Oleh: Neneng Kartika Rini*
Generasi milenial 5.0 muncul sebagai kelompok yang semakin terkait dengan perkembangan teknologi yang lebih maju dan kompleks. Dibesarkan dalam era kecerdasan buatan, realitas virtual, dan Internet of Things (IoT), generasi ini memiliki kapasitas untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari mereka. Interaksi mereka dengan dunia digital bukan lagi sekadar penggunaan, melainkan integrasi yang mendalam dalam kehidupan pribadi dan profesional.
Keberagaman dan inklusivitas menjadi poin penting dalam nilai-nilai generasi milenial 5.0. Mereka memandang perbedaan sebagai kekuatan dan memperjuangkan kesetaraan dalam segala bentuk. Terbuka terhadap beragam budaya, identitas gender, dan pandangan hidup, mereka menciptakan lingkungan sosial yang lebih inklusif dan berbasis keadilan.
Pentingnya keberlanjutan dan kesadaran lingkungan semakin menjadi fokus generasi milenial 5.0. Mereka sadar akan dampak lingkungan dari teknologi dan konsumsi berlebihan, dan mereka berusaha menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi masalah-masalah global seperti perubahan iklim dan keberlanjutan sumber daya.
Pendidikan terus menjadi prioritas generasi ini, dengan penekanan pada pembelajaran sepanjang hayat dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan era digital. Mereka cenderung mencari cara baru untuk meningkatkan diri dan berkontribusi pada masyarakat melalui keterampilan yang mereka peroleh.
Dalam dunia kerja, generasi milenial 5.0 dikenal sebagai pekerja yang fleksibel, mandiri, dan berkolaborasi. Mereka lebih suka bekerja dalam lingkungan yang mendukung kreativitas dan inovasi, dan mereka cenderung mencari makna dan dampak positif dalam pekerjaan mereka. Dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka, generasi milenial 5.0 membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan penuh inovasi.
Generasi milenial 5.0, yang hidup dalam era teknologi tingkat lanjut dan nilai-nilai sosial yang inklusif, menciptakan berbagai usaha kreatif yang mencerminkan semangat inovasi dan keberlanjutan. Berikut adalah beberapa contoh usaha kreatif yang sering kali diinisiasi oleh kaum milenial 5.0.
Pertama, Platform Virtual Kolaboratif. Milenial 5.0 cenderung mengembangkan platform kolaboratif yang memungkinkan individu dari berbagai belahan dunia untuk berkontribusi pada proyek-proyek bersama. Ini bisa berupa platform untuk seniman, desainer, atau bahkan ilmuwan yang dapat bekerja sama secara virtual untuk menciptakan karya yang lebih besar dan beragam.
Kedua, Bisnis Berkelanjutan. Ketertarikan generasi ini pada isu-isu lingkungan dan keberlanjutan tercermin dalam usaha bisnis mereka. Mereka mendirikan perusahaan yang berfokus pada produksi ramah lingkungan, daur ulang, dan energi terbarukan. Ini mencerminkan keinginan mereka untuk menciptakan dampak positif pada planet sambil menjalankan bisnis.
Ketiga, Kreatif Berbasis Teknologi. Milenial 5.0 seringkali mengeksplorasi seni dan kreativitas dengan menggunakan teknologi tingkat tinggi, seperti kecerdasan buatan, realitas virtual, dan augmented reality. Mereka menciptakan karya seni interaktif, pengalaman virtual, dan instalasi seni digital yang menggabungkan kecanggihan teknologi dengan ekspresi kreatif.
Keempat, Komunitas Edukasi Online. Dengan kecenderungan untuk pembelajaran sepanjang hayat, generasi ini menciptakan platform pendidikan online yang inovatif. Mereka mengembangkan komunitas belajar di mana individu dapat berbagi pengetahuan dan keterampilan, menciptakan ekosistem pembelajaran yang terbuka dan terhubung.
Keenam, Start-Up Kolaboratif. Milenial 5.0 seringkali terlibat dalam membentuk start-up yang menerapkan model bisnis kolaboratif. Mereka menciptakan platform yang memfasilitasi berbagi sumber daya, keahlian, dan keuntungan, mempromosikan kolaborasi yang adil dan inklusif. Contoh: Edas, E-Fisheri, dan Igrow.
Baca Juga: Implementasi Filantropi Mewujudkan Islam Berkemajuan
Usaha kreatif dari generasi milenial 5.0 tidak hanya mencerminkan kecanggihan teknologi, tetapi juga nilai-nilai inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada pembelajaran sepanjang hayat. Mereka terus mendorong batas-batas tradisional untuk menciptakan solusi yang inovatif dan berdampak positif.
Meskipun generasi milenial memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak positif dalam masyarakat, terdapat beberapa masalah dan kelemahan dalam pemahaman mereka terkait filantropi Islam, khususnya terkait dengan praktik memberikan zakat, infak, sedekah, dan wakaf:
Pertama, Kurangnya Pemahaman Mendalam. Banyak generasi milenial mungkin memiliki pemahaman umum tentang konsep zakat, infak, sedekah, dan wakaf, tetapi pemahaman mendalam tentang nilai-nilai Islam yang mendasarinya mungkin kurang. Ini dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran akan signifikansi spiritual dan sosial dari praktik filantropi Islam.
Kedua, Tidak Memaksimalkan Potensi Wakaf. Konsep wakaf atau amal usaha produktif untuk kesejahteraan umat Islam sering kali belum dimaksimalkan oleh generasi milenial. Mereka mungkin kurang memahami cara mengelola wakaf secara efektif untuk memberikan manfaat jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan infrastruktur.
Ketiga, Prioritas yang Terfokus pada Inovasi Sosial Sekuler. Beberapa generasi milenial cenderung lebih fokus pada solusi sosial sekuler daripada filantropi Islam. Meskipun inovasi sosial sangat penting, terkadang hal ini dapat mengakibatkan pengabaian terhadap nilai-nilai dan praktik filantropi yang dijelaskan dalam ajaran Islam.
Keempat, Tidak Memahami Dampak Sosial dan Ekonomi dari Zakat. Generasi milenial mungkin belum sepenuhnya memahami dampak sosial dan ekonomi yang signifikan dari praktik zakat. Mereka mungkin tidak menyadari bagaimana zakat dapat mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Kelima, Tidak Maksimal Menggunakan Teknologi untuk Filantropi. Meskipun generasi milenial cenderung terhubung dengan teknologi, belum tentu mereka memanfaatkannya sepenuhnya untuk memudahkan praktik filantropi Islam. Penggunaan platform digital dan teknologi keuangan untuk mendukung pengumpulan dan distribusi zakat, infak, sedekah, dan wakaf bisa lebih dimaksimalkan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini, penting untuk meningkatkan pemahaman generasi milenial tentang nilai-nilai Islam terkait filantropi. Edukasi yang holistik dan praktis tentang konsep zakat, infak, sedekah, dan wakaf dapat membantu mereka melihat praktik filantropi sebagai cara untuk mencapai keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam.
Konsep usaha milenial berkelanjutan melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf memiliki potensi besar untuk menciptakan ekosistem ekonomi berkelanjutan dan circular dalam konteks Islam. Berikut adalah beberapa konsep kunci yang dapat membantu menciptakan circular ekonomi Islam berkelanjutan:
Pertama, Pemanfaatan Dana Zakat dan Infaq untuk Pembiayaan UMKM Milenial. Milenial dapat menggunakan dana zakat dan infak untuk memberikan pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama yang berfokus pada keberlanjutan. Dengan memberikan dana kepada UMKM yang berbasis ekologi, seperti produsen ramah lingkungan atau produk organik, milenial dapat menciptakan lingkaran ekonomi yang mendukung keberlanjutan.
Kedua, Pendirian Usaha Sosial melalui Sedekah. Sedekah dapat digunakan untuk mendukung pendirian dan operasional usaha sosial yang berfokus pada memecahkan masalah sosial atau lingkungan. Misalnya, pendirian usaha yang mempekerjakan komunitas marginal atau yang mendukung program pendidikan dan kesehatan dapat menjadi contoh implementasi konsep ini.
Ketiga, Wakaf untuk Pembangunan Berkelanjutan. Dana wakaf dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur berkelanjutan, seperti pusat pendidikan, rumah sakit, atau proyek-proyek yang memberikan manfaat kepada masyarakat dalam jangka panjang. Hal ini menciptakan sumber daya yang dapat terus memberikan dampak positif dalam lingkungan yang berkelanjutan.
Keempat, Peran Inovatif dalam Ekonomi Berbasis Teknologi. Milenial dapat menggunakan dana zakat dan infak untuk mendukung start-up dan inisiatif inovatif yang berfokus pada solusi berkelanjutan, seperti teknologi ramah lingkungan, energi terbarukan, atau manajemen limbah. Ini membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi yang berpusat pada teknologi yang mendukung keberlanjutan. Seperti yang sudah dijalankan oleh Start-Up Millenial mahasiswa agribisnis UMMI yang dibangun sejak tahun 2018 dengan Brand Edas (Elektronic Development Agribusiness Syariah) @edasummiofficial dan https://edas-organik.com/, model usaha milenial untuk pertanian organik yang melakukan aktivitas produksi, pemasaran, dan pendampingan petani organik di Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Cianjur dengan konsep Zizwaf sebagai permodalan dari Lazismu KL UMMI dengan benefit yang diperoleh baik keuntungan ekonomi, sosial, dan lingkungan berputar kembali dengan kewajiban Ziswaf dari pengelola usaha dan petani binaannya. Konsep ini mampu menciptakan iklim usaha millenial 5.0 , pemeliharaan lingkungan dan filantropi Islam yang berkelanjutan.
Kelima, Pendekatan Circular dalam Produksi dan Konsumsi. Milenial dapat mempromosikan konsep ekonomi berkelanjutan dengan mendukung usaha yang mengadopsi pendekatan circular dalam produksi dan konsumsi. Mereka dapat memberdayakan UMKM atau produsen yang berfokus pada daur ulang, penggunaan bahan ramah lingkungan, dan praktik-produksi berkelanjutan, dengan tidak langsung mendukung SDGs 12 Responsible Consumption and Production (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Keenam, Transparansi dan Akuntabilitas. Penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Melalui pelaporan yang jelas dan partisipasi masyarakat, milenial dapat memastikan bahwa dana yang dikumpulkan dan diinvestasikan memberikan dampak positif sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan keberlanjutan.
Dengan mengintegrasikan konsep-konsep ini, usaha generasi milenial 5.0 dapat memainkan peran kunci dalam membangun ekonomi berkelanjutan dan circular yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Ini menciptakan lingkaran positif di mana dana filantropi kembali ke masyarakat, mendukung bisnis berkelanjutan, dan memperkuat aspek sosial dan ekonomi masyarakat secara bersamaan.
*Dosen Agripreneur dan Kewirausahaan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Pengurus Harian PDA Kabupaten Sukabumi