Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Eco-Bhinneka merupakan sebuah nama program di Muhammadiyah yang diharapkan dapat mengokohkan kontribusi Muhammadiyah dalam upaya merawat kerukunan bersama komunitas lintas agama melalui aksi-aksi pelestarian lingkungan. Pada 7 April 2022, tim program Eco-Bhinneka Muhammadiyah menyelenggarakan silaturahmi dengan Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dengan tujuan memperkenalkan Program Eco-Bhinneka dan mendiskusikan rencana kolaborasi dengan MLH PP Muhammadiyah.
Surya Rahman Muhammad selaku Program Manager Eco-Bhinneka menyampaikan bahwa Eco-Bhinneka ini termasuk dalam rangkaian program Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis atau dikenal dengan JISRA (Joint Initiative for Strategic Religious Action). “JISRA merupakan sebuah program global yang mendorong isu toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan di masyarakat,” katanya.
Di Indonesia, ada 10 organisasi yang melakukan program JISRA, salah satunya Muhammadiyah. Adapun Eco-Bhinneka Muhammadiyah saat ini dilaksanakan di 4 area: Jawa Tengah (Surakarta), Jawa Timur (Banyuwangi), Kalimantan Barat (Pontianak), dan Maluku Utara (Ternate).
Surya menjelaskan bahwa toleransi tidak cukup dibangun dengan jalan dialog, tetapi harus dengan aksi lapangan, misalnya aksi lingkungan. “Kami di teman-teman Muhammadiyah melihat kalau isu toleransi hanya dibangun melalui tataran dialog saja maka akan susah, sehingga kami mengemas sesuatu yang sifatnya lebih mudah diterima, yaitu melalui pendekatan aksi lingkungan. Harapannya melalui pendekatan ekologis ini nantinya akan tercipta toleransi,” ungkap Surya.
Baca Juga: Merekat Persatuan dengan Islam Wasathiyah
Pihak Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah menyatakan dukungan kepada program Eco-Bhinneka. “Mari kita kawal ini menjadi kebaikan bersama, permasalahan lingkungan adalah masalah bersama, akan sangat bagus kalau isu lingkungan ini menjadi medium dalam membangun Indonesia yang lebih damai ke depannya,” ungkap Gatot Supangkat yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris MLH PP Muhammadiyah.
Menurutnya, isu lingkungan ini tidak hanya bisa membina kerukunan antar umat beragama, namun juga bisa merekatkan persaudaraan. Ia menambahkan, permasalahan lingkungan kini menjadi permasalahan global dan universal, dampak yang diakibatkannya tidak bisa memandang latar belakang seseorang atau kelompok tertentu.
Gatot juga memberi masukan terkait dengan lokasi pelaksanaan program Eco-Bhinneka agar perlu diperhatikan dan didekatkan dengan isu lokal. “Pendekatan isu lokal penting agar bisa duduk bersama dengan para pihak dalam mengkaji permasalahan lingkungan yang ada di area tersebut dan merumuskan solusinya bersama,” ujarnya.
Hening Parlan sebagai Advisor Program Eco-Bhinneka juga menegaskan bahwa dalam upaya peace building pendekatan yang dilakukan perlu diperkuat dengan aksi. “Di dalam JISRA, pendekatan yang dilakukan Muhammadiyah dalam membangun perdamaian harus ada aksi. Eco-Bhinneka membawa pendekatan pada aksi lingkungan,” imbuhnya. Ia berharap ke depan program ini dapat menjadi program yang dimiliki bersama lintas agama di Indonesia.
Rencana tindak lanjut dari silaturahmi tersebut antara lain yakni disepakatinya kerja sama antara tim Eco-Bhinneka dengan MLH PP Muhammadiyah dalam penyusunan modul Eco-Bhinneka hingga penyelenggaraan Training of Trainer (TOT) Eco-Bhinneka. Pertemuan yang diselenggarakan secara hybrid tersebut diikuti 26 orang, baik yang hadir luring di kampus UMY maupun hadir daring di teleconference Zoom. (Dzikrina Farah Adiba/sb)