Wawasan

Mewujudkan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal Dunia

Oleh: Siti Majidah

Geliat perkembangan industri halal di Indonesia tumbuh dengan pesat. Sayangnya, perkembangan yang pesat ini masih berkutat pada ranah normatif dan perkiraan potensi industri halal yang dimiliki oleh bangsa ini. Belum ada kebijakan strategis yang implementatif. Selain itu, kelemahan pengembangan industri halal di Indonesia bisa dilihat dari minimnya lembaga halal center dan sumber daya manusia yang konsern terhadap permasalahan ini. Di sisi lain, banyak pelaku maupun produsen yang berkecimpung dalam industri halal masih sangat minim kesadarannya untuk melakukan sertifikasi halal terhadap produk-produk yang mereka tawarkan.

Setidaknya ada dua modal utama yang dimiliki bangsa ini dalam pengembangan industri halal. Pertama adalah modal jumlah populasi penduduk Muslim di Indonesia yang sangat besar (240,62 juta penduduk) setara dengan 12,7% total populasi warga dunia. Jumlah ini setara 87,7% dari populasi nasional penduduk Indonesia yang totalnya 277,53 juta jiwa. Dengan jumlah populasi muslim yang sangat besar itu, diproyeksikan bahwa tingkat spending belanja produk dan jasa halal bisa mencapai USD 282 miliar pada tahun 2025 berdasarkan data Dinar Standar.

Modal populasi muslim yang besar ini semakin potensial dengan geliat halal awarness (kesadaran akan kehalalan) serta meningkatnya tren gaya hidup halal (halal lifestyle) konsumen produk-produk industri. Hal ini bisa dijadikan landasan ideologis dalam pengembangan industri halal di Indonesia. Center of Halal Life Center And Consumer Studies merilis bahwa kesadaran konsumen Muslim dalam mengonsumsi produk-produk halal mencapai 72,5%.

Modal kedua adalah potensi ekonomi yang bisa diperoleh dalam pengembangan industri halal di Indonesia. Masyarakat Muslim di Indonesia saat ini berada dalam kategori middle class muslim yang tentunya menjadi pangsa pasar yang sangat besar dalam skema pertumbuhan industri halal nasional maupun global.

Masyarakat muslim menengah yang memiliki semangat religius tinggi dan kosmopolit menganggap produk maupun jasa industri halal mampu menjawab preferensi kebutuhan konsumsi produk dan jasa yang mereka inginkan. Oleh sebab itu, hal ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi industri halal Indonesia untuk menaikkan kualitas dan kuantitas produk dan jasa mereka di tengah persaingan ekonomi global saat ini.

Peluang dan Tantangan Industri Halal Indonesia

Meskipun memiliki potensi yang besar dalam pengembangan industri halal, sayangnya Indonesia masih menjadi negara konsumen halal terbesar di dunia. Erick Tohir selaku Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah mengakui bahwa saat ini Indonesia belum masuk ke dalam sepuluh besar produsen halal di dunia. Kita masih kalah jauh dari Brazil dan Australia yang menjadi produsen terbesar dalam menyuplai makanan halal dunia. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi mengingat besarnya jumlah masyarakat Muslim di Indonesia yang sejatinya bisa menjadi pemain utama dalam industri halal dunia.

Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dunia akan produk dan jasa yang berkualitas baik dan memiliki tingkat keamanan serta higienitas yang tinggi mengindikasikan bahwa industri halal sangat prospektif pada masa depan. Merujuk pada State of Global Islamic Economic Report 2020-2021, bahwa tingkat konsumsi masyarakat dunia mencapai USD2,02 triliun di sektor makanan, farmasi, kosmetik, fashion, travel, dan media/rekreasi halal. Ini menunjukkan bahwa produk halal telah menjadi standar kualitas global dan tren perdagangan dunia yang sangat prospektif dari sisi ekonomi. Jika Indonesia tidak dapat menangkap peluang tersebut maka selamanya, justru bangsa ini hanya akan menjadi pangsa pasar dan sumber ekonomi bangsa lain.

Baca Juga: Afra Asmici, Kokamwati Katolik Pasukan Pengamanan Tanwir Muhammadiyah di Kupang

Setidaknya ada beberapa tantangan bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam industri halal global. Pertama, belum adanya road map (rencana strategis) pengembangan industri halal yang memiliki arah secara holistik. Misalnya dalam industri wisata halal, Indonesia belum memiliki road map yang terarah secara jelas. Tentunya hal ini menyebabkan pengembangan industri halal di Indonesia masih kalah saing dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand.

Kedua, kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang konsen di bidang industri halal. Beberapa indikator kurangnya SDM ini, yaitu masih sedikitnya lembaga sertifikasi halal, minimnya perguruan tinggi yang membuka program studi halal, lemahnya halal awareness baik di kalangan konsumen dan produsen.

Meskipun halal lifestyle semakin menjamur di tengah masyarakat Indonesia, tetapi masih sebatas pada kesadaran mengonsumsi yang halal secara zatnya saja. Dari aspek pengolahan hingga pendistribusiannya, masyarakat masih kurang memahami dengan baik. Ini bisa jadi karena mereka menganggap bahwa jika produsennya Muslim maka secara otomatis barang dan jasa yang diproduksi halal dari mulai pengolahan hingga ke tangan konsumen.

Adapun dari sisi produsen, masih banyak yang kurang menyadari pentingnya label halal. Hal ini diperkuat dengan masih sedikitnya produk dan jasa yang mendapatkan sertifikasi halal dari lembaga berwenang. Kenyataan ini semakin diperburuk dengan rendahnya pemahaman produsen akan pentingnya halal supply chain management. SDM halal juga dibutuhkan di beberapa sektor halal dengan kompetensi yang berbeda-beda seperti kebutuhan SDM auditor halal, penyelia halal, dan juru sembelih halal.

Ketiga, belum ada sinergi yang terbangun secara efektif antara berbagai stakeholder di bidang halal baik di tingkat domestik maupun internasional. Sebut saja belum adanya kesepakatan antara negara-negara muslim terkait standardisasi produk halal (Adinugraha: 2022). Di level domestik, kita menyaksikan belum adanya kesamaan pemahaman mengenai konsep industri halal terutama di antara pelaku usaha di bidang industri halal.

Bahkan, belum adanya peta jalan yang komprehensif dan sinergis di antara pemerintah sebagai regulator dan lembaga-lembaga swasta turut menambah daftar pekerjaan rumah penguatan ekosistem halal di Indonesia. Di sisi lain, peran perbankan syariah dalam mendukung pengembangan industri halal harus lebih ditingkatkan lagi melalui beberapa penyaluran pembiayaan yang masif untuk menopang kemajuan industri halal di Indonesia.

Perlunya Strategi Holistik

Upaya Indonesia dalam membangun diri sebagai pusat halal global harus terus ditingkatkan dan didukung oleh semua pemangku kepentingan baik dari pemerintah, akademi, pelaku usaha maupun masyarakat Indonesia secara umum yang merupakan konsumen utama produk halal di dalam negeri. Pangsa pasar yang sangat besar
ini menjadi salah satu peluang bagi produsen untuk memberikan produk dan jasa halal yang berkualitas.

Terlebih, lagi industri halal bukan lagi sebagai pelengkap perekonomian sebuah bangsa, tetapi juga menjadi bagian terpenting perekonomian. Hal tersebut bisa kita saksikan melalui dampak positif pengembangan industri halal di Malaysia dan Uni Emirat Arab terhadap pertumbuhan ekonomi mereka.

Oleh sebab itu, diperlukan sebuah strategi holistik dari sisi penguatan regulasi, peningkatan kompetensi SDM halal, dan pengembangan riset dan penelitian halal. Tak dapat dimungkiri, pembangunan ekosistem halal yang berkelanjutan perlu didukung oleh peran pemerintah, pelaku usaha, praktisi, tokoh agamawan, masyarakat, dan
perguruan tinggi sebagai akselerasi penguatan ekosistem halal di Indonesia.

Akhir kata, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat halal dunia. Upaya mewujudkan Indonesia sebagai pemain utama industri halal di tingkat global tidak bisa dilakukan secara sporadis dan sepihak. Di sinilah pentingnya sinergi yang berkelanjutan antar berbagai pemangku kepentingan yang terkait guna melakukan langkah-langkah yang lebih konkret dan terukur.

Sumber gambar: https://www.google.com/imgres?q=halal%20industry%20image&imgurl=https%3A%2F%2Fbolstglobal.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2FHALAL-market-bolst-global.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fbolstglobal.com%2Fportfolio-items%2Funderstanding-the-halal-market%2F&docid=PbfS9Y3R0R6yjM&tbnid=F2wrSbvkoHMmsM&vet=12ahUKEwj6_–Mg5CKAxWJxzgGHRbaFQcQM3oECGkQAA..i&w=600&h=400&hcb=2&ved=2ahUKEwj6_–Mg5CKAxWJxzgGHRbaFQcQM3oECGkQAA

*Anggota Divisi Ketarjihan PPA Mahasiswi S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Related posts
Berita

Sandiaga Uno Sebut Halal Entrepreneur sebagai Potensi Besar Perekonomian Indonesia

Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Menurut data Dinas Kependudukan Catatan Sipil tahun 2022, terdapat 87% masyarakat muslim yang ada di Indonesia. Data tersebut…
Berita

Haedar Nashir: Muhammadiyah Harus Serius Memperkuat Basis Ekonomi Umat

Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Memperkuat basis ekonomi umat adalah jihad fii sabilillah. Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam…
Berita

Seminar Pra-Muktamar: Muhammadiyah Mulai Lirik Sektor Industri dan Pariwisata Halal

Bandung, Suara ‘Aisyiyah – Muhammadiyah kembali menggelar Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah Ke-48, Kamis (12/5). Seminar yang dipandu oleh Universitas Muhammadiyah Bandung sebagai tuan…

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *