka lansia laki-laki. Lalu provinsi mana yang memiliki jumlah lansia terbanyak, antara lain DIY sebanyak 17%, Jawa Timur sebanyak 14,4%, Bali 14,1 %, Jawa Tengah 13,5%, Sulawesi Utara 13,3%, NTT sebanyak 11,6% dan provinsi Sumatera Barat sebanyak 11,4%.
Hak-Hak Lansia
Mendasarkan atas hak-hak lansia sebagai warga negara dan sebagai manusia maka mewujudkan lansia yang sejahtera, mandiri, dan bermartabat adalah sebuah keharusan. Pemerintah Indonesia juga sudah mengeluarkan Strategi Nasional (Stranas) Kelanjutusiaan, yang tertuang dalam Perpres Nomor 88 tahun 2021. Stranas Kelanjutusiaan adalah strategi nasional yang dituangkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional dan daerah terkait kelanjutusiaan dalam rangka mewujudkan lanjut usia yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat.
Semakin meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, maka semua pihak harus memberikan perhatian untuk mewujudkan lansia yang tidak hanya panjang usia namun juga sehat, mandiri, aktif, dan produktif. Bertambahnya usia seseorang merupakan hal yang alamiah, sunnatullah, genuine, sebagai siklus hidup yang memang harus dilalui. Mengakui usia sebagai faktor yang sah setiap manusia, dan akan ada kebijakan yang sama sebagai warga negara sesuai dengan siklus usia.
Oleh karena itu pendekatan terhadap lansia harus berdasarkan hak, dan diberikan perlindungan yang maksimal sebagai warga negara. Dalam beberapa kasus, kita masih sering mendengar lansia terlantar, lansia mengalami sakit jangka panjang, lansia berada di jalanan, lansia kelaparan, lansia mengalami kekerasan, lansia depresi, padahal seharusnya para lansia ini harus sejahtera, harus menikmati masa tuanya dengan bahagia dan sejahtera.
Lansia saat ini masih mengalami ageism yaitu stereotipe, prasangka dan/atau diskriminasi terhadap orang tua berdasarkan usianya. Lansia diposisikan sebagai orang yang berusia tua, bahkan tidak jarang disebut tua renta, uzur, mereka dianggap tidak produktif maka tidak jarang diabaikan, apalagi jika memiliki masalah kesehatan.
Belum lagi lansia yang berada dalam kondisi bencana, lansia miskin, lansia yang tinggal sendiri. Semua pihak harus hadir, bersinergi, dan berkolaborasi mewujudkan lansia yang sehat, mandiri, aktif, dan produktif.
Baca Juga: Arus Utama Gerakan Paralegal ‘Aisyiyah
Ubah Cara Pandang
Lansia memiliki potensi yang luar bisa untuk berdaya dan diberdayakan, misalnya bagaimana lansia mewariskan pengetahuan maupun tradisi budaya dan agama kepada generasi selanjutnya, selain peran produktif dan sosial lainnya. Oleh karena itu, menghadapi ageing population ke depan maka mengubah cara pandang terhadap lansia merupakan hal yang mendasar. Kita semua, negara, keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat dan sektor swasta harus mengubah cara pandang kita tentang lansia.
Apa saja yang harus diubah cara pandangnya. Pertama, anggapan dari lansia bergantung dan rentan menjadi lansia yang memiliki peluang dan diberdayakan. Sebagian besar lansia adalah pribadi yang potensial yaitu ekonomi perak (silver economic), lansia produktif, dan lansia sebagai bonus demografi ketiga. Selama ini yang dianggap sebagai bonus demografi hanyalah anak muda, namun kita harus mengubah paradigma tentang lansia sebagai bonus demografi ketiga. Lansia harus
dilihat sebagai potensi, yaitu SDM yang potensial memberikan kontribusi pada masyarakat dan bangsanya.
Kedua, dari objek kebijakan ke subjek kebijakan. Orang lanjut usia sebagai agen aktif dalam menyusun formulasi kebijakan, sebagai agen perubahan, sebagai agen yang diajak berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan untuk mereka dalam lingkup apapun (co creation), lansia sebagai kelompok kolektif yang memiliki posisi tawar, bukan semata-mata obyek. Ketiga, perubahan cara pandang dari kebijakan yang terfragmentasi menuju kebijakan yang komprehensif dan holistik, misalnya terkait dengan masa pensiun, tunjangan hari tua, pengembangan AI yang memudahkan lansia, dukungan sosial, dan dukungan komunitas agar lansia dapat hidup bermartabat.
Pendekatan Inter-generational
Salah satu pendekatan yang penting menuju lansia dapat menikmati hakhak mereka, tidak mengalami diskriminasi, tidak mengalami kekerasan, lansia sejahtera, bahagia, sehat, berdaya, mandiri dan bermartabat adalah dukungan dan solidaritas antar generasi (inter-generational). Memperkuat solidaritas antar generasi melalui kesetaraan relasi dan hubungan/komunikasi timbal balik antar generasi menjadi salah satu solusi. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini maka mengubah cara pandang tentang lansia menjadi hal mendasar. Meyakini bahwa lansia dengan potensi mereka memiliki peran penting dalam masyarakat.
Oleh karena itu kita perlu membangun kesadaran tentang pentingnya lintas generasi untuk saling mendukung dalam mewujudkan komunitas sejahtera dan adil. Dengan memahami potensi lansia, menjadikan komunitas kita akan menjadi tempat/komunitas yang lebih baik bagi semua.
Masing-masing generasi memiliki potensi untuk saling berkontribusi, misalnya yang lansia dapat menjadi sukarelawan mengajar pada kelompok dewasa ataupun kelompok remaja, yang remaja dapat mendukung lansia beradaptasi dengan kemajuan digital dan juga keamanan digital. Dengan demikian, antar generasi akan saling terhubung. Pendekatan lintas generasi ini menjadi salah satu strategi dalam membangun komunitas, desa, kota yang ramah lansia (friendly ageing communities and city), seperti halnya kota/ kabupaten layak anak, desa ramah perempuan dan anak.
‘Aisyiyah sudah sejak awal berdirinya mengembangkan beragam program untuk lansia baik melalui Lansia Setaman, santunan lansia, Rumah Singgah, Posyandu Lansia, dan terkini menjadi Daycare lansia. Program Daycare lansia kini menjadi payung beragam kegiatan lansia, antara lain santunan lansia miskin, BSA lansia, pemberdayaan ekonomi lansia melalui BUEKA, pemeriksaaan kesehatan, penguatan psikososial dan sebagainya.
Untuk mengembangkan program lansia ke depan, selain memperkuat program-progam yang sudah ada, pendekatan advokasi untuk peningkatan kesejahteraan lansia melalui beberapa kegiatan, seperti pendataan lansia miskin, pendataan lansia disabilitas untuk mendapatkan bantuan sosial, dan perlindungan sosial, mendorong penyusunan Perdes Perlindungan Lansia dan Strategi Daerah Kelanjutusiaan, menjadi signifikan. Program Daycare Lansia Aisyiyah sangat penting dikembangkan dengan pendekatan holistik, inter-generational, dan penguatan komunitas/desa/kabupaten/kota yang ramah lansia (friendly ageing) sebagai salah satu solusi keberlanjutan. Selamat Hari Lanjut Usia Internasional.
*Penulis adalah Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah
1 Comment