Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Memperingati Milad yang ke-42 tahun, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan Rapat Senat Terbuka Laporan Tahunan Rektor dan Milad ke-42 UMY pada Jumat (12/5). Turut hadir dan memberikan amanat pada acara tersebut, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Dalam paparannya, Haedar menyampaikan bahwa saat ini peradaban telah mencapai era modern yang terus mendorong manusia memaksimalkan akal pengetahuannya untuk menciptakan berbagai terobosan baru. Bahkan, semakin kesini, manusia menempatkan dirinya sebagai pusat kehidupan yang mana segala urusan di dunia diyakini dapat diselesaikan oleh manusia. Hal tersebut, selain membawa dampak baik, ternyata juga membawa kerusakan terhadap bumi dan lingkungan.
Ditengah tantangan tersebut, Menurut Haedar, Muhammadiyah perlu untuk terus meningkatkan peran. Pertama, terus mencerdaskan kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan universal. Mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya satu dimensi saja tetapi multidimensi. Dalam konteks Muhammadiyah, yaitu mencakup dimensi ruhani dan jasmani. Disinilah pentingnya PTM membangun dasar-dasar Pendidikan Islam Modern untuk kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Kedua, membangun keadaban bangsa. Muhammadiyah, Haedar menjelaskan, harus mentransfer konsep akhlak dan praktik akhlak itu menjadi keadaban publik. “Problem kita adalah problem kolektif, yaitu bagaimana mentransformasikan kebaikan pribadi menjadi kebaikan bersama di ruang publik,” imbuh Haedar.
Baca Juga: Peringati Milad Ke-42 UMY, Gunawan Budiyanto Sampaikan Capaian Universitas
Ketiga, menciptakan semangat kebersatuan dalam perbedaan. Semangat ini menurut Haedar, harus naik tingkat dari simbol-simbol dan jargon-jargon ke ranah institusional. Seringkali Bhinneka Tunggal Ika hanya difokuskan pada kebhinnekaannya saja, tetapi melupakan aspek ketunggalannya. Padahal hal ini juga penting agar ada dinamika antara keduanya.
Keempat, berupaya membangun khaira ummat. Penting untuk menghadirkan internasionalisasi dakwah yang mencerahkan, mencerdaskan, dan membangun peradaban. Hal ini dapat menjadi solusi atas Islamophobia yang masih marak terjadi di dunia. “Kita harus melahirkan Islam yang alternatif. Di satu sisi kita bisa merawat dan menghidupkan hubungan kita dengan Tuhan, tetapi di sisi lain nilai ketuhanan itu compatible dengan hubungan kemanusiaan,” jelasnya. (sa)