Oleh: Shoimah Kastolani
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dapat melampaui usia satu abad dalam menjawab tantangan zaman karena Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah bukan organisasi perkumpulan belaka. Organisasi ini merupakan sebuah gerakan yang menempatkan ide dan ajaran Islam dalam tataran perbuatan nyata.
Karena itu, organisasi ini selalu dalam keadaan bergerak dan esensinya selalu dinamis, tidak statis. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah berupaya mewujudkan Islam dalam pengamalan nyata yang mampu meningkatkan kesejahterakan masyarakat.
Banyak ayat al-Quran dan hadis yang menegaskan kaitan antara iman dan amal saleh. Inti dari ayat dan hadis tersebut, iman harus dibuktikan dengan amal saleh atau perbuatan yang baik, konstruktif, serta memberi manfaat kepada orang banyak.
Para pendahulu Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah mempunyai semboyan dalam gerakannya, yaitu sepi ing pamrih, rame ing gawe atau ‘sedikit bicara banyak bekerja’. Semboyan ini merupakan realisasi dari kegiatan Muhammadiyah-‘Aisyiyah dalam berbagai bidang kehidupan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Gerakan yang merupakan perbuatan itu di Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah disebut dengan amal usaha. Warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menyebut amal usaha ini dengan sebutan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) dan AUA (Amal Usaha ‘Aisyiyah).
Amal usaha adalah sebuah ikhtiar atau usaha yang dilembagakan dan berfungsi membimbing masyarakat ke arah perbaikan keidupan sesuai dengan tuntunan Islam dalam bentuk kerja nyata sebagai wadah dan sarana beribadah.
Amal usaha meliputi berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi, dan hukum. AUM/AUA harus menjadi pusat keunggulan (center of excellence). Hal ini berarti, keberadaan AUM/AUA tidak boleh berkembang secara kuantitas saja, tetapi juga harus selaras dengan semangat berkemajuan.
Amal usaha harus dipegang oleh orang yang memiliki keilmuan manajemen sehingga dapat fokus pada pertumbuhan kegiatan usaha dan produktivitas untuk mencapai target berkeunggulan. SDM pada AUM/AUA, baik sebagai pimpinan maupun sebagai pekerja, sebaiknya merupakan orang-orang yang berjiwa transformatif.
Baca Juga: Fonds-Dachlan: Program Internasional Pertama Muhammadiyah
Pimpinan AUM/AUA sebaiknya memiliki kemampuan dalam memobilisasi potensi dan mampu menyatu dengan semua pihak untuk mengubah keadaan. Sementara itu, pekerja pada AUM/AUA sebaiknya memiliki jiwa dinamis, tidak puas dengan apa yang sudah dicapai, dan ingin selalu berubah menuju hasil yang terbaik.
Etos kerja di Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah adalah ‘kerja itu ibadah’. Oleh karena itu, dalam bekerja, warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak mencari ma’isah semata, tetapi juga mencari nilai ibadah. Dengan nilai ibadah ini, semua pihak yang bekerja di AUM/AUA dapat bersungguh-sungguh dalam bekerja sehingga memperoleh hasil yang terbaik. Mereka akan mencintai pekerjaannya dan terdorong pada keikhlasan bekerja.
Bekerja yang ikhlas ini tentu tidak boleh mengabaikan nilai profesionalisme. Semua pekerjaan harus tetap dilakukan dengan standar prosedur dan standar etika yang tinggi. Ikhlas sesuai dengan keahliannya termasuk dalam nilai amanah yang merupakan hal terpenting.
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menempatkan amal usaha sebagai amanah karena menaati firman Allah swt. dalam al-Quran, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyerahkan amanah kepada ahlinya, dan apabila kalian memutuskan perkara di antara manusia hendaknya putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah akan memberikan nikmat atas yang demikian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. an-Nisa: 58).
Tugas mengembangkan AUM/AUA bukan pekerjaan yang mudah karena segenap pengelola AUM/AUA juga harus memiliki kedisiplinan yang baik. Motivasi penegakan disiplin ini seyogianya bukan karena ketakutan mendapatkan penilaian dari atasan, melainkan demi menjalankan tugas. Selain itu, ada satu nilai yang tidak boleh dilupakan agar AUM/AUA menjadi unggul, yakni nilai praksis al-Islah, semangat membangun untuk mewujudkan kemaslahatan umum.
Etos membangun ini telah menjadi urat nadi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, termasuk dalam mengelola AUM/AUA. Karena itu, diperlukan pula upaya membuka jejaring dan bersinergi dengan berbagai pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan ber-ta’awun, saling menolong. AUM/AUA yang kuat dapat membantu menguatkan AUM yang lemah atau perintisan.
Karena AUM/AUA merupakan milik bersama, seharusnya AUM/AUA dibesarkan secara bersama-sama sehingga nantinya AUM/AUA berkembang secara kuantitas sekaligus berkembang secara kualitas menuju amal usaha yang berkeunggulan.
6 Comments