Berita

Menyingkap Akar Fenomena Agnostisisme di Kalangan Anak Muda

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah Dewasa ini, salah satu fenomena yang terjadi di kalangan anak muda adalah kecenderungan bersikap agnostik. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan umat Islam, tetapi fenomena lintas agama.

Ketua Divisi Kajian Al-Quran dan Hadis Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ustadi Hamsah menjelaskan, agnostik/agnostisisme adalah pandangan bahwa kebenaran tertinggi (Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui. Pandangan tersebut akan melahirkan sikap skeptis/ragu, dan menganggap segala apa yang tidak dapat diketahui atau dibuktikan keberadaannya sebagai sesuatu yang tidak penting.

Menurut Ustadi, fenomena ini pertama muncul pada abad ke-19 di Eropa. Istilah “agnostik” diperkenalkan secara mendasar oleh Thomas H. Huxley (1869). Dalam pandangan Huxley, agnostik adalah cara pandang baru untuk mengkritisi cara pandang kekristenan (teologis/mistik). Munculnya fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari konteks masyarakat Eropa waktu itu yang berpijak pada argumen empiris atau rasional.

Meski meragukan keberadaan Tuhan, Ustadi mengatakan bahwa agnostik berbeda dengan ateis. “Ia (agnostik, -ed) masih mempercayai Tuhan, cuma nggak tahu di mana keberadaan-Nya dan arti pentingnya apa. Kehadiran Tuhan dalam kehidupan manusia itu nggak ada pengaruhnya. Itu sesuatu yang susah dipahami. Itulah cara pandang agnostik,” terangnya.

Lebih lanjut, Ustadi mengutip pernyataan seorang pemikir abad ke-20 Bertrand Russel yang mengatakan bahwa bagi seorang agnostik, mustahil untuk mengetahui kebenaran yang diajarkan oleh agama-agama (seperti kebenaran tentang Tuhan dan hari akhir). Kalaupun bukan mustahil, kata Russel, setidaknya tidak mungkin untuk saat ini (at least impossible at the present time).

Baca Juga: Tauhid sebagai Sistem Kepercayaan Etis

Dalam Pengajian Tarjih Muhammadiyah bertema “Generasi Milenial dan Fenomena Agnostisisme” itu, Ustadi mengatakan bahwa fenomena agnostisisme punya tiga sebab utama, yakni modernisme, motivasi keagamaan, dan kesimpulan tanpa premis. “Manusia sekarang ketika dia menghadapi persoalan-persoalan yang langsung ada di hadapan dia –yang terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan, dengan Allah, dengan hari akhir, dengan sesuatu yang mungkin tidak secara langsung bisa ditangkap oleh akal– itu langsung disimpulkan: langsung ditolak,” papar Ustadi, Rabu (16/3).

Keraguan tentang keberadaan Tuhan itu, lanjutnya, berimplikasi pada sikap hidup yang tidak berdasar pada dorongan ketuhanan. Akhirnya, kaum agnostik menganggap bahwa aktivitasnya di dunia tidak dilihat, diamati, dan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Fenomena tersebut secara umum sebenarnya banyak dijelaskan di dalam al-Quran, yakni bahwa sesuatu yang “tidak empiris” bukan berarti “tidak ada”. “Al-Quran begitu luar biasa menuntun kita untuk memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya untuk mengetahui Allah secara rasional,” kata Ustadi.

Salah satu ayat yang menginformasikan bahwa Allah menghamparkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada manusia adalah Q.S. Fussilat [41]: 53. Di dalam ayat tersebut, Allah swt. memberi informasi bahwa Dia menyebarkan tanda-tanda kekuasan-Nya di alam semesta, diri manusia sendiri, dan di dalam al-Quran.

Melalui pendalaman tentang ayat-ayat Allah ini, kata Ustadi, lahirlah apa yang dikenal sebagai sebagai ilmu pengetahuan. Melalui pendalaman tentang ayat-ayat itu pula, beberapa ilmuan-cendekiawan Muslim membuktikan bahwa Allah itu ada. Pembuktian mereka, selain menggunakan dalil teologis, juga melalui penalaran demonstratif. Beberapa sarjana Barat non-Muslim pun punya kesimpulan serupa.

Akhirnya, dalam rangka meminimalisir merebaknya fenomena agnostik di kalangan anak muda, Ustadi mengajak umat Islam untuk mengkomunikasikan bukti keberadaan Tuhan dengan cara yang logis tanpa mengurangi substansi ajaran agama. (sb)

Related posts
Berita

PP Muhammadiyah Himbau Warganya untuk Cerdas Sikapi Hasil Pemilu

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pengajian Tarjih Edisi 250 Rabu kemarin (14/2) mengusung tema “Akhlak dalam Kehidupan Bernegara: Cerdas Menyikapi Hasil Pemilu”. Narasumber…
Berita

Miftah Khilmi Hidayatullah Sampaikan Posisi Muhammadiyah dalam Akidah

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Mazhab biasanya dikaitkan dengan fikih, sedangkan akidah dikaitkan dengan firaq. Hal itu disampaikan oleh Miftah Khilmi Hidayatullah pada…
Berita

Pengajian Tarjih Muhammadiyah: Hamim Ilyas Sampaikan Beberapa Ketentuan Hukum Perang

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pengajian Tarjih edisi 226 yang berlangsung pada Rabu (23/8) membahas tafsir surah Al-Baqarah ayat 216-218. Ketua Majelis Tarjih…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *