Oleh: Nur Ngazizah
Bagi Muhammadiyah, perempuan memiliki peran dan kesempatan yang setara dengan laki-laki. Perempuan menurut Kiai Dahlan harus turut andil dalam perjuangan umat sebagaimana tersirat dalam latar belakang berdirinya organisasi Sapa Tresna. Melalui Sapa Tresna, Kiai Dahlan ingin agar perempuan tidak hanya terlibat dalammperkara rumah tangga saja sebagaimana yang lazim dipahami pada masanya.
Pandangan melampaui zaman Kiai Dahlan dan Nyai inilah yang berusaha untuk terus dihidupkan oleh ‘Aisyiyah. “Sekarang peran domestik dan publik harus dilakukan, sebagai tuntutan. Sebagaimana pesan Kiai Dahlan, jangan sampai urusan dapurmu mengabaikan urusan masyarakatmu, lingkunganmu, dan umatmu.
Kepada murid perempuannya, Kiai Dahlan mengajukan tanya, “Adakah kamu tidak malu kalau aurat kamu sampai dilihat oleh orang laki-laki?” Mereka menjawab: malu. Lalu beliau berkata: “mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi kepada dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu sama malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah utamanya!”
Dalam arus zaman yang terus bergerak, perempuan tidak lagi sekadar berada di baris belakang. Mereka kini hadir sebagai motor perubahan sosial, agen pendidikan, dan pelopor kebaikan. Namun bagi Aisyiyah, peran itu lebih dari sekadar partisipasi. Ia adalah amanah dakwah. Ia adalah jalan peradaban.
Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Islam sejak awal telah menanamkan prinsip kemajuan melalui pendidikan, amal sosial, dan keadilan. Kini, tugas kita adalah melanjutkan api semangat itu melalui penguatan karakter. Setidaknya ada tujuh karakter utama yang perlu melekat dalam diri perempuan Aisyiyah agar tetap relevan, tangguh, dan mencerahkan zaman:
Baca Juga: Qaryah Thayyibah PDA Kudus Telurkan PRA Pereng
Beriman dan Bertakwa, Iman dan takwa bukan sekadar identitas spiritual, melainkan fondasi dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Seorang kader Aisyiyah berusaha menjadikan semua aktivitasnya bernilai ibadah. “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Q.S. Al-Hujurat: 13). Taat Beribadah, Kedisiplinan dalam beribadah membentuk keteguhan dan kekuatan hati. Shalat tepat waktu, tilawah rutin, dan puasa sunnah adalah latihan mental dan spiritual untuk menghadapi tantangan dunia.
Berakhlak Mulia, Keteladanan akhlak Rasulullah adalah kompas kehidupan. Aisyiyah menampilkan kelembutan, kesantunan, dan kekuatan moral dalam keluarga maupun masyarakat. “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4). Berpikir Tajdid, Aisyiyah tidak hanya menjalankan tradisi, tetapi juga melakukan pembaruan. Ia membaca konteks, kritis terhadap realitas, dan mencari solusi atas problematika umat dengan pikiran terbuka namun tetap dalam bingkai syariat.
Bersikap Wasatiyah, Sikap moderat menjaga Aisyiyah dari ekstremitas. Ia mampu menyeimbangkan peran domestik dan publik, antara tradisi dan modernitas, antara idealisme dan realitas. Amaliah Salihah, Amal yang konsisten, sekecil apapun, jika dilakukan dengan niat yang tulus akan menjadi jalan dakwah. Mengajar, merawat, berbagi, mengadvokasi semua bisa menjadi ladang amal. “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim). Bersikap Inklusif, Aisyiyah harus siap hidup dalam keberagaman, menjalin kolaborasi lintas batas, dan menghargai semua manusia sebagai ciptaan Allah. Inklusivitas adalah bentuk nyata dari Islam rahmatan lil ‘alamin.
Suatu ketika ada jamaah pengajian Kiai Dahlan yang jarang hadir. Lalu, salah seorang murid yang lain menjawab bahwa ketidakhadiran itu karena si fulan sibuk dengan anaknya. Menyikapi hal tersebut, Kiai Dahlan mengatakan, “O, kalau anaknya itu menjadikan dia repot untuk meneruskan beramal kebaikan dan beribadat kepada Tuhan, tentu yang menyebabkan repot itu akan segera dihilangkan oleh Tuhan. Camkanlah!” Selepas kejadian itu, si fulan selalu menyempatkan diri untuk hadir mengikuti pengajian yang diberikan Kiai Dahlan.
Di tengah tantangan sosial, arus digital, dan disrupsi nilai-nilai, Aisyiyah hadir bukan hanya sebagai pelengkap sejarah, tetapi sebagai pembentuk masa depan. Mari kita didik diri, kuatkan karakter, dan tebarkan cahaya ke seluruh penjuru. Karena sesungguhnya, perempuan yang berkarakter adalah cahaya. Dan cahaya itu tidak pernah padam.
Sumber gambar: The ‘Aisyiyah Center


4 Comments