Di antara amanah yang Allah berikan kepada manusia adalah untuk menjaga lingkungan hidup. Hal ini sebagaimana diisyaratkan Allah dalam QS. al-Anbiya’ [21]: 107, bahwa Nabi Muhammad diutus adalah untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, bukan sekadar manusia saja.
Ayat tersebut membuktikan bahwa umat Islam harus dapat mengamalkan ajaran yang membawa keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh alam. Betapa Allah telah menundukkan alam semata-mata hanya untuk kepentingan manusia, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,
Artinya: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS. al-Jatsiyah [45]: 13).
Berbagai hukum ditetapkan oleh Allah; semua makhluk tunduk kepada-Nya untuk bertasbih dengan melaksanakan tugas masing-masing, seperti peredaran planet, perputaran angin, dan perputaran air. Semuanya tercantum dalam al-Quran agar manusia mempelajarinya lebih jauh, dapat menjaga, memelihara, dan mengantisipasi sesuatu yang terjadi.
Alam adalah Amanah
Allah mempercayakan kepada manusia untuk menerima amanah, di antaranya dengan menjaga alam dan bumi seisinya (QS. al-Baqarah [2]: 30), serta memakmurkan bumi, sekaligus untuk kesejahteraan diri manusia. Merupakan kewajiban dan ibadah bagi umat manusia untuk menjaga dan memelihara alam lingkungan yang telah memberi kehidupan pada manusia. Tidak ada satupun manusia yang dapat menghindar dari amanah ini. Semuanya memikul tugas mulia yang kelak diminta pertanggungjawaban.
Sudahkan kita melaksanakan amanah ini? Jawabannya, kita baru dapat mengonsumsi sehebat-hebatnya. Apakah ini berarti mensyukuri? Mensyukuri adalah memanfaatkan secara tepat, efisien, efektif serta mencegah kerusakan, memelihara, dan meningkatkan sumber daya alam tersebut.
Sifat manusia pada umumnya belum sadar akan amanah ini, bahkan saling menyalahkan. Padahal kelak sekecil apapun yang telah kita lakukan, baik kebaikan maupun kelalaian, akan dihisab di hadapan Allah. kesadaran semacam ini hanya dapat dirasakan oleh mereka yang beriman, berakhlakul karimah, serta berakal.
Mencegah Kerusakan
Dalam QS. ar-Rum [30]: 41, Allah berfirman yang artinya, “telah terjadi kerusakan di daratan maupun di lautandisebabkan oleh tangan-tangan manusia”.
Allah sangat benci kepada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Suatu pelanggaran berat dan cukup berdosa bagi mereka yang membuat kerusakan di muka bumi, yang mengakibatkan bencana bertubi-tubi tanpa henti, hampir merata di mana-mana.
Ratap tangis mereka yang terkena musibah silih berganti, kelompok satu belum tertolong disusul dengan kelompok lain. Sekiranya semua manusia sadar, penjagaan lingkungan tidak akan sedemikian parahnya. Namun, kita tidak boleh berputus asa, karena berikhtiar mencegah bencana akan lebih baik daripada mengatasi bencana setelah terjadi.
Salah satu upaya yang perlu dicermati adalah masalah sampah dalam segala jenisnya. Bukankah Islam telah mengajarkan ‘kebersihan’ dalam arti lahir dan batin? Kebersihan dalam Islam adalah bagian dari iman. Amar ma’ruf nahi munkar dalam permasalahan ini perlu digalakkan dan tidak hanya menjadi program semusim, karena mencegah itu lebih utama daripada menanggulangi kerusakan.
Pembudayaan pada Kaum Perempuan
Upaya penyelamatan lingkungan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menumbuhkan budaya cinta memelihara lingkungan. Pembudayaan itu dimulai dengan ceramah dan diskusi di lingkup masing-masing.
Dalam paparan ini, warga ‘Aisyiyah dihimbau untuk aktif mensponsori kesadaran lingkungan dalam setiap celah kesempatan. Obrolan selingan dalam arisan, pertemuan wali murid, dan lain-lain, lebih baik diisi dengan hal-hal semacam ini daripada sekadar omong kosong. Bukankan hal ini ringan, praktis, menyankut kebutuhan kita bersama, dan bermanfaat?
Lebih jauh, sifat rajin dan suka kebersihan dapat dibiasakan di mana saja, terutama di rumah. Rasa tanggung jawab harus dipupuk. Pelanggaran kecil sekalipun harus dihindari karena adanya rasa takut kepada Allah.
Aspek Religius
Kepekaan akan masalah lingkungan hidup akan lebih mendalam apabila disentuh dengan aspek religius. Salat, puasa, do’a, dan dzikir kita harus dibuktikan dengan amal nyata. Cermin dari orang yang beribadah akan kelihatan bekas-bekas, hasilnya, dan dapat menjadi tauladan dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah adalah pemimpin dunia dan akhirat. Beliau memberikan contoh dan tuntunan yang mendasar. Didorongnya umat Islam untuk berpikir dan berkembang dalam urusan dunia, sesuai dengan situasi dan kondisi. Tak henti-hentinya para ulama dan pakar menggali ayat dan hadits dalam paparan dan tataran ini sehingga terus dapat berkembang, disertai rasa cinta karena mengamalkan perintah Allah dan sunnah Rasul.
Rasa takut akan ancaman siksaan juga menjadi dorongan manusia untuk berbuat baik dan bertanggung jawab. Menanam pohon, merusak pohon, menggali mata air, merusak mata air, menjaga sungai, mengeraskan tanah, membuat tebing tidak longsor, mengolah limbah, membuang limbah, semua dihadapankan dengan hukum Allah. Kalau kita dihadapkan pada hukum wajib, halal, haram, sunat, dan mubadzir, maka hati nuranilah yang bicara. Manusia dapat gelisah, tidak dapat tidur, memutar otak karena hatinya tersentuh dengan hukum Allah. Bukankah kita hidup untuk mencari ridha Allah? (UG)
Sumber: Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi 6 Tahun 2007