Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Di Indonesia, masih kuatnya budaya patriarki membuat pengetahuan dan pengalaman perempuan acapkali terabaikan. Berangkat dari situasi itu, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Daerah Istimewa Yogyakarta melalui kegiatan Mernissi Bootcamp bermaksud untuk menanamkan nilai dan mengarusutamakan gender, khususnya bagi kader madya IMM DIY.
Kegiatan yang mengusung tema “Gender Equity Paradigm Optimization: Development of A Progressive Road Map for Women” itu akan berlangsung pada 20-23 Januari 2023 di Embung Opak Village Stay. Sebelum memasuki serangkaian materi, terlebih dahulu diadakan Studium Generale pada Jumat siang (20/1) dengan menghadirkan Ketua PP ‘Aisyiyah Siti ‘Aisyah, Dosen Unisa Yogyakarta Islamiyatur Rokhmah, dan LBH Yogyakarta Roudatul Jannah.
Ketua Umum DPD IMM DIY, Akmal Ahsan berharap bahwa melalui kegiatan ini akan lahir kader IMM yang punya semangat laiknya Fatima Mernissi dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. “Kader-kader IMM yang punya kecerdasan dan determinasi yang besar untuk memperjuangkan hak-haknya,” kata dia.
Menurut Akmal, upaya mewujudkan kehidupan kebangsaan yang adil gender itu tidak bisa hanya dalam bentuk wacana atau teori, tapi juga harus berwujud rumusan strategi gerakan. Hanya dengan begitulah kondisi bangsa Indonesia akan bergerak dari watak patriarki ke watak yang berkeadilan.
Atas terselenggaranya acara ini, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Untung Cahyono menyampaikan apresiasinya. Menurut dia, kegiatan ini menjadi bukti bahwa IMM punya niat yang baik untuk memahami urusan perempuan, dan lebih dari itu, berupaya meningkatkan kualitas dan peran-peran perempuan.
Sebelum secara resmi membuka kegiatan, Untung berpesan agar arah gerak kegiatan ini disesuaikan dengan sikap dan karakter Muhammadiyah, baik dalam aspek akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah duniawiyah. Selain itu, dalam konteks gerakan perempuan dan upaya mewujudkan kesetaraan gender, kata dia, Muhammadiyah punya catatan sejarah yang gemilang.
Baca Juga: Kepemimpinan Perempuan dalam Pandangan Islam Wasathiyah
Ketua PP ‘Aisyiyah, Siti ‘Aisyah menerangkan bahwa pengarusutamaan gender merupakan alam pikir Kiai Ahmad Dahlan ketika mendirikan ‘Aisyiyah. Melalui pembacaannya atas Q.S. an-Nahl: 97, Kiai Dahlan mengajak perempuan untuk turut serta membangun kehidupan yang maju. “Itu sebenarnya adalah dokumen hidup tentang perempuan berkemajuan,” kata ‘Aisyah.
Dalam Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah di Surakarta, dokumen hidup itu dirumuskan ke menjadi sebuah Risalah Perempuan Berkemajuan. ’Aisyah menjelaskan, RPB itu memuat aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis perempuan berkemajuan.
Selanjutnya, Dosen AIK Unisa Yogyakarta, Islamiyatur Rokhmah mengafirmasi bahwa budaya patriarki bangsa Indonesia memang menjadi salah satu sebab ketertinggalan perempuan. Menurut dia, “ketika perempuan bisa mengakses pendidikan, ia akan cerdas dan dapat mengubah dunia. Sebaliknya, jika perempuan tidak mendapat akses pendidikan, ia akan terus tertinggal”.
Islamiyatur berpesan kepada kader IMM untuk melihat masalah perempuan secara kontekstual dan melihat permasalahan tersebut dengan pendekatan integratif-interkonektif. Lebih dari itu, ia berharap IMM menjadi garda terdepan dalam upaya membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan perempuan.
Roudatul Jannah dari LBH Yogyakarta menjabarkan bahwa konteks sosial-politik yang terjadi saat ini berbeda dengan beberapa dekade sebelumnya. Hari ini, banyak perempuan yang menempati posisi-posisi strategis di dalam lembaga publik. “Mereka terlibat di dalam proses pengambilan kebijakan,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Nana itu.
Meski begitu, bukan berarti kehidupan perempuan tidak menghadapi tantangan. Ia menyebut bahwa angka laporan kasus kekerasan seksual ke LBH Yogyakarta dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Era digital turut memengaruhi tingginya kasus itu. Oleh karena itu, ia berharap kader IMM dapat memainkan peran dalam meminimalisir angka kekerasan seksual. (sb)