Oleh: Shoimah Kastolani
Satu di antara aspek untuk mewujudkan keluarga sakinah adalah kestabilan ekonomi untuk membiayai kebutuhan keluarga. Adapun kebutuhan keluarga adalah hal-hal yang meliputi pangan, sandang, papan, dan kebutuhan sosial kemasyarakatan lainnya. Sebagai orang yang beriman, kita tentu meyakini bahwa pemberi rezeki adalah Allah yang Pemurah, sesuai dengan sifat asma-Nya, yakni ar-Razzaq atau Maha Pemberi Rezeki.
Di sisi lain, manusia adalah makhluk mukhayar yang bebas memilih atau berikhtiar untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki, termasuk rezeki. Oleh karena itu, manusia yang sudah berani mendirikan rumah tangga juga dituntut bertanggung jawab untuk berikhtiar mencari rezeki yang halalan thayyiban, baik dalam proses mencari maupun memanfaatkan perolehan rezeki, agar membawa barakah dalam kehidupan keluarga.
Suatu keluarga harus memiliki strategi untuk memperoleh masukan pendapatan dan memanfaatkannya. Apabila pendapatan keluarga hanya diikhtiarkan suami, maka harus ada kesepakatan bersama pos-pos pemanfaatan penganggaran. Di antara pos pemanfaatan, harus ada pos dana cadangan yang dapat digunakan hanya saat ada kebutuhan mendesak. Pos anggaran cadangan ini sangat penting karena kadang ada kebutuhan keluarga yang secara tiba-tiba menambah ekstra pengeluaran, misalnya menghormati tamu atau saudara yang menginap di rumah. Contoh lainnya mungkin salah seorang anggota keluarga ada yang menderita sakit agak serius, sehingga membutuhkan dana lebih besar dari pos dana kesehatan yang dianggarkan.
Baca Juga
Literasi Digital Tingkatkan Keberdayaan Ekonomi Perempuan
Pasangan suami istri boleh melakukan ikhtiar lain yang dapat mengokohkan keluarga dari sisi bina ekonomi keluarga. Misalnya dengan kedua pihak, yaitu suami dan istri, secara inovatif melakukan jihad lil muwajahah, yakni strategi untuk menghadirkan alternatif yang terbaik dengan meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Sebagai qawwam, suami adalah pihak bertanggung jawab memberi nafkah kepada istri dan anaknya (QS. an-Nisa’ [4]: 34). Akan tetapi, istri juga tidak dilarang untuk mencari rezeki sesuai dengan kompetensinya. Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا أَنْفَقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ وَلِزَوْجِهَا أَجْرُهَابِمَاكَسَبَ(روَاهُ مُسْلِمْ)
Artinya, “apabila seorang perempuan menafkahkan hartanya dari rumah suaminya tanpa menimbulkan kerusakan, maka ia mendapatkan pahala dari yang dia usahakan, dan bagi suaminya juga mendapat pahala dengan apa yang ia usahakan.”
Apapun profesi yang akan dipilih istri untuk mendatangkan peningkatan ekonomi keluarga dimusyawarahkan dengan suami. Pekerjaan yang dijalani harus menjaga kehormatan diri, keluarga, dan kaidah agama. Berikut ini adalah dua alternatif peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
Pertama, bekerja dari rumah. Alternatif ini adalah sebuah pilihan bekerja tanpa meninggalkan rumah. Sifatnya cenderung pada usaha sambilan. Usaha ini dapat dilakukan dengan berwiraswasta atau berdagang, baik yang sifatnya memasarkan produk sendiri atau produk orang lain. Saat ini, aktivitas bekerja dari rumah dapat ditempuh secara online. Contoh jenis usaha yang bisa dilakoni adalah membuka warung di rumah, jasa pelayanan pesanan pengiriman, atau layanan jasa seperti servis cuci, foto kopi, kursus, hingga menerima kost.
Kedua, bekerja secara profesional di luar rumah, baik yang bersifat part time maupun full time dengan jam kerja tertentu. Sifatnya bisa pekerjaan wiraswasta maupun aparatur sipil negara. Bagi yang pilihannya jatuh pada bekerja di luar rumah, ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang, yakni ada kesepakatan bersama di antara pasutri. Kesepakatan bersama itu dilakukan agar pembagian kerja berjalan dengan baik.
Pada sisi manapun, pilihan itu harus tetap dalam koridor untuk menumbuhkan semangat kerja sebagai usaha pengabdian kepada Allah. Dengan demikian, pekerjaan harus dilakukan secara bersungguh-sungguh sebagai suatu amanah untuk mencapai hasil yang optimal. Tak lupa, cintailah pekerjaan yang diniatkan sebagai bagian dari ibadah tersebut. Rasulullah pun juga menyenangi pekerja yang melakukan pekerjaan secara profesional atau memenuhi perencanaan yang baik:
عَنْ عَا ئِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُ كُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه البيهقى)
Artinya, “dari ‘Aisyah berkata: telah bersabda Rasulullah saw: “sesungguhnya Allah swt. mencintai seorang pekerja di antara kamu yang bekerja dengan penuh perencanaan (profesional)” (HR. Baihaqi)
Apabila kebutuhan keluarga sudah tercukupi secara memadai, sebagai anggota masyarakat, tidak menampik ada ketertarikan untuk berbagi ilmu, tenaga, dan pikiran guna meningkatkan kesejahteraan lingkungan. Alhamdulillah, ‘Aisyiyah bukan sekadar organisasi kerumunan perempuan. ‘Aisyiyah adalah sebuah gerakan yang memiliki banyak program untuk ikut menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat.
Baca Juga
Dyah Suminar: Pengusaha Tidak Boleh “Alergi” pada Perubahan Zaman
Di antara program ‘Aisyiyah di bidang ekonomi, secara khusus sangat berkaitan erat dengan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan. Bina Usaha Ekonomi Keluarga (BUEKA) adalah terobosan ekonomi kreatif dengan pendampingan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Salah satunya berbentuk pengembangan peluang bisnis dengan sistem retail, melalui penyediaan sembako untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, ada juga yang mengkhususkan pada penyediaan sandang.
Warga masyarakat yang ingin meningkatkan pendapatan keluarga dapat bergabung mengembangkan keterampilan menjadi produk yang layak jual dan membangun jaringan untuk pemasaran. Peningkatan keterampilan mereka dapat dikembangkan melalui Sekolah Wirausaha ‘Aisyiyah (SWA). Selanjutnya, pendidikan itu ditindaklanjuti melalui ikhtiar bersama dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB), baik diusahakan melalui jalur organisasi, maupun gabungan beberapa anggota yang memiliki modal.
Program “Gerakan Lumbung Hidup” untuk menunjang Gerakan Ketahanan Pangan (Getapak) memberikan peluang bagi perempuan untuk berkreasi memanfaatkan lahan dengan berbagai alternatif media yang digunakan. Bertanam sayuran dan buah yang mudah petik tidak mesti membutuhkan lahan yang luas. Media pot, polybag, growing wall, bahkan hidroponik dapat menjadi pilihan.
Gerakan Lumbung Hidup dapat dikerjakan oleh personal dalam mengolah lahan pribadi. Namun, gerakan ini juga dapat dikerjakan bersama-sama dengan meminjam lahan kosong milik desa yang kemudian dikelola bersama dengan jadwal yang berkeadilan. Demikian juga ketika memetik hasil panen, jadwal berkeadilan tersebut dapat dicanangkan. Masing-masing lingkungan kampung tentu akan berbeda produk yang akan ditampilkan sesuai dengan hasil lokal yang akan diolah dan dikembangkan. Akan tetapi, jika masing-masing tempat bergerak bersama, akan tercipta Qoryah Thayyibah atau perkampungan yang baik.
Satu di antara tujuan Qoryah Thayyibah adalah agar masyarakat, khususnya para perempuan sebagai istri dan ibu rumah tangga, dapat mandiri dengan memiliki usaha untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Lebih dari itu, sebenarnya keberadaan perempuan yang berkegiatan di luar rumah untuk kesejahteraan lingkungan merupakan ikhtiar menjaga kehormatan kemanusiaan dalam masyarakat. Hal ini sesuai firman Allah dalam QS. al-Isra’ [17]: 70:
Artinya, “dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.