Oleh: Mahsunah
“….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….” (QS. ar-Ra’du [13]: 11).
Dahulu terdapat sebuah desa yang terkenal sebagai desa miskin. Banyak remaja putus sekolah, pemuda pengangguran, bahkan sebagian warganya menjadi peminta-minta. Lingkungannya terkesan kumuh, gersang, dan tidak terawat. Surau yang didirikan oleh generasi kakek mereka bagaikan gubuk angker, senyap tanpa suara azan dan bocah mengaji.
Kini kondisi itu hanyalah cerita masa lalu karena semua telah berubah. Desa itu sekarang telah menjadi desa unggulan. Desa itu telah mampu mengubah wajahnya, dari yang terkesan kumuh menjadi bersih dan indah. Karakter warganya pun kini maju dan sejahtera. Masyarakat yang dahulu miskin kini menjadi kaya, yang dahulu statis kini menjadi kreatif, dan yang dahulu pemalas kini menjadi aktif.
Surau reyot itu pun telah menjadi masjid yang bagus. Walaupun tidak besar, tetapi masjid itu multifungsi. Selain sebagai tempat ibadah dan pengajian, masjid itu juga berfungsi sebagai sarana pendidikan bagi anak dan remaja. Warga yang dahulu kebanyakan menjadi mustahiq, kini sebagian besar telah menjadi muzakki.
Lingkungan alam di tepian sungai yang agak bertebing itu kini dikemas menjadi lingkungan wisata alam. Pemerintah daerah pun sekarang sangat memperhatikan desa tersebut, bahkan desa itu dijadikan percontohan bagi desa lain. Kondisi itu pun menarik perhatian para peneliti, mahasiswa yang membuat skripsi atau tesis, serta pemerintah daerah lain. Desa itu bahkan beberapa kali mendapat penghargaan dari pemerintah provinsi.
***
Pada suatu acara di aula kabupaten yang mengundang daerah-daerah lain, salah satu tokoh masyarakat desa itu menceritakan pengalaman mereka. Menurutnya, untuk mengubah kondisi desa dari terbelakang menjadi termaju memerlukan proses yang sangat panjang dan berliku. Diperlukan kiat-kiat untuk mewujudkannya, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, menyadarkan warga tentang makna yang tersirat dalam QS. ar-Ra’du [13]: 11. Warga menyadari bahwa masa depan akan lebih baik apabila semua warga bangkit dan mau bekerja keras mengubah nasib mereka. Hal tersebut diawali saat kerja bakti bersih desa. Saat itu warga dikumpulkan dan menyatukan tekad untuk mengatasi masalah secara bersama-sama, terutama kemiskinan yang mendera cukup lama dan berimbas pada banyak aspek.
Kedua, menggali potensi warga sebagai pertimbangan untuk mengembangkannya. Hasil penggalian itu ternyata cukup mengejutkan karena hampir semua anak muda serta keluarga muda memiliki bakat yang selama ini terpendam, tidak tergali, serta tidak teraktualisasikan.
Ketiga, memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di desa itu dan kawasan sekitarnya untuk diolah dan dibudidayakan sehingga menjadi produk yang layak jual. Produk itu berupa berupa olahan pangan, barang jadi, kerajinan yang bernilai seni tinggi, dan wisata alam.
Keempat, penanaman jiwa wirausaha kepada beberapa generasi, baik remaja, orang tua, pemuda-pemudi, serta keluarga muda. Ini dilakukan dengan sarana beragam dari pendidikan kewirausahaan untuk membangkitkan etos kerja warga sampai dengan pendidikan life skill.
Usaha tersebut membuahkan banyak manfaat. Pertama, terbukanya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. Kedua, memberdayakan warga sehingga keluarga-keluarga mereka bangkit menjadi keluarga yang produktif sehingga lambat-laun angka kemiskinan di desa tersebut menurun.
Ketiga, kesulitan biaya sekolah teratasi sehingga wajib belajar 12 tahun dapat terlaksana, bahkan beberapa lulusan SMK maupun SMA/MA melanjutkan studi di perguruan tinggi. Keempat, derajat kesehatan meningkat. Kelima, terbuka peluang untuk menjadi desa wisata karena keindahan desa dan alam sekitarnya yang mendukung.
Di samping upaya-upaya di atas, ada hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu pendampingan dan pemberian motivasi dari para aktivis PCM dan PCA. Mereka selalu mengupayakan agar terbentuk jaringan pemasaran sehingga kendala yang dirasakan dalam produksi dapat teratasi. Selain itu, pemerintah desa juga memiliki peran dalam mendukung berbagai langkah untuk memajukan warganya.
Dengan berbagai upaya yang sungguh-sungguh dan kekompakan warga, nasib warga pun menjadi sangat berubah. Jika dahulu kebanyakan warga senang diberi santunan, kini mereka memiliki semangat kedermawanan yang tinggi. Jika dahulu mereka menjadi objek pemberdayaan, sekarang mereka menjadi subjek karena mampu menyebarluaskan pengalamannya ke desa dan daerah lain. Man jadda wajada.