Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam hukum gerak organisasi, selalu perlu adanya progresivitas, dinamika, dan kemajuan yang akseleratif. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada acara Resepsi Milad ‘Aisyiyah ke-106 tahun, Jumat (19/5).
Namun, Haedar melanjutkan, dibalik kesuksesan suatu organisasi, disitu selalu terdapat penyakit organik yang menghinggapi kesuksesan tersebut, yaitu konservatisme dan keangkuhan.
“Maka, Milad itu perlu menjadi muhasabah bukan hanya kisah sukses tetapi juga perlu melihat penyakit organik apa yang tumbuh di tubuh kita. Steady mindset itu harus diubah menjadi disruptif mindset, yaitu mindset perubahan yang akseleratif, dinamis, dan progresif,” tegasnya.
Mengenai kepemimpinan ‘Aisyiyah, Haedar menjelaskan, kepemimpinan ini harus bisa melakukan transformasi dari mindset lama ke mindset baru. Terlebih dengan tantangan yang kini makin kompleks, Haedar menjelaskan, “Tuhan memberikan tantangan sesuai kadarnya. Nah, kadarnya itu harus kita tingkatkan, jadi tidak stagnan. Sehingga, Ketika kita menghadapi problem dan tantangan baru, tantangan itu harus kita songsong untuk diubah. Itulah teologi perubahan Islam.”
Baca Juga: PP Aisyiyah Gelar Resepsi Milad Aisyiyah ke-106 Tahun
Haedar juga menyampaikan bahwa dengan Risalah Perempuan Berkemajuan, ‘Aisyiyah harus berada di garda depan dalam praksis-praksis sosial dan pemberdayaan. Praksis-praksis tersebut, harus selalu kapitalisasi untuk menyelesaikan sekaligus mencari solusi kesenjangan dengan sosial, ekonomi, dan budaya.
Haedar memberikan apresiasi kepada kader ‘Aisyiyah di pelosok-pelosok, yang hadir dengan ketulusan dan pengkhidmatan di tengah segala keterbatasan. “Banyak tempat-tempat dimana kader ‘Aisyiyah yang berkhidmat untuk bangsa dengan ketulusan. Disitulah penghargaan kita berikan, agar kita yang ada di pusat tidak ter-nina bobo oleh segala kemudahan yang kita peroleh. Justru kemudahan itu kita jadikan energi untuk memberdayakan kaum perempuan agar mereka menjadi termuliakan, baik dalam sistem, budaya, maupun relasi sosial. Sehingga, perempuan sebagaimana laki-laki punya posisi yang setara sebagai khalifah di bumi,” pungkasnya.

