Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Istilah Islam Berkemajuan kini melekat pada diri Muhammadiyah. Istilah itu sebenarnya sudah populer pada periode awal organisasi yang didirikan Kiai Ahmad Dahlan ini. Meskipun, dalam temuan Muarif, istilah tersebut sebenarnya bukan lahir dari internal Muhammadiyah.
Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah itu menyampaikan bahwa Islam (yang) Berkemajuan memang jadi topik hangat di beberapa media afiliasi Muhammadiyah. Akan tetapi, ia sebenarnya lebih merupakan wacana elite di kalangan Syarikat Islam (SI). Berbeda dengan SI, Muhammadiyah, kata Muarif, “menemukan arahnya sendiri dengan praktik amal usahanya”.
Keterangan sejarah itu ia sampaikan di hadapan forum Pengajian Ramadan 1444 H PP Muhammadiyah yang diselenggarakan pada Jumat (24/3) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengajian yang rutin digelar sejak tahun 1986 ini kembali diadakan secara offline setelah sebelumnya berpindah online.
Menurut Muarif, Islam (yang) Berkemajuan punya tautan dengan pikiran dan praktik keislaman para pimpinan Muhammadiyah periode awal. Oleh Kiai Dahlan, berkemajuan adalah logis dan rasional. Oleh Fachrodin, berkemajuan adalah diterima oleh akal dan hati nurani. Adapun oleh Siti Bariyah –penafsir ideologi Muhammadiyah pertama–, berkemajuan adalah adaptif dengan perkembangan zaman.
Dengan keterangan ini, Muarif ingin menunjukkan kepada warga Muhammadiyah bahwa ada sanad keilmuan dalam Islam Berkemajuan. Ia tidak lahir dari ruang hampa.
Baca Juga: Siti Bariyah, Sosok Perempuan Pertama Penafsir Ideologi Muhammadiyah
Melanjutkan paparan Muarif, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Achmad Jainuri menerangkan bahwa nilai dan karakteristik Islam Berkemajuan yang dipraktikkan dan dikenalkan (kembali) oleh Muhammadiyah itulah yang dalam sejarahnya telah melahirkan peradaban Islam. Karakter itu di antaranya adalah terbuka, literasi, orientasi jangka panjang, rasional, adaptif, pluralitas, dan sebagainya.
Muhammadiyah, kata Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Sidoarjo itu, “terbuka dari mana pun”. Meskipun begitu, pada waktu bersamaan, menurut dia, agak sulit untuk menentukan ideologi tunggal di Muhammadiyah. Itulah kenapa ada istilah Musa, Munu, Krismuha, dan sebagainya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2005-2015 mengungkapkan bahwa predikat “berkemajuan” yang dilekatkan pada Islam tidak lepas dari upaya untuk memajukan kehidupan umat Islam yang sedang tertinggal dalam buritan peradaban. Dalam konteks ini, menurutnya, perlu diperjelas posisi Islam Berkemajuan di dalam Muhammadiyah; apakah ia ide, konsep, atau pandangan dunia.
Menurut Din, Islam Berkemajuan lebih cocok diposisikan sebagai sebuah pandangan dunia. Oleh karenanya, perlu dibuat kosmologi. Adapun karakter utamanya adalah cinta terhadap ilmu pengetahuan, menghargai waktu, dan memperluas jaringan kerja sama. (sb)